The Farewell Party
1st Act
Hari ini aku akhirnya bisa menghirup udara bebas tanpa ada bau obat ataupun alkohol disekitarku. Orangtuaku sedang menyelesaikan masalah pembayaran di kasir sedangkan aku masih menunggu di lobi, ayahku datang menghampiri dengan raut wajahnya yang seperti biasa selalu terlihat tanpa ekspresi, hadeh.. Aseli ga kebaca..
“Tok! Srek.. Tok! Srek..” Suara tongkat dan gesekan kaki kiriku dengan lantai cukup membuatku terganggu tapi mau gimana lagi.. Dokter menyarankan aku untuk menggunakan tongkat sebelum kakiku benar-benar pulih seperti sediakala.
“Mamih ga mau lagi denger ada kasus kayak gini lagi Ki! Ngerti kamu?! Kalo kayak gini terus bisa kena serangan jantung mamihmu ini!” Ibuku sendiri seperti biasa ngomel-ngomel sepanjang perjalanan dari rumah sakit ke kostku di Cigadung. Aku hanya duduk terdiam di jok belakang dan sesekali menjawabnya, perhatianku lebih banyak terpusat ke jalanan kota Bandung yang cukup lengang.
Kuambil hape dikantong celana lalu kukirim BBM ke Gaban mengabari dia kalau aku sudah dijemput orangtuaku, pasti anak-anak kost lagi pada molor di kamarku, dan bukan sebuah pemandangan yang indah melihat sekumpulan pria tanggung sedang ngorok atau malah ada yang asyik garuk-garuk peler sambil mimpi mesum. Hadeeeh..
Sesampainya di depan kos, aku mendengar suara gaduh dari dalam rumah, sebisa mungkin ku ulur waktu dengan mengajak ayahku melihat kondisi motor Su**a kesayanganku yang semakin memprihatinkan, hahaha!
Dengan wajah tanpa ekspresi, ayahku hanya berkata, “masih bisa jalan kan ni motor?”
Dengan wajah tanpa ekspresi, ayahku hanya berkata, “masih bisa jalan kan ni motor?”
Hiks….nasip.. nasiiiip!
Saat kami memasuki ruangan tengah, anak anak sudah berbaris menyambut! Hadeh..
Seperti biasa dengan memanfaatkan kelebihan badan, Gaban bisa mendapat giliran pertama salim dengan ibuku, baru yang lain menyusul dengan muka kesal karena keduluan Gaban, hehehe..
“Itu ada cemilan tante bawa buat kalian, ambil di mobil yaa, Ki, kasi kuncinya ama si Gaban tuh! Biar anak anak yang ambil..”
Demi mendengar kata CEMILAN, kunci ditanganku sudah hilang dalam sekejap! Ga pake lama! Huh.. Dasar manusia gua semuaaaa, ga bisa liat makanan nganggur..
Seperti biasa dengan memanfaatkan kelebihan badan, Gaban bisa mendapat giliran pertama salim dengan ibuku, baru yang lain menyusul dengan muka kesal karena keduluan Gaban, hehehe..
“Itu ada cemilan tante bawa buat kalian, ambil di mobil yaa, Ki, kasi kuncinya ama si Gaban tuh! Biar anak anak yang ambil..”
Demi mendengar kata CEMILAN, kunci ditanganku sudah hilang dalam sekejap! Ga pake lama! Huh.. Dasar manusia gua semuaaaa, ga bisa liat makanan nganggur..
Ayah dan ibuku melanjutkan berjalan kekamarku yang terletak paling pojok. Sesampainya dikamar, ayahku memanggil dari dalam, “Ki, sini bentar, papih sama mamih mo ngomong..” Suara itu terdengar lain.. Terdengar hmm.. Serius..
Aku memasuki kamar dan setelah mengatur posisi kaki kiriku akhirnya bisa duduk di bean-bag kesayanganku, sedangkan ayah dan ibuku duduk dipinggir kasur.
Aku memasuki kamar dan setelah mengatur posisi kaki kiriku akhirnya bisa duduk di bean-bag kesayanganku, sedangkan ayah dan ibuku duduk dipinggir kasur.
“Papih tau ini sepertinya terlalu cepat buat kamu, tapi kami.. Eehhm. Maksud papih, orangtua Nita dan juga kami berdua, memutuskan kalau kalian berdua lebih baik tinggal jauh dari Bandung, dan kami rasa Bali paling cocok untuk kalian berdua untuk saat ini.”
Otakku langsung bekerja secara overdrive! Perasaan kalut, lega, bahkan takut bercampur dan akhirnya.. Air mataku menetes tanpa bisa kutahan.. Keinginanku untuk menjauh dari kota ini.. Kerinduanku akan suasana riang di kost pondok Hijau yang nantinya pasti akan kurasakan..
Shit.. Aku harus ngasitau Nita cepet-cepet nih!
Aku merasakan ada yang menggoyang bahuku, oh.. ternyata ayahku..
Shit.. Aku harus ngasitau Nita cepet-cepet nih!
Aku merasakan ada yang menggoyang bahuku, oh.. ternyata ayahku..
“Jadi?? Gimana menurut kamu Ki?” Raut wajah khawatir itu mendadak hilang dan berganti raut lega saat melihat ekspresi girang dariku.
“Iya pih! Aku setuju aja kalo emang itu yang terbaik menurut papih.” Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan excited dan disaat yang bersamaan gelisah akan dunia baru yang akan kami berdua hadapi!
But i’m betting it’s going to be fun!
“Iya pih! Aku setuju aja kalo emang itu yang terbaik menurut papih.” Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan excited dan disaat yang bersamaan gelisah akan dunia baru yang akan kami berdua hadapi!
But i’m betting it’s going to be fun!
*****
Menjelang malam, ayah dan ibuku pulang mengingat mereka masih banyak keperluan keesokan harinya. Ayahku berpesan untuk menjauhi Teh Indri untuk sementara waktu demi menjaga agar situasi tetap kondusif.
Aku berdiri di depan parkiran kostku melihat mobil Fortuner itu menghilang di jalanan sempit Cigadung. Saat aku kembali ke dalam kost, tampak teman-temanku yang lain sudah berbaris dengan baju andalannya masing-masing!
Aku berdiri di depan parkiran kostku melihat mobil Fortuner itu menghilang di jalanan sempit Cigadung. Saat aku kembali ke dalam kost, tampak teman-temanku yang lain sudah berbaris dengan baju andalannya masing-masing!
“Eh.. Ada pa’an nih?? Ko kayak mo ke kondangan lo pade??” Aku bertanya sambil memeriksa satu persatu dari mereka. Dedi yang paling terlihat konyol, dia memakai kemeja warna biru dengan dilapis jas yang terlihat jelas terlalu besar di badannya! Hadeh!
“Oi Ded, jas saha dipake maneh?” Aku mendekati salah satu fans berani mati Teh Indri itu, dia hanya nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal,
“Nu babeh urang bang! Hehehe!”
(Punya bapak saya bang!)
“Oi Ded, jas saha dipake maneh?” Aku mendekati salah satu fans berani mati Teh Indri itu, dia hanya nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal,
“Nu babeh urang bang! Hehehe!”
(Punya bapak saya bang!)
Sambil tepok jidat diiringi cekikikan anak-anak lain, aku melepas jas itu dari badan kurusnya, kutunjuk kamarku sambil memberitahukan posisi dimana aku meletakkan jasku yang sudah kesempitan, “pake jas gue aja Ded, ada di lemari, paling pojok digantung.” Secepat kilat Dedi sudah berlari ke kamarku, akhirnya aku paham maksud mereka semua. Pasti pembicaraanku dengan orangtuaku tadi ada yang menguping..
They want a Farewell Party.
Aku mengingat-ingat sisa duit yang diberikan oleh Pak Michael dulu, hmmm..sepertinya masih lebih dari cukup untuk menraktir mereka sesuatu.
“Yaudah yaudah! Gue paham! Kita ke Happy Puppy! Gaban ama Japra, panasin mobil, gue ganti baju dulu!” Statementku langsung disambut koor sumbang khas anak anak penghuni PHP,
“HOREEEE!”
End of the 1st Act
Tidak ada komentar:
Posting Komentar