Cerita Plus Plus

Cerita Seks dan 17 Plus Plus Cerita Panas Cerita Dewasa Cerita Ngentot Pengalaman ML Pengalaman Sex Pengalaman Seks Meniduri Pembantu

window.open('http://graizoah.com/afu.php?zoneid=3334601')

Kamis, 05 September 2013

Quickly....Quickly


Setelah kencan di Ciawi, kami kemudian sering
untuk membuat janji kencan lagi. Kadang di hotel di Ciawi tersebut,
kadang di Cisarua atau di dalam Kota Bogor saja. Bahkan kami pernah
melakukannya di dalam rumahnya ketika suaminya mengantar anaknya ke
tempat neneknya.
Aku tak berani melakukannya lagi di dalam kamar kosku. Rasa takut
ketahuan selalu menghantuiku kalau ia mengajak, kadang dengan memaksa
untuk melakukannya di kamar kosku. Sebenarnya kalaupun ia terlihat
masuk ke kamarku, orang akan maklum saja karena tahu aku memberikan les
privat kepada Eka, anaknya.

Hubungan kami kelihatannya aman-aman saja. Tidak ada gunjingan
mengenai kami berdua, karena kamipun saling menjaga dan menempatkan
diri kami dengan baik. Kalau lagi ada orang lain kusapa dia dengan Ibu
Heni, kalau pas tidak ada orang lain apalagi ketika ia mengerang di
bawahku tentu saja kupanggil ia dengan mesra, Hanny.
Hanny pernah bercerita kalau dia sebenarnya tidak mencintai
suaminya. Pernikahannya dulu terjadi untuk membalas budi keluarganya.
Dia tidak berdaya dan tidak bisa menolak. Setiap kali berhubungan
dengan suaminya, sebenarnya ia bisa mendapat orgasme, namun entah
mengapa orgasmenya tidak bisa tuntas terlepas seakan masih ada yang
menahan. Jadi dia sekarang melayani suaminya karena kewajibannya
sebagai istri. Pak Edi juga tidak bisa berbuat banyak karena takut
ditinggalkannya.

Sekali waktu sehabis olah tubuh bersamanya, kami saling bercerita
tentang banyak hal. Mulai dari kehidupan kuliahku, saat-saat indah
ketika kami bersama-sama dan pengalaman lainnya. Sampai ketika
kusinggung tentang otot perut yang kukencangkan sehingga memberikan
efek penis menjadi lebih keras ia menanggapi dengan antusias. Iapun
bercerita tentang dinding vaginanya yang berkontraksi. Kami makin
penasaran dengan fenomena ini.
Akhirnya kudapatkan jawabannya setelah dalam sebuah artikel di
sebuah majalah kesehatan kubaca tentang senam Kegel. Ternyata kekuatan
otot ini bisa dilatih dengan latihan tertentu. Setelah kubaca dan
kubandingkan dengan artikel lain, aku mulai berlatih senam Kegel. Tidak
sulit dan bisa dilaksanakan di mana-mana dan kapan saja.
Latihan dilakukan dengan menggerakkan otot antara anus dan penis
dengan berkontraksi seolah-olah sedang menahan kencing. Otot ini dapat
dikenali dengan mudah. Pada saat (maaf) BAB ada gerakan yang menutup
(maaf lagi) lubang dubur dan memotong (minta maaf untuk terakhir kali)
tinja.

Aku kadang melatihnya ketika di kampus sedang mengikuti kuliah,
kadang saat duduk di angkot dan melihat wanita seksi yang menggoda.
Sekalian sambil membayangkannya. Aku sengaja belum memberitahukan pada
Hanny. Aku ingin melatihnya sendiri terlebih dahulu. Setelah sebulan
lebih berlatih maka aku merasakan kekuatan penisku bertambah dan
kenikmatan yang didapat Hanny meningkat. Hanny sendiri heran dengan
kemajuanku.
Hanny semakin penasaran dengan kejutan-kejutan kecil yang kuberikan
lewat otot Kegelku sewaktu kami bergumul di atas ranjang. Setelah yakin
dengan hasil latihanku, barulah hal ini kukatakan padanya.
“Ihh.. Curang ya. Dapat ilmu baru nggak bagi-bagi”, katanya sambil mencubit dan memukuli punggungku.

“Aku nggak enak saja. Masak murid ngajarin gurunya”, kataku.

“Aihh..”. Ia tersipu-sipu malu. Tangannya semakin sering mencubit
dan memukuliku. Kusergap dia dan kurebahkan untuk menerima kenikmatan
dari otot Kegelku.
Kehidupan terus berjalan. Tak terasa sudah enam bulan aku dengan
Hanny ber-ahh, ehh, ohh ria. Ujian semester membuat aku stres dan
suntuk. Hanny tahu kalau aku lagi ujian semester. Selama ujian ia
sengaja tidak menampakkan diri dihadapanku, takut mengganggu
konsentrasi katanya. Ekapun juga tidak berani datang untuk memintaku
memberikan les.
Begitu habis masa ujian maka akupun dapat bernapas dengan lega.
Rasanya badan dan pikiran lelah sekali, karena seperti umumnya
mahasiswa lainnya cara belajarku juga SKS, Sistem Kebut Semalam. Karena
rasa capek yang luar biasa maka malam itu aku tidur cepat sekali sampai
lupa mengunci pintu dan mematikan lampu kamar.
Esoknya aku bangun kesiangan dan duduk di teras kamar. Kuperhatikan
sekitarku. Pikiranku melayang, memutar ulang peristiwa-peristiwa yang
terjadi selama enam bulan. Aku menarik napas dalam dan mengeluarkannya
perlahan. Rasanya seperti mimpi saja.
Bapak dan ibu kosku juga sangat baik kepadaku. Aku sering ngobrol
dengan mereka sambil numpang nonton TV di rumah induk. Tiba-tiba aku
tersentak ketika ibu kosku memanggilku.
“To.. Anto. Kamu baru bangun ya. Sudah selesai ujiannya?” ibu kosku bertanya.

“Sudah Bu, makanya tadi malam tidurnya keenakan dan bangun kesiangan”, kataku sopan.

“Ya sudah. Saya mau berangkat ke pasar. Kalau mau makan ada nasi di
atas meja. Tapi jangan lupa kalau sudah selesai makan cuci piringnya.
Ha.. Ha.. Ha. Bercanda, jangan dimasukin hati. Pintunya jangan lupa
dikunci dan taruh ditempat biasa!” katanya sambil berjalan keluar.

“Eh hampir kelupaan.. Tadi pagi kulihat Ibu Heni mengetuk-ngetuk
pintu kamarmu, tapi karena kamu belum bangun ia pulang lagi. Ada apa
sih?” Ibu kosku bertanya sambil membuka pagar.

“Ahh.. Paling juga urusan pelajarannya Eka”, jawabku menghindar.
Ibu kosku sebenarnya cukup cantik. Sisa-sisa kecantikan masa
mudanya masih terlihat. Inner beautynya muncul. Namun justru karena
kebaikan dan inner beautynya itulah maka aku juga tidak berani
sembarangan. Bahkan bercanda menjurus hal-hal yang porno pun aku tidak
berani. Padahal kalau kami lagi ngobrol bertiga dengan suaminya, ia
terkekeh-kekeh sambil memukuli tangan suaminya kalau humor suaminya
mulai menjurus.
Aku mengambil kunci rumah induk di tempat yang sudah kami sepakati
bersama. Kunci rumah memang tidak pernah dibawa. Takut kalau tiba-tiba
ada anaknya yang datang atau aku memerlukan sesuatu. Lingkungan ini
memang aman, pikirku. Aku masuk ke dalam rumah dan makan nasi panas
hanya dengan ikan asin kesukaanku. Nikmat sekali rasanya ketika segelas
air dingin yang kuambil dari kulkas mengantar butiran nasi terakhirku.
Aku keluar rumah, mengembalikan kunci pintu di tempatnya dan
kembali ke kamarku. Dari balik kaca nako, rumah Hanny terlihat sepi.
Jam segini anaknya sekolah dan suaminya kerja. Tidak ada suara tape
atau radio yang biasa dia putar.
Aku mandi dan mengelus kejantananku yang mulai bereaksi. Sejak
berhubungan dengan Hanny aku hanya sekali berswalayan ketika gairahku
naik dan keadaan tidak mengijinkan. Hmm. Sambil bersiul aku menyabuni
dan menggosok tubuhku. Tiba-tiba saja aku ingat waktu kencan di Ciawi
yang pertama, dimana ia kusetubuhi dengan cepat dan masih mengenakan
baju. Aha.. Aku punya rencana.
Aku percepat mandiku dan segera berpakaian. Kusemprot tubuhku
dengan Eternity, yang hanya kupakai pada saat-saat tertentu, termasuk
jika aku ada kencan dengan Hanny. Kukenakan kaus tanpa lengan dan
celana pendek selutut dari bahan katun.
Aku mengaca di depan cermin dinding dan kulihat bayanganku. Tubuh
tegap atletis dengan kumis terurus rapi. Upss, aku lupa mencukur
jenggotku hari ini. Kuraba daguku. Kasar seperti digosok dengan sikat
halus. Biasanya jenggotku kucukur tiga atau empat hari sekali.
Kucari-cari pisau siletku, tapi tidak ketemu juga. Akhirnya aku
menyerah.
Aku keluar dari kamar dan berjalan ke rumah tetanggaku tersayang. Sekilas kuamat-amati rumahnya dan keadaan sekitarnya. Sepi.
Aku membuka pintu pagar dan beberapa saat aku mengetuk pintu depan.
Tok tok tok! Tidak ada sahutan. Kucoba kuketuk lagi namun juga tidak
ada sahutan. Kucoba menarik selot pintu. Tidak terkunci. Kemana
penghuninya pikirku.
Aku masuk, menutup pintu, meneliti ruang tengah dan kamarnya,
kosong. Kulongokkan kepalaku di pintu dapur, kosong juga. Aku tidak
tertarik untuk melihat kamar mandi di sudut dapur karena tidak ada
suara guyuran air. Kemana Hanny, tanyaku dalam hati. Aku akhirnya
kembali ke ruang tamu dan duduk di sofa panjang. Kutarik sebuah majalah
dan kubaca. Tidak ada berita baru, kulihat sampulnya ternyata edisi
bulan lalu. Pantas saja!, makiku dalam hati. Kupilih artikel-artikel
yang ringan saja.
Beberapa saat kemudian aku dikejutkan dengan sebuah hembusan nafas
dan gigitan di telingaku. Saking asyiknya membaca artikel tentang
penjelajahan ruang angkasa aku sampai tak sadar berada di mana.
“Heyy.. Pencuri masuk ke rumahku!” sebuah bentakan pelan dan lembut terdengar.

“Haa.. Haa.. Hi.. Hii. Kaget ya, makanya jangan suka masuk rumah orang tanpa ijin!” lanjutnya.
Rupanya Hannyku. Ia berdiri membungkuk agak menyamping. Ia hanya
mengenakan daster longgar sehingga payudaranya terlihat menggantung
malu-malu. Rambutnya basah dijepit dengan jepitan rambut ke atas
sehingga tengkuk yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan lehernya yang
jenjang seakan-akan menantangku.. Sekilas harum sabun mandi dan shampo
tercium olehku. Ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan melihat majalah
yang kubaca. Dadanya sekilas menyentuh lenganku. Aliran hangat mulai
menjalari tubuhku.
“Nggak, aku tadi ketuk-ketuk pintu nggak ada sahutan, akhirnya
kubuka karena tidak terkunci. Kulihat kamar sampai dapur juga kosong”,
kataku sambil menatapnya.

“Kamu nggak lihat sampai kamar mandi sih, kan kita bisa mandi bersama”, katanya manja.

“Aku sudah mandi. Cium ketekku kalau tidak percaya”

“Hussh.. Mulai kurang ajar kamu. Orang tua disuruh cium ketek”.

“Kok nggak kedengaran mandinya”.

“Iya, tadi baknya masih kosong sehingga aku mandi pakai shower, sekaligus keramas”.

“Berapa ronde tadi malam?” kataku menggodanya tanpa merasa cemburu.
Wajar saja ia digauli suaminya. Aku saja yang memang kurang ajar.

“Idiih, kamu ini memang benar-benar..”.
Tangannya mencubit pinggangku. Kali ini tegangan listrik yang
mengalir di tubuhku naik secara mendadak, tapi kemudian normal lagi.
Kalau saja tubuhku ini alat elektronik tentu akan cepat jebol karena
tegangan yang naik drastis melebihi tegangan normal.
Ia duduk di sampingku dan menempelkan tubuhnya dilenganku. Kembali
dadanya menyentuh lenganku. Suhu tubuhku kurasakan makin naik.
“Sudah selesai ujian semesternya?”

“Sudah kemarin. Tadi malam keenakan tidur dan bangun kesiangan”.

“Baca apa sih asyik sekali?”

“Ini ada artikel tentang ruang angkasa”.

“Apa sih istimewanya?” tanyanya lagi.
Selama enam bulan aku mengenalnya, ia memang tidak berminat dengan
soal-soal iptek. Ia sendiri mengakui bahwa wawasannya tentang iptek dan
politik sangat kurang, namun kalau diajak bicara tentang kondisi
kampung, trend busana dan hal-hal yang bersifat umum masih lumayan.
Meski komentarnya kadang-kadang konyol dan terasa dangkal. Aku
memakluminya, karena memang tidak ada orang yang sempurna. Nobody’s
perfect.
Aku memang tidak menemukan inner beauty dalam dirinya. Ketertarikanku
semata-mata hanya karena nafsuku dan bentuk tubuhnya yang aduhai.
Kadang-kadang bahkan aku berpikir bahwa inisiatifnya untuk variasi
dalam bercinta bukanlah karena romantisme atau pengetahuan tentang
hal-hal yang baru dalam hal hubungan sex, tetapi lebih merupakan sebuah
naluri. Tapi toh aku menikmatinya juga.
Kuletakkan majalah yang kubaca dan kulingkarkan tangan kananku di
belakang bahunya. Kumainkan tali bra-nya. Ia duduk di samping kananku.
Jemari kanannya memegang tanganku yang ada di tubuhnya, sementara
tangan kirinya menyingkapkan celana pendekku dan mengusap pahaku.
Kepalanya disenderkan di dada kananku. Kuciumi rambutnya yang masih
basah. Segar. Bulu kakiku ditariknya pelan-pelan. Nafsuku
perlahan-lahan tapi pasti mulai meningkat.
“Han! Yang”

“Hmm.. Apa”

“Sudah berapa lama kita tidak bercinta?” tanyaku

“Hmm.. Kamu ujian dua minggu. Yah.. Kira-kira tiga atau empat mingguan”.

“Kalau aku ingin sekarang?” tanyaku dengan napas tertahan.

“Hussh.. Eka sebentar lagi pulang lho!”
Kami diam sambil terus kuciumi rambutnya. Ketika kucium tengkuk dan
telinganya ia menghindar dan mengerang pelan,” Nghh.. Eeehh..”.
“Kamu ingat waktu kita bercinta di Ciawi pertama kali. Kusetubuhi kamu dengan cepat tanpa melepaskan bajumu?”
Ia berpikir sebentar dan mengangguk. Matanya berbinar dan bibirnya
tersenyum. Agaknya dalam hal-hal yang menyangkut hubungan badan ia
sangat cepat ingat dan tanggap.
“Kenapa? Kamu memang nakal sekali. Anto.. Anto”. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan badannya bergetar merinding.

“Hiihh”.

“Aku ingin mengulanginya sekarang, disini”.
Kuremas dadanya dan kucium lehernya. Ia memberikan gerakan menolak,
namun dengan lembut kuremas dadanya dan kucium keningnya agak lama. Ia
menyerah.
Kurebahkan badannya ke sofa, aku duduk dibawah di dekat kepalanya.
Kucium Hanny mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, leher dan
kemudian bibirnya menyambut bibirku dengan lumatan ganas. Ketika daguku
yang berjenggot pendek kugesekkan ke lehernya ia meronta-ronta.
“Uffppss.. Sakit dan geli yang”.
Kini kami berciuman dengan dalam, french kiss. Tanganku meraba
pahanya yang tertutup daster. Kumainkan jariku mengikuti garis celana
dalam di pahanya. Tanganku ke bawah dan kusingkapkan dasternya.
Bulu-bulu halus di kakinya kumainkan. Lututnya kucengkeram dengan lima
jariku dan kugesek-gesek dengan kukuku. Ia melenguh.
“Uuhh.. Geli sayang”.
Digigitnya telingaku dan lidahnya terjulur menjilati lubang telingaku. Kepalaku mengelinjang menahan geli.
“Rasain sekarang..” katanya.
Tanganku mulai menarik ban celana dalamnya. Ia tiba-tiba tersentak dan bangkit dari sofa.
“Kenapa Hanny?” tanyaku kuatir kalau ia marah padaku.
Ia diam saja dan melangkah ke pintu, membukanya, memindahkan
sandalku ke dalam dan “Klik” ia menguncinya. Korden jendela kaca depan
dibiarkannya terbuka. Ia hanya mengecek korden kain transparan yang
melapisi korden utamanya. Ia yakin bahwa jika ada orang yang datang dan
menempelkan matanya di kaca jendelapun tidak akan melihat apa-apa di
dalam rumah.
Aku berdiri dan menyongsongnya.
“Pengamanan level pertama”, katanya sambil tersenyum.
Akupun tersenyum pula. Hebat sekali Hannyku ini. Akupun ingat waktu
kejadian pertama di kamar kosku, ketika ia memasukkan sandalnya dan
sepatuku ke dalam kamar.
Kembali kami berciuman. Lidah kami saling memilin dan menjepit.
Sedot menyedot silih berganti. Kubawa dia kembali ke sofa dan segera
kubaringkan. Tanganku menyusup dari bawah dasternya dan menarik celana
dalamnya, melanjutkan pekerjaan tadi yang sempat tertunda. Tangannya
bergerak akan melepas jepit rambutnya, tapi kutahan.
“Jangan! Biar saja begitu. Aku sangat menikmati keindahan tengkukmu!”
Ia mengangkat pantatnya memudahkan aku melepas celana dalamnya. Aku
berdiri di dekat kepalanya dan tak lama kemudian celana pendek dan
celana dalamku sudah terlepas ditangannya. Ketika aku mau melepas kaus
ditariknya tanganku sehingga aku jatuh diatas tubuhnya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pahanya. Dasternya sudah tersingkap
benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai ke pangkal
pahanya. Ketika sampai di celah sempit antar dua pahanya, kumasukkan
jari tengahku, dan kugaruk-garuk dinding vaginanya.
“Ah sayang. Kamu semakin nakal dan.. Pintar”.
Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas
buah dadanya dari luar. Tangannya membalas dengan memegang bahkan
mencengkram keras kejantananku. Terasa sedikit ngilu tapi nikmat. Kami
memutar tubuh pelan-pelan karena tempatnya sempit. Dia mengarahkan agar
posisiku di bawah. Akhirnya dengan susah payah karena ia tidak mau
melepaskan pelukannya sementara tempat sempit, namun akhirnya aku sudah
ditindihnya.
Dengan ganasnya ia menciumiku, seperti seekor elang yang
mencabik-cabik buruannya. Terus ke leher dan lenganku yang terbuka.
Diciuminya bulu ketiakku, dihirupnya napas dalam-dalam. Aku yakin saja
karena sudah kuamankan dengan Eternity sebelum berangkat tadi. Kemudian
ia menyingkapkan kausku, menjilati dan menggigit putingku. Lidahnya
kemudian menjilati bulu dadaku dan bibirnya menggigit serta menariknya
pelan.
Tidak lama kemudian kepalanya turun ke selangkanganku dan ia telah
mengulum, menghisap kepala meriamku dan tangannya mengurut serta
meremas batangnya. Pandai sekali ia memainkan meriamku.
“Hannyku.. Sayang.. Ohh. Ohh. Ahh. Nikmat sekali sayy” Aku pegang
kepalanya dan aku tahan agar ia tidak melepaskan kulumannya pada kepala
meriamku.
Aku bangkit dan kudorong ia ke belakang. Kembali aku berada di atas
tubuhnya. Kusingkapkan dasternya sampai di dadanya. Bra transparan
warna krem tidak mampu memuat gundukan payudara dan tidak mampu
menyembunyikan putingnya. Kulepaskan kaitan bra-nya di punggung dan
kutarik cup-nya ke atas. Kini giliranku menjilat dan menciumi
putingnya.
“Ayo sayang.. Jangan.. Kau permainkan aku.. Ayo masukkan!! Sekarang.. Ya.. Ohh. Oohh.”
Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis
gundukan payudaranya dengan mulutku dan kusedot, kukulum, kupilin dan
kugigit dengan lembut putingnya.
“Ah.. Gil.. La.. Ennak ssayang.. Kamu.. Ohh.. Oohh”
Kukocok penisku dan kuarahkan ke guanya kemudian dengan sekali
hentakan sudah masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Kupompa perlahan
lahan. Tubuhnya meronta-ronta. Kedua gunduk payudaranya bergoyang
kencang. Kuraih payudaranya kanannya dengan tangan kiriku, aku pelintir
putingnya sebelah kiri dan mulutku masih menggigit halus puting
kanannya. Ia menghentakkan badannya ketika putingnya kugesek dengan
daguku yang tiga hari tidak bercukur.
Kaki kananku kuturunkan ke lantai, sedang kaki kiriku kuluruskan
sejajar permukaan sofa. Hanny mengangkangkan kakinya. Kaki kananya di
naikkan ke sandaran sofa. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula
ia meronta.
Kedua kakinya ia jepitkan diatas tubuhku. Sampai akhirnya ia
menggelinjang, kedua tangannya menekan keras kepalaku ke atas
payudaranya. Ia hampir mencapai orgasmenya. Jepit rambutnya sudah
terlepas dengan sendirinya, rambutnya sudah acak-acakan dan sebagian
tergerai menempel di pipi dan mukanya yang basah oleh keringat.
“Ayo sayang. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo.. Sayang, yah.. Please.”

“Iya ss.. Say, aku juga se.. Se.. Bentar la.. Gi..”.
Kedua tangannya meremas pantatku pantatku dan membantu mempercepat
gerakan pinggulku. Kocokanku semakin kupercepat ketika kurasakan lahar
panas akan meledak dari kepundannya.
“Yangg.. Oh.. Aku.. Ma.. U kel.. Luu.. Arr”

“Ohh.. Kita sama-sama.. Ouhh.. Yeeaah!”
Kukunci tangannya dan kuhempaskan tubuhku dengan kuat. Akhirnya bersama-sama kami mencapai orgasme yang luar biasa.
Kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya. Ia memelukku, mencium kening dan bibirku.
“Terima kasih.. Sayang. Kamu benar-benar gila tapi perkasa dan hebat”.
Kutinggalkan rumahnya dengan langkah ringan. Sebelum masuk ke pagar
rumahku, sekilas kudengar Eka berlari pulang dan memanggil Mamanya.
Hmm, nyaris saja. Pengalaman yang seru dan menegangkan.
Sorenya Eka ke kamarku dengan membawa sebuah botol yang dibalut
dengan kertas koran. “Dari Mama”, kata Eka sambil menyerahkannya
kepadaku. Eka kemudian mengeluarkan buku pelajarannya dan sebentar
kemudian aku sudah menerangkan kepadanya sampai jelas. Eka pamit
pulang.
Kubuka kertas koran yang membungkus botol tadi. Sebuah botol pendek
warna gelap. Label botol jelas dengan sengaja telah dirobek. Kubuka
tutupnya dan kucium, bau anggur. Kemudian kulihat dengan lebih jelas
lagi. Ternyata ginseng yang direndam dalam anggur kolesom. Kuperiksa
koran pembungkusnya. Ada secarik kertas dan kubaca.
“Anggur merah cintaku. Nikmatilah diriku setiap saat kau mau. Ttd.. Honey”
Setelah beberapa kali bercinta dengan cara kilat, kami sepakat
untuk menamakannya “Quicky.. Quicky” atau Q.. Q. Kedengarannya agak
nakal dan jenaka tetapi nuansa romantisnya.
Secara iseng aku pernah menganalisis pelesetannya. Kalau Q.. Q
diucapkan dalam bahasa Inggris “kyu.. Kyu”. Aku tidak tahu persis
apakah kyu dalam bahasa Mandarin berarti sembilan. Tetapi sering
kuperhatikan kalau dalam dunia perjudian kyu-kyu adalah 9-9. Kembali
diucapkan dalam bahasa Inggris “nine-nine”. Kalau diucapkan dengan
cepat maka seolah-olah terdengar seperti “nenen”. Tahu arti kata
“nenen?”. Kalau nggak tahu, keluar dan jangan baca situs ini lagi!
Kode untuk keadaan aman adalah korden yang ditutup setengahnya.
Untuk ajakan Quicky.. Quicky adalah tanda lingkaran dari pertemuan jari
tengah dan ibu jari sementara jari lainnya lurus.
Quicky.. Quicky menjadi selingan kami dalam menuntaskan gairah
bercinta ketika keadaan memang mengijinkan tapi waktunya sempit.
Akhirnya kami bercinta ala Quicky.. Quicky di kamar kosku sampai
beberapa kali. Kalau ia menghendaki Quicky.. Quicky di kamar kosku, ia
mendatangiku dengan daster tanpa mengenakan celana dalam, dadanya
kadang memakai bra kadang tidak. Atau ia memakai celana pendek tanpa
celana dalam, atasnya memakai kaus YCS tanpa bra.
Kurasakan Quicky.. Quicky membuat suasana agak menegangkan karena
diburu waktu, namun ada sensasi tersendiri ketika kami sudah
menggelepar lemas. Kadang-kadang kutunggu Hanny sehabis senam dan kami
check in di Bogor lalu pulang sebelum senja. Sekali kami pernah
melakukannya pada malam hari di teras belakang rumahnya yang terlindung
dengan beralaskan karpet setelah lampunya kami matikan terlebih dahulu.

E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar