Cerita Plus Plus

Cerita Seks dan 17 Plus Plus Cerita Panas Cerita Dewasa Cerita Ngentot Pengalaman ML Pengalaman Sex Pengalaman Seks Meniduri Pembantu

window.open('http://graizoah.com/afu.php?zoneid=3334601')

Kamis, 05 September 2013

Outward Adventure


Suatu malam sekitar jam delapan aku bertemu dengan Hanny sedang membeli
makanan di warung depan sana. Ketika penjaga warung mengatakan tidak
ada uang kecil untuk kembalian belanjanya, Hanny meminta biarlah
kembaliannya dibelikan permen saja. Kulihat ia mengambil permen rasa
mint. Ketika pulang dan melewatiku ia mengedipkan sebelah matanya. Di
depan perutnya kulihat jari tengah dan ibu jarinya membentuk lingkaran,
jari lainnya lurus. Aku mengangguk. Aku tidak jadi beli alat tulis yang
rencananya tadi akan kubeli.

Kubiarkan ia berjalan pulang duluan. Kutahan langkahku sambil
ngobrol dengan tetangga sebelah lainnya di mulut gang. Setelah
berbasa-basi sebentar kemudian akupun pulang. Perlahan-lahan kulewati
rumah tetanggaku, kuda binalku itu. Kulihat ia menunggu di pintu pagar
depan rumahnya. Ia berbisik dan memberi tanda dengan tangannya agar aku
lewat pintu pagar samping dan ke teras belakang.

Kubuka pintu pagar samping rumahnya dan menuju teras belakangnya.
Teras belakangnya ini sangat terlindung dari pandangan orang yang lewat
di gang. Terlihat gelap karena lampunya dimatikan. Hanny sudah duduk di
lantai teras belakang menungguku.

“Say.. Mau ya? Aku sendirian sampai jam sepuluh malam ini” katanya.
Aku hanya diam dan memberi isyarat dengan mukaku. Kuperhatikan
lantai terasnya sudah dilapis dengan karpet tebal 2 X 1, 4 m. Hannyku
memang luar biasa. Ia selalu cekatan untuk urusan bercinta.
Aku duduk di sampingnya dan ia menggeser duduknya lalu memelukku
dari belakang. Saat itu ia mengenakan baju tidur yang tipis sehingga
lekuk-lekuk tubuh indahnya jelas membayang meskipun keadaan
remang-remang.

Diciumnya tengkukku. Aku menggelinjang. Dadanya dirapatkan di
punggungku. Buah dadanya yang padat menekan punggungku. Tangannya
memegang tanganku dan meremas-remas jariku. Ia menggigit pundakku yang
masih tertutup kaus.

Ada sesuatu yang kupendam dari tadi tapi aku segan untuk mengatakannya. Akhirnya aku bertanya, “Han.. Boleh aku bertanya?”.

“Kenapa tidak boleh. Jangankan bertanya. Menggenjotku di ranjangpun kuijinkan”, katanya dengan nada sedikit tak senang.

“Apakah kamu juga melakukan dengan pemuda lainnya?” kataku sambil menunduk.
Ia terdiam. Aku merasa serba salah dan menyesal bertanya begitu.
“Kenapa kau tanyakan itu?” katanya berbisik sambil mengetatkan pelukannya di tubuhku.

“Aku dengar biasanya, wanita yang sudah agak berumur sering mencari pemuda untuk melampiaskan nafsunya”.

Ia kemudian tertawa kecil. “Maksudmu ini tentang tante girang dan gigolo?”
Aku mengangguk.

Akhirnya kamipun membahas tentang kehidupan antara tante girang dan
gigolo. Banyak sekali kutanyakan hal-hal tentang mereka kepadanya dan
ia menjawabnya dengan fasih. Aku semakin curiga kalau ia termasuk salah
satu tante girang dan kupancing lagi semakin jauh. Justru ia yang
bertanya padaku.

“Aku jadi curiga padamu To. Kamu kok kelihatannya tertarik dengan tante-tante?”
Aku jadi kikuk dan salah tingkah.
“Ahh.. Eee .. Ee ng.. enggak kok”.

“Dari caramu menjawab saya ragu dengan jawabanmu tadi. Aku memang
punya banyak kenalan dan sering berkumpul dengan tante-tante yang
sering berkencan gonta-ganti pasangan dengan anak-anak muda. Aku juga
sering diajak untuk masuk ke dalam dunianya. Aku tidak mau karena aku
sadar bahwa dunia itu tidak cocok untuk keadaanku. Terlalu besar
biayanya. Aku tak mampu. Aku juga mau ingatkan padamu, jangan kamu
masuk dalam dunia mereka, karena sekali kamu masuk maka kamu akan
terjerat dan akan diperbudak mereka. Kamu tidak bisa keluar dari
lingkaran itu. Ingat kata-kataku ini. Ini bukan masalah aku bermaksud
mengekang atau menguasaimu. Kukatakan ini karena aku tak mau kamu
terjerumus”.

Aku menarik napas panjang. Tangannya meremas kejantananku. Aku
membalikkan tubuhku dan dalam posisi duduk di karpet kami akan
mengawali pendakian malam ini. Kulihat sekeliling kami. Gelap karena
lampu teras dimatikan dan malam ini bulan akan muncul selewat tengah
malam. Hanya ada bintang bertaburan yang terlihat jelas karena cuaca
cerah tak berawan. Kurasakan hembusan angin malam, dingin menusuk
kulitku.

Kuperhatikan lagi bagian pekarangannya yang ditumbuhi rumput
manila. Cukup terlindung oleh rimbunnya daun perdu dari pandangan di
jalan. Kubisikkan padanya, “Aku mau bercinta ditemani oleh bintang”. Ia
belum paham dengan kata-kataku.

“Kamu lihat bagian pekarangan yang ada rumput manilanya? Cukup
gelap dan terlindung dari pandangan orang lewat”, kataku lagi. Ia
kelihatannya mulai mengerti dengan arah pembicaraanku.

“Hmm. Kamu selalu penuh dengan ide gila dan liar. Tapi itu yang kusukai darimu”.
Karpet kami gulung dan kami bawa ke atas rerumputan. Kuedarkan
pandanganku sekali lagi untuk meyakinkan bahwa kami tidak terlihat oleh
orang yang lewat di gang. Kemudian segera karpet kami hamparkan di atas
rumput manila. Terasa lebih empuk daripada ketika dihampar di lantai
teras.

Kulucuti celana dalamnya terlebih dahulu. Demikian juga ia melepas
celana pendek dan celana dalamku. Tanganku mengusap pundaknya yang
terbuka. Kucium mesra dan kurasakan tidak ada tali di atas pundaknya.
Kupikir dia tidak memakai bra.

Kususupkan tanganku dari bagian bawah gaun tidurnya hendak meremas
payudaranya. Ternyata masih ada penutup yang masih menghalangiku. Hanny
mengerti pikiranku
“Stripless.. Yang. Buka saja di punggung seperti biasa” bisiknya lemah.
Tanganku ke punggungnya dan sebentar branya sudah kucampakkan ke
atas karpet. Kini kami sudah siap untuk mulai mendaki lereng-lereng
kenikmatan.

Hanny duduk di sebelahku dan menatapku sejenak. Ia merogoh kantung
baju tidurnya dan mengambil sesuatu, merobek lalu tangannya memasukkan
sesuatu tadi ke mulutnya. Ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan
menggerayangi pipi dan telinga dengan mesra. Dari mulutnya tercium
aroma mint yang segar. Rupanya ia makan permen. Kucium jemari tangannya
dan kukulum telunjuknya. Hanny terus mencumbuku. Kupeluk dan kutarik
tubuhnya menindihku. Kakinya membelit kakiku. Tangannya merayap di atas
dadaku yang tertutup kaus. Ia membelai-belai dadaku dengan lembut dan
penuh perasaan.

Ia menindih tubuhku. Bibirnya mencium bibirku, lidahnya mendorong
permen mint tadi ke luar dan menjepit dengan bibirnya. Kujilati bibir
dan permen yang ada dimulutnya. Didorongnya permen ke dalam mulutku dan
gantian ia yang menjilati bibir dan mulutku. Demikian aku dan dia
saling berganti memainkan permen dalam mulut kami sampai akhirnya
habis. Napas kami mulai memburu.

Payudara sebelah kanannya kuremas dengan tangan kiriku sementara
tangan kiriku memainkanbulu halus di pahanya. Hanny mengerang dan
merintih ketika putingnya kugigit kuat dari luar baju tidurnya.
“Aduhh.. Sakit To.. Ououououhh.. Nghgghh”.

Hanny mengusap rambutku dan menjilati lubang telingaku. Aku sudah mulai terangsang. Senjataku mengeras ditindih oleh perutnya.
Bibirnya bergerak ke bawah, ke perut dan terus ke bawah. Digigitnya
meriamku yang sudah tegak. Ia mengisap-isap buah zakarku dan
menjilatinya sampai ke daerah perbatasan dengan anusku. Aku tidak tahan
dengan rasa nikmat yang menjalariku. Kugigit bibir bawahku.
Tiba-tiba meriamku bergerak refleks mengencang memberikan responnya
ketika lidah Hanny menjilat kepalanya. Kemudian kuatur gerakannya
dengan mengendalikan otot Kegel yang sudah kulatih. Kuangkat kepalaku
sedikit, kulihat Hanny dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum
meriamku. Aku terpekik kecil setiap lidahnya yang merah menjilati
lubang meriamku.

Kembali kepalanya ke atas dan bibirnya menyambar bibirku. Kubalas
dengan ganas dan kudorong lidahku ke dalam mulutnya, menggelitik
langit-langit mulutnya. Lidahku kemudian disedotnya dengan kuat. Dia
berjongkok di atas pahaku. Tangannya kemudian meremas dan mengocok
meriamku. Meriamku semakin kaku dan membatu.

“Ouououaahhkk.. Puaskan dahagaku.. Berikan aku..” ia mendesah.
Tidak lama kemudian kurasakan pantat dan pinggul Hanny
bergerak-gerak menggesek meriamku. Dan kemudian.. Blesshh. Kepala
meriamku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa lembab, hangat namun
tidak becek. Kurasakan dinding guanya berdenyut-denyut meremas
kemaluanku. Rupanya dia sudah berlatih senam Kegel dan mempraktekkannya
saat ini.

“Akhh.. Oukkhh”, kami saling merintih pelan.
Kami harus menahan suara kami agar jangan sampai ada orang yang
kebetulan lewat di gang mendengarnya. Hanny mendongakkan kepalanya dan
kujilati lehernya. Ia terus menggoyangkan pantat dan memainkan otot
kemaluannya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan akhirnya
semua batang meriamku sudah ditelan oleh guanya.

Pantatnya bergerak naik turun untuk mendapatkan kenikmatan. Kadang
gerakannya berubah menjadi maju mundur atau berputar-putar. Sesekali
gerakannya menjadi pelan dan kontraksi ototnya dikuatkan mengurut
meriamku. Kemudian ia mengangkat pantatnya dan dengan pelan
menggesek-gesekkan bibir guanya pada kepala meriamku beberapa kali dan
kemudian dengan cepat menurunkan pantatnya hingga seluruh batang
meriamku tenggelam terhisap dalam putaran pantatnya. Ketika batang
meriamku terbenam seluruhnya hingga mendesak dasar rahimnya ia bergetar
dan kepalanya semakin mendongak. Napasnya mulai terputus-putus.

Kusingkapkan gaun tidurnya dan kubuka lewat kepalanya. Kini ia
telanjang bulat. Kuisap puting buah dadanya yang sudah membatu.
Tangannya tidak mau kalah dan tergesa-gesa melepaskan kausku.
Gerakannya semakin liar. Tanganku memeluk punggungnya. Badanku
seolah-olah seperti menggantung pada badannya. Kuisap payudaranya yang
bergoyang-goyang mengikuti gerakannya.

Ia memelukku dan merebahkan tubuhnya ke atas tubuhku. Gantian dia
mengeksplorasi area sekitar dadaku sampai dada dan bulu dadaku basah
oleh jilatan ludahnya. Kini gerakannya pelan namun bertenaga penuh.
Pantatnya naik ke atas sampai meriamku lepas, kemudian ia menurunkan
lagi dengan pelan dan kusambut dengan gerakan pantatku ke atas. Kembali
meriamku menembus guanya. Ketika meriamku mentok di rahimnya kami
berdiam sebentar dan memainkan otot kemaluan seluruh batang meriamku
mulai dari pangkal hingga ke ujung seperti diurut. Mendesak dan didesak
dinding vaginanya.

Tangannya meremas dan menjambak rambutku, punggungnya melengkung
menahan kenikmatan. Mulutnya merintih dan mengerang agak keras. Kututup
mulutnya dengan tanganku.

“Ssstt..!”, bisikku, “Jangan sampai nanti kami jadi tontonan orang.”

“Anto.. Ouhh Anto, aku mau.., aku mau kelu.. ar”

“Sshh.. Shh.. Akupun.. Ju.. Ggghh”

“Anto sekarang ouhh.. Sekarang” ia memekik tertahan.
Kubalikkan tubuhnya. Hanny mengejang, kakinya membelit kakiku.
Mulutnya mencari-cari bibirku dan kusambut agar ia tidak
merintih-rintih. Vaginanya berdenyut kuat sekali dan pantatnya bergerak
ke atas menyambut tusukan terakhirku setelah semua otot yang mendukung
ketegangan penisku kukencangkan dan kutahan. Pantatku bergerak kebawah
dengan keras hingga meriamku terasa sakit. Mungkin sampai lecet karena
iapun mengencangkan otot vaginanya. Tembakanku memancar deras dan
sebagian mengalir keluar ke pahanya. Vaginanya terasa becek, namun
sempit. Kupeluk punggungnya dan kuusap dengan kuat dari leher sampai ke
pinggangnya.

Tubuhku melemas di atas badannya. Kucabut penisku yang sudah
mengecil dan berbaring di sampingya. Kukecup lembut bibir dan
keningnya. Tubuh kami yang basah oleh keringat terasa segar ketika
angin bertiup agak kuat.

“Terima kasih Anto, kuda arabku. Kau sungguh hebat sekali. Aku
nggak tahan setiap bercinta denganmu. Tubuhku serasa remuk semua” ia
berbisik di telingaku.

“Akhirnya kita nggak jadi Q.. Q, malahan masuk dalam sebuah permainan yang baru”, katanya lagi.
Aku diam saja sambil mengelus-elus dan mencium rambutnya. Akhirnya
Hanny bangkit setelah napasnya teratur dan menghela napas dalam-dalam.
Ia mengenakan kembali gaun tidurnya. Akupun memakai celanaku dan
sama-sama masuk ke dalam kamar mandi membersihan tubuh kami dari
keringat dan ceceran sperma yang lengket di tubuh kami.

Setelah kembali ke pekarangan, membereskan karpet arena pertempuran
tadi, Hanny kelihatan sedang memasak di dapur. Kudekati dan kulihat
lima butir ayam kampung di dalam panci. Begitu air mendidih segera ia
mengangkat telur ayam tadi, memecahkannya dalam sebuah gelas, menaburi
dengan lada dan kecap asin ia mengaduknya. Diminumnya sebagian telur
setengah matang tadi dan kemudian sisanya diberikan kepadaku dan segera
kuminum sampai tandas. Aku pulang setelah memberikan french kiss yang
ganas.

Aku duduk di atas karpet di dalam kamarku merapikan pakaian yang
kupakai tadi. Sebuah pengalaman yang baru. Kupikir tadinya kami akan
melakukannya dengan cepat, namun kini kami mempunyai sebuah pengalaman
baru yang indah. Bercinta di tempat terbuka.

“Wuuiihh, dahsyat man!!”, kataku dalam hati.
Paginya kuintip dari jendela, Hanny sedang menyapu. Ia dalam posisi
membelakangi kamarku, daster bagian belakangnya sedikit naik karena ia
menyapu sambil membungkuk. Kubayangkan sebentar kalau kami bercinta
dalam posisi doggie style. Kubuka kaca nako dan aku bersiul. Ia
menoleh, meleletkan lidahnya, menggoyangkan pantatnya dan kembali
melanjutkan menyapu.

Beberapa hari kemudian Hanny mengajakku berenang di Cisarua.
Sebenarnya kalau aku disuruh berenang sendirian ke sana, I.. Hh, sorry
saja. Aku bisa kedinginan. Namun karena ada bara yang akan
menghangatkanku dengan senang hati kuikuti ajakannya.
Hanya ada beberapa orang yang berenang di sana. Kupikir karena hari
ini bukan hari libur atau akhir minggu. Jadi paling-paling hanya orang
dari Bogor dan sekitarnya saja yang datang.

Selesai berenang kami tidak langsung pulang namun Hanny mengajakku
jalan-jalan di kebun teh. Kami menyusuri jalan setapak, namun kemudian
Hanny menyeretku masuk ke dalam kerimbunan rumpun teh agak jauh dari
jalan setapak tadi. Yang kelihatan dalam pandangan kami cuma daun dan
pohon teh saja. Jalan raya dan jalan setapak sudah tidak kelihatan.
Kami berhenti dan tidak lama kedua tangannya menggayut manja di
leherku.

Dikeluarkannya handuk besar yang dipakai mengeringkan tubuh seusai
berenang tadi. Dihamparkannya di atas rerumputan di antara pepohonan
teh. Hmm.. Rupanya ia akan mengulangi peristiwa di pekarangan rumahnya.
Matahari sudah agak condong ke barat. Udara dingin menyapu tubuh kami.
“Ada orang lewat nanti Han!” kataku mengingatkan.

“Tidak ada. Pemetik teh tidak akan datang ke kebun sore-sore
begini. Kalau nanti ada yang lewat pasti dia pasangan berbeda jenis
seperti kita yang juga mencari tempat”, katanya sambil tertawa kecil.
Benar juga kupikir. Mungkin kalau hari libur banyak orang Jakarta
yang mencari udara segar bisa saja tersesat sampai di tempat kami,
namun sekarang bukan hari libur. Jadi kupikir aman saja. Resiko selalu
ada, namun masih imbang dengan keuntungannya.

Tidak lama kemudian kami berdua sudah berbaring berpelukan dalam
keadaan bugil. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih,
nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan tubuhnya sehingga membelakangiku.
Kuciumi tengkuk, cuping telinga, leher dan punggungnya.

“Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan say..”
Kami kembali berbaring miring berhadapan. Kuremas dadanya dengan
kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku cepat mengeras. Mulutnya mencari
bibirku ketika bibirku sedang menjilati lehernya. Kuangkat sebelah kaki
yang ada di atas dan kucoba memasukkan kemaluanku ke dalam vaginanya.
Beberapa kali kucoba dan hanya kepala penisku yang bisa menyentuh bibir
vaginanya. Akhirnya Hanny memajukan pantatnya, dada dan kepalanya
menjauh dari tubuhku. Dalam posisi demikian akhirnya dengan kerja keras
aku bisa menembus guanya.

Kudorong pantatku maju mundur dengan pelan. Agak sulit melakukannya
dalam posisi miring. Kuputar badannya, tubuhku kini ada di atasnya.
Kugenjot vaginanya. Tak berapa lama kembali ia memainkan otot
vaginanya. Aku membiarkan ia bermain sendiri tanpa membalas kedutan
ototnya.

Pantatku kunaik-turunkan dan rasa nikmat menjalar di sekujur tubuh
kami. Kadang pantatku kugantung dan ia menaikkan pantatnya, menyongsong
dari bawah. Demikian dalam posisi ini kami bertahan beberapa saat
sampai akhirnya aku merasakan denyutan yang kuat di ujung penis dan
sualtu liran yang cepat mengalir dalam saluran kencingku.

Keringat sudah membanjir di tubuh kami. Dinginnya udara tidak
terasa lagi. Kupacu kudaku mendaki lereng terjal menuju ke puncak penuh
kenikmatan. Kami saling memagut, mencium, meremas dan menjilat bagian
tubuh yang bisa kami capai dengan mulut dan tangan kami.
“Aku tidak tahan lagi. Hebat kamu To, aku keluar.. Oukhh”

“Eeahh.. Haahhnn .. Nnyyhh!”
Ia berteriak dan melengkungkan badannya. Kuselesaikan permainan ini
dengan sempurna. Kutekan kemaluanku sedalam yang aku bisa. Tangannya
mencengkeram handuk. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali napas
kami yang hampir putus.

Hanny memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, dalam posisi di atasku.
“Luar biasa kamu Anto, aku.. Seperti.. Tidak mau melepaskanmu”.

“Akupun sangat puas, permainanmu juga hebatth”, kataku sambil mengacungkan jempol.
Kami turun ke Bogor dan pulang ke rumah. Malamnya ia ke kamar kosku
sambil membawa sekantung anggur hijau untukku. Ia memberi kode jari
tengah bertemu dengan ibu jari. Aku menggeleng, kukatakan bahwa
tenagaku sudah habis, nanti malah kamu kecewa. Luar biasa wanita ini,
seakan gairahnya tidak pernah padam. Ia tersenyum, mengerti dengan
keadaanku yang memang sangat kelelahan. Akhirnya ia pulang dan akupun
tidur dengan memeluk guling erat-erat.

Pengalaman berikutnya terjadi setelah kami bergumul ria di sebuah
bungalow di kawasan Puncak. Sengaja kami memilih bungalow yang paling
ujung dan sudut. Di belakang bungalow ada tanah kosong yang ditanami
rerumputan selebar tiga meter dan kemudian dibatasi dengan tembok yang
mengelilingi kompleks bungalow. Keadaan di belakang bungalow ini tidak
akan terlihat dari sudut manapun.

Satu babak permainan yang panjang dan liar sudah kami selesaikan
dengan satu hentakan dan dengusan napas panjang. Keadaan ranjang
berantakan sekali. Sprei sudah terlepas dan tersingkap kemana-mana.
Bantal dan guling berjatuhan di lantai. Pakaian berceceran di lantai.
Setelah mandi bersama dengan air panas kubawa kursi plastik tanpa
sandaran tangan yang ada di teras bungalow ke belakang. Aku
bertelanjang ada, hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam.
Kupikir mengenakan celana dalampun percuma. Tetanggaku yang binal ini
masih minta extra show.

Aku duduk sambil mengamati bunga yang banyak tumbuh di sana.
Sejuknya udara puncak membuatku berniat masuk ke kamar. Tapi sebelum
aku beranjak Hanny telah menyusulku dengan mengenakan jubah mandi. Aku
yakin 101%, dia tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya.

“Enak juga duduk disini, sepi”, katanya sambil menjatuhkan pantatnya di pangkuanku. Tangannya langsung merangkul leherku. Hhh..
Kami mengobrol sambil sementara tubuhnya masih berada dipangkuanku.
Sejuknya udara hilang begitu saja karena panas tubuh kami yang saling
menghangatkan. Hanny mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya,
“Lagi dong.. Yang!” bisiknya lirih.

Kuubah posisi duduknya sehingga ia kupangku dengan tubuh
berhadapan. Kutarik rambutnya ke belakang sehingga kepalanya menengadah
dan lehernya yang putih mulus segera basah oleh jilatan dan kecupanku.
Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian kutarik tali
jubah mandinya. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok putih
mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk
kulumat. Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.
“Ohh.. Teruss To.. Teruss..!” desahnya.

Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti kelereng, sementara
tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan
semakin keras terdengar dari mulutnya. Kemudian ciumanku beralih ke
ketiaknya. Hanny mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan
padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya
terpejam dan kepalanya menengadah.

Ia mengikik ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri
menempel pada perutnya. Tanpa basa-basi, ia menyambar kejantananku
serta meremas-remasnya.

“Oh.., ennaakk.., terussh..!”
Desisanku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh.
Ia kemudian melepaskan pelukanku dan berjongkok. Ditariknya celanaku
hingga terlepas dan dengan serta merta melumat kepala kejantananku.
“Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat..” Dikeluarkannya seluruh kemahirannya.
Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak
kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan semangat, bibirnya
mengulum dan tangannya mengurut kejantananku. Aku terbuai dengan sejuta
kenikmatan. Tangannya terus mengocok, dan mulutnya terus melumat dan
memaju-mundurkan kepalanya.

“Oh.. aduhh..!” teriakku dengan penuh kenikmatan.
Kuangkat lengannya, kami berdiri, kemudian berputar, kududukkan dia
di atas kursi. Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya
dibuka lebar. Kusibakkan pahanya semaik lebar. Aku melihat vaginanya
yang berwarna merah muda dengan rumput hitam yang tebal tapi ditata
rapi..

Aku berjongkok di depannya. Jari tengah dan ibu jariku membuka
vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati
seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.

“Oh.. teruss.. An.. To.. Aduhh.. Nikmat..”.
Aku terus mempermainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah.
Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat di belahan
vaginanya dan lidahku terus berputar-putar di dalamnya.

“Anto.. oh.. teruss sayamgg.. Oh.. Hhh!!”.
Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat
gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi
lidahku.

“OOoh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss..” teriakannya semakin merintih.
Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat
pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin
membanjir. Sebagaimana yang ia lakukan kepadaku, aku juga tidak
memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Vaginanya
sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa
sedikit asin tapi nikmat.

“Sudah To.. Sudah.. Ayo kita..!!”
Aku meraih tangannya dan kubaringkan di atas rumput. Rambutnya
sudah awut-awutan, jubah mandinya sudah melorot. Dengan sedikit
mengerakkan badan, maka jubah mandinya pun terlepas, menjadi alas
tempat kami bergulat. Kemudian kami sama-sama berpagutan bibir.

Ternyata, wanita cantik ini benar-benar sangat agresif dan ekspresif.
Kugulingkan badanku, aku ingin untuk sementara ia yang
mengendalikan kapal. Ia menjilat leher kemudian dada dan putingku. Aku
merasakan nikmat yang luar biasa. Hanny tersenyum. Lalu kucium
bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya dimasukkan ke dalam mulutku,
menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku
membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.

Gairah kami semakin bergelora dan kini saatnya untuk menimba
kenikmatan. Kutarik buah kejantananku sehingga kelihatan semakin tegak
dan memanjang. Pinggulnya naik dan bergerak di atas pahaku. Kumasukkan
kejantannaku ke dalam vaginanya yang basah. Blesshh..
“Hhhahh!! Ooh.., enakk..”.

Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang ke dalam vaginanya.
“Oh.., Gimana.. Rasanya sayang.., Ouuh!!” ia berbisik.
Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Hanny terus menggoyangkan pinggulnya.
“Oh.. Hannyku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..”.

Pinggulnya kuhujamkan lagi lebih dalam. Hanny dengan hentakan
pinggulnya yang maju mundur, naik turun dan berputar semakin
menenggelamkan kontolku ke liang kenikmatannya.
“Oh.. Isap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!” Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.

“Oh.. Hanny.., terus lebih cepat..”, teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin di percepat. Tangannya menekan kuat
dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan
pinggulnya agar bisa saling memberikan kenikmatan.
“Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uu.. Keluuaarr.. Oh..!” ia mendesah.

“Jangan.. Ta.. Han dulu aku masih ingin menik.. Mati tu.. Buh.. Mu!” kataku terengah-engah.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kulminasi kepuasannya.
Kemudian aku membalikkan tubuhnya, sehingga posisinya di bawah.
Kuputar dan kunaikturunkan pinggulku. Iapun membalasnya dengan gerakan
berlawanan. Kalau aku berputar ke kiri, ia ke kanan. Kalau aku
menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku,
maka pinggulnya pun naik menyambut hantamanku sambil memekik kecil.

Kuberikan isyarat agar berhenti dulu sambil beristirahat sejenak.
Kami hanya berdiam dengan saling memeluk. Kali ini tidak ada erangan
atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot
kemaluan kami saling berkontraksi. Rasanya kejantananku seperti diisap
oleh sesuatu yang lembut. Tangannya terus mengelus punggung dan
pinggangku.

Setelah beberapa saat berdiam, maka dengan perlahan aku mulai
menggenjotnya lagi. Kuberikan irama 7-1. Aku menggenjotnya dengan pelan
tujuh kali dan berikutnya kuhempaskan seluruh berat tubuhku di atas
tubuhnya.
“Hhgghhkk..”. Ia menahan napas menahan gempuranku.
Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.
“Ohh.. Hanny.. Geli.. Desahku lirih. Namun Hanny tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.
Karena rangsangan pada putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.
“Oh.. Anto.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kamu..!”

Ia diam hanya menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia
hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik
rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup
gundukan payudaranya kuat sampai memerah
“Ouhh.. Sakit.. Ped.. Dih. Ouhh..!”

Kurasakan aku tidak akan kuat lagi menahan desakan dalam saluran
kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan,” Sekarang.. Yang..
Sekarang”.

Ia mengangguk lemah,” Yyachh.. Eghhkk”.
Begitu semprotan pertama kurasakan sudah diujung laras meriamku,
maka kembali kuhempaskan tubuhku ke bawah. Hanny menyambutnya dengan
menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun.
Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul rerumputan.
Akupun menarik rambutnya dan kepalaku kutekan di lehernya.

“Oh.. To.. Anto.. kau begitu pintar memuaskanku. Gila.. Kau liar sekali kuda arabku”, ujarnya.
Denyutan-demi denyutan berlalu dan semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya dan menggelosor di sampingnya.
“Kalau begini terus rasanya aku tidak usah pakai pakaian saja To” katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.
Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan, udara dingin kembali terasa.
Kami masuk ke dalam. Mandi berpelukan berendam dalam air hangat dan
memejamkan mata. Setelah itu kami makan sate kambing dan minum air jahe
untuk bekal pertempuran berikutnya. Aku sebenarnya sudah puas dan
cukup, namun karena ia memintanya lagi maka aku harus bersiap lagi.

E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar