Evil Queen’s Memento
“Cause I dont wanna lose you now, I’m lookin right at the other half of me.
The vacancy that sat in my heart, is a space that now you hold,
Show me how to fight for now, and I’ll tell you baby,
It was easy comin’ back to you once I figured it out,
You were right here all along..”
The vacancy that sat in my heart, is a space that now you hold,
Show me how to fight for now, and I’ll tell you baby,
It was easy comin’ back to you once I figured it out,
You were right here all along..”
Lagu dari Justin sang mantan boyband itu mengisi keheningan di dalam mobil AP* silver yang membawa kami membelah jalanan kota Sukab*mi, hanya satu-dua kendaraan yang masih melintas.
Supir cantik disebelahku ikut menyenandungkan nada lagu Mirrors yang entah kenapa seperti sengaja diputar oleh sang supir.. -___-”
Kami cukup beruntung bisa membeli kebutuhan Laras dan Praapta, hanya ada satu Indoma**t yang masi buka saat kami berkeliling tadi, setelah hampir semua daftar belanja bisa didapat, teh Indri mengajakku berkeliling,
“Biar tau daerah sini” katanya..
Aku sendiri cuma bisa manggut-manggut mengiyakan, beberapa kali teh Indri menyalakan lampu sign kiri setiap melewati hotel-hotel di sepanjang jalan, tapi kembali dia membawa mobil silver itu melaju.
Supir cantik disebelahku ikut menyenandungkan nada lagu Mirrors yang entah kenapa seperti sengaja diputar oleh sang supir.. -___-”
Kami cukup beruntung bisa membeli kebutuhan Laras dan Praapta, hanya ada satu Indoma**t yang masi buka saat kami berkeliling tadi, setelah hampir semua daftar belanja bisa didapat, teh Indri mengajakku berkeliling,
“Biar tau daerah sini” katanya..
Aku sendiri cuma bisa manggut-manggut mengiyakan, beberapa kali teh Indri menyalakan lampu sign kiri setiap melewati hotel-hotel di sepanjang jalan, tapi kembali dia membawa mobil silver itu melaju.
“Teh.. Kita mau kemana si? Ko muter-muter ga jelas, teteh nyasar yah? Apa aku buka google map aja biar..” Kalimatku terpenggal pandangan teh Indri ke arahku yang setajam pisau silet…
Kembali mataku pandanganku beralih ke lampu-lampu jalan, ingatanku melayang ke saat dimana kami berdua di bukit bintang..
City view Bandung dibawah kami.. Lagu Bruno Mars yang mengalun pelan.. Isak tangis teh Indri.. Desahannya.. Buah dadanya yang kenyal..
Tanpa kusadari aku menelan ludah membayangkan pergumulan kami di dalam Avan*a silver dulu, aku tersadar dari lamunanku saat mobil yang kami tumpangi melambat di depan sebuah hotel berlambang huruf latin besar “A”.
Pandangan kami bertemu, tidak perlu ada lagi yang ditanyakan maksud dan tujuan ibu dua anak itu membawaku ke tempat ini.
Kami keluar dari mobil dalam diam, bahkan saat didepan receptionist, hanya teh Indri yang berbicara saat menyelesaikan urusan pembayaran. Aku mengikutinya ke lift dalam diam, entah apa yang sekarang sedang dipikirkan wanita cantik yang berdiri di sebelahku..
Aku sempat melirik ke arahnya, teh Indri hanya menatap lurus tanpa sekalipun melihat ke arahku. Entah kenapa bulu kudukku merinding..
Kami sampai di lantai dua dan masuk ke sebuah kamar dengan desain minimalis, teh Indri menyalakan televisi sambil mengeluarkan sebotol minuman ringan dari dalam tasnya.
Kembali mataku pandanganku beralih ke lampu-lampu jalan, ingatanku melayang ke saat dimana kami berdua di bukit bintang..
City view Bandung dibawah kami.. Lagu Bruno Mars yang mengalun pelan.. Isak tangis teh Indri.. Desahannya.. Buah dadanya yang kenyal..
Tanpa kusadari aku menelan ludah membayangkan pergumulan kami di dalam Avan*a silver dulu, aku tersadar dari lamunanku saat mobil yang kami tumpangi melambat di depan sebuah hotel berlambang huruf latin besar “A”.
Pandangan kami bertemu, tidak perlu ada lagi yang ditanyakan maksud dan tujuan ibu dua anak itu membawaku ke tempat ini.
Kami keluar dari mobil dalam diam, bahkan saat didepan receptionist, hanya teh Indri yang berbicara saat menyelesaikan urusan pembayaran. Aku mengikutinya ke lift dalam diam, entah apa yang sekarang sedang dipikirkan wanita cantik yang berdiri di sebelahku..
Aku sempat melirik ke arahnya, teh Indri hanya menatap lurus tanpa sekalipun melihat ke arahku. Entah kenapa bulu kudukku merinding..
Kami sampai di lantai dua dan masuk ke sebuah kamar dengan desain minimalis, teh Indri menyalakan televisi sambil mengeluarkan sebotol minuman ringan dari dalam tasnya.
“Sini Ki.. Duduk sebelah teteh..”
Suaranya lembut.. Masih sama lembutnya saat dia menghiburku yang sedang dicuekin Nita di ruangan vip Borromeus..
Tubuhku seperti tersihir bergerak mendekati makhluk cantik di atas ranjang. Sekilas pipinya merona merah saat pamdangan kami bertemu, tapi secepat itu pula dia mengalihkan pandangannya ke arah televisi.
Aku duduk di ujung ranjang tanpa ada suara atau gerakan sedikitpun..
Suaranya lembut.. Masih sama lembutnya saat dia menghiburku yang sedang dicuekin Nita di ruangan vip Borromeus..
Tubuhku seperti tersihir bergerak mendekati makhluk cantik di atas ranjang. Sekilas pipinya merona merah saat pamdangan kami bertemu, tapi secepat itu pula dia mengalihkan pandangannya ke arah televisi.
Aku duduk di ujung ranjang tanpa ada suara atau gerakan sedikitpun..
“Jadi ga ada lagi ni yang bisa ngerubah pikiran kamu Ki?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja, seperti pertanyaan kasual antara dua teman yang bertemu di kantin kampus..
‘Bro, udah liat bokep julia JAV yang baru blon?’
atau..
‘Eh, masih punya tiket buat nonton timnas ga di senayan??’
‘Bro, udah liat bokep julia JAV yang baru blon?’
atau..
‘Eh, masih punya tiket buat nonton timnas ga di senayan??’
Biasanya setiap kami bertemu dalam satu ruangan selalu dalam keadaan ‘panas’
Tidak ada waktu yang terbuang, to-the-point!
Tapi sekarang..
Mati Gayaaaa gueeeeeeeeh!
Tidak ada waktu yang terbuang, to-the-point!
Tapi sekarang..
Mati Gayaaaa gueeeeeeeeh!
Bos.. Maap nih.. Ane ambil alih aja ye??! Itu ada daging mateng malah dianggurin!
Jendral Otong sepertinya sudah gerah menunggu pergerakanku sejak tadi..
Jendral Otong sepertinya sudah gerah menunggu pergerakanku sejak tadi..
Konflik batinku dibuyarkan oleh sesuatu yang kenyal yang menyentuh lenganku, leherku terasa geli saat ujung-ujung rambut teh Indri menyentuhnya.
Di sela-sela suara yang keluar dari televisi terdengar pelan isak tangis dari sosok perempuan yang memang mendapat porsi cukup besar di hatiku. Tangan kiriku bergerak ke arah bahunya, membelai perlahan wanita yang sudah mewujudkan hampir seratus persen fantasi terliar yang bisa terpikirkan olehku saat bercinta.
Di sela-sela suara yang keluar dari televisi terdengar pelan isak tangis dari sosok perempuan yang memang mendapat porsi cukup besar di hatiku. Tangan kiriku bergerak ke arah bahunya, membelai perlahan wanita yang sudah mewujudkan hampir seratus persen fantasi terliar yang bisa terpikirkan olehku saat bercinta.
“Kalo nangis terus yang ada si otong ga bangun-bangun loh teh, hehehe!” Entah kenapa mulutku selalu berhasil beraksi tanpa mengenakan filter terlebih dahulu!
“Aadduuuuhh! Sakit teeh ampuuun!”
Celetukanku sukses mendapat cubitan pedas di paha! Hadeeeh..
“Aadduuuuhh! Sakit teeh ampuuun!”
Celetukanku sukses mendapat cubitan pedas di paha! Hadeeeh..
Teh Indri merapatkan tubuhnya, kedua tangannya memeluk erat pinggangku, ditumpangkannya kedua kakinya diatas pahaku, masih dengan terisak dia mengecup perlahan leher dan pipiku..
“Ki.. mm..”
Hanya itu yang sempat keluar dari bibirnya yang selalu sukses membangkitkan nafsuku..
Kulumat bibir kenyal itu sambil merebahkan diri di atas kasur, tanganku sudah seperti sebuah divisi terpisah yang bergerak tanpa perlu komando dari atasannya! Perutnya yang rata.. Buah dadanya yang masih tersembunyi dibalik pakaian.. Pantat bulatnya.. Hampir tidak ada yang lolos dari remasan tanganku.
Hanya itu yang sempat keluar dari bibirnya yang selalu sukses membangkitkan nafsuku..
Kulumat bibir kenyal itu sambil merebahkan diri di atas kasur, tanganku sudah seperti sebuah divisi terpisah yang bergerak tanpa perlu komando dari atasannya! Perutnya yang rata.. Buah dadanya yang masih tersembunyi dibalik pakaian.. Pantat bulatnya.. Hampir tidak ada yang lolos dari remasan tanganku.
“Sssh.. Ki.. Aku.. Mmmhhh… Aku mau Ki..” Terdengar racauan yang keluar dari bibirnya yang masih terus kulumat, jemariku membuka blus yang dipakainya, kaosku sendiri sudah terlempar entah kemana.
Kukecup perlahan buah dadanya yang seakan berontak didalam bra cream berenda itu. Sesekali kugigit dan kuhisap gemas payudaranya.
“Aahh.. Nakal deh kamu.. Terusin Ki.. Uuugghh…” Kedua tangannya bergerak lincah melepas kait bra di punggungnya lalu melemparkan benda berwarna cream itu kelantai. Tanpa ragu-ragu tangannya menyelusup masuk ke dalam celanaku mencari-cari sang jendral!
Kukecup perlahan buah dadanya yang seakan berontak didalam bra cream berenda itu. Sesekali kugigit dan kuhisap gemas payudaranya.
“Aahh.. Nakal deh kamu.. Terusin Ki.. Uuugghh…” Kedua tangannya bergerak lincah melepas kait bra di punggungnya lalu melemparkan benda berwarna cream itu kelantai. Tanpa ragu-ragu tangannya menyelusup masuk ke dalam celanaku mencari-cari sang jendral!
“Hhmmm… Kangen nih teteh ama dia..” Sambil meremas batang kemaluanku, teh Indri mengarahkan buah dadanya ke mulutku, tentunya aku dengan senang hati memenuhi permintaannya! Kedua putingnya sudah mengeras, menantangku untuk segera dihisap,
“Slluurrp!” Kuhisap salah satu putingnya sambil memainkan puting sebelahnya dengan jemariku. Teh Indri menggelinjang menerima serangan di kedua putingnya, nafasnya kembang-kempis dan wajahnya sudah merona merah menahan nafsu!
Kedua tangannya bergerak melucuti ikat pinggangku dan langsung memelorotkan celana berikut boxerku!
“Masukin sekarang Ki! Cepetan! Teteh dah pengen banget niiih! Sssshh! Mmmhh!”
Kali ini aku tidak ingin terburu-buru, aku ingin menikmati momen ini..
Aku menahan kedua tangannya, kusatukan di atas perutnya lalu aku bergerak perlahan menciumi sekujur tubuhnya, dada.. bergerak semakin kebawah, perutnya.. terus ke bawah..
Sesekali lidahku menari diatas kulitnya yang mulus itu, kutelusuri garis-garis tipis bekas jahitan caesar diatas perutnya dengan lidahku..
Teh Indri bergerak liar menggelinjang, menjambak rambutku dengan wajahnya yang menengadah sambil terus mengeluarkan desahan-desahan lirih.
Kupegang kedua pahanya lalu kurenggangkan kedua kaki jenjangnya selebar-lebarnya.
Bibirku bergerak perlahan mengecup pahanya, berpindah ke paha satunya lagi sambil terus mengarah ke pangkal paha teh Indri. Sempat kulirik keatas, pandangan kami bertemu..
“Slluurrp!” Kuhisap salah satu putingnya sambil memainkan puting sebelahnya dengan jemariku. Teh Indri menggelinjang menerima serangan di kedua putingnya, nafasnya kembang-kempis dan wajahnya sudah merona merah menahan nafsu!
Kedua tangannya bergerak melucuti ikat pinggangku dan langsung memelorotkan celana berikut boxerku!
“Masukin sekarang Ki! Cepetan! Teteh dah pengen banget niiih! Sssshh! Mmmhh!”
Kali ini aku tidak ingin terburu-buru, aku ingin menikmati momen ini..
Aku menahan kedua tangannya, kusatukan di atas perutnya lalu aku bergerak perlahan menciumi sekujur tubuhnya, dada.. bergerak semakin kebawah, perutnya.. terus ke bawah..
Sesekali lidahku menari diatas kulitnya yang mulus itu, kutelusuri garis-garis tipis bekas jahitan caesar diatas perutnya dengan lidahku..
Teh Indri bergerak liar menggelinjang, menjambak rambutku dengan wajahnya yang menengadah sambil terus mengeluarkan desahan-desahan lirih.
Kupegang kedua pahanya lalu kurenggangkan kedua kaki jenjangnya selebar-lebarnya.
Bibirku bergerak perlahan mengecup pahanya, berpindah ke paha satunya lagi sambil terus mengarah ke pangkal paha teh Indri. Sempat kulirik keatas, pandangan kami bertemu..
“Eat my pussy now Ki..”
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar