Sementara itu di tanjakan nagreg..
nuuuut… nuuuttt…
Nada sambung itu lagi.. Lagi ngapain sih si Nita.. Ko susah dihubungin.. Apa lagi di jalan ya..
Aku kembali memandang ke lembah di sisi kanan tanjakan curam yang terkenal sering terjadi kecelakaan itu. Pikiranku kembali melayang saat aku terbengong-bengong mendengar pernyataan teh Indri tentang dirinya yang sudah tidak KB.
Nada sambung itu lagi.. Lagi ngapain sih si Nita.. Ko susah dihubungin.. Apa lagi di jalan ya..
Aku kembali memandang ke lembah di sisi kanan tanjakan curam yang terkenal sering terjadi kecelakaan itu. Pikiranku kembali melayang saat aku terbengong-bengong mendengar pernyataan teh Indri tentang dirinya yang sudah tidak KB.
“SERIUSAN TEH?? Kalo tar teteh..” Aku tidak sanggup melanjutkan kalimatku.
Teteh bohay idolaku itu hanya tersenyum sambil memandangku,
“Hamil maksud kamu Ki? Ya tanggung jawab atuh! Masa iya teteh ngurus bayinya sendirian..”
Teteh bohay idolaku itu hanya tersenyum sambil memandangku,
“Hamil maksud kamu Ki? Ya tanggung jawab atuh! Masa iya teteh ngurus bayinya sendirian..”
Disitu aku baru sadar..
Aku memang sudah ‘dikutuk’ untuk selalu bersama teh Indri saat pertama memanggil namanya di Gym saat dia sedang asyik berlatih di treadmill!
Aku memang sudah ‘dikutuk’ untuk selalu bersama teh Indri saat pertama memanggil namanya di Gym saat dia sedang asyik berlatih di treadmill!
****
Di saat yang sama di KCP Mandiri Jamsos*ek.
Nanang langsung tersadar saat kupanggil namanya. Pandangan kami sempat bertemu sebelum beberapa detik, bibirnya seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya dia tertunduk.
“Napa si? Ga pernah liat kaki cewe emang lo Nang?” Semakin besar keinginanku menggoda OB cungkring dihadapanku.
“Napa si? Ga pernah liat kaki cewe emang lo Nang?” Semakin besar keinginanku menggoda OB cungkring dihadapanku.
“Ca..can teh.. eh maksud saya bu..” Dia menjawab masih dengan wajah tertunduk.
Aku jadi agak kasihan juga dah nyiksa dia sampe begini..
Kedua tanganku menyusup ke balik punggung kemejaku lalu kembali kukaitkan braku yang sempat terbuka tadi. Kedua bola mata Nanang mencuri-curi ke arahku yang pura-pura mengacuhkannya.
Aku yakin dia bisa melihat celana dalamku yang berwarna hitam karena posisiku yang benar-benar terekspos.
Aku masih berlama-lama merapikan letak braku, dengan kaki kananku masi diatas paha kiri Nanang. Kali ini dia lebih berani menatap langsung ke arah daerah intimku. Aku yakin kalau saja aku memakai celana dalam berwarna terang dia pasti sudah melihat vaginaku yang sudah basah!
“Awas tu mata copot tar loh! Hihihi!” Aku kembali mengagetkannya tapi kali ini dia tersenyum menanggapi celetukanku, yang aku tidak siap adalah saat mendengar kata-katanya..
Aku jadi agak kasihan juga dah nyiksa dia sampe begini..
Kedua tanganku menyusup ke balik punggung kemejaku lalu kembali kukaitkan braku yang sempat terbuka tadi. Kedua bola mata Nanang mencuri-curi ke arahku yang pura-pura mengacuhkannya.
Aku yakin dia bisa melihat celana dalamku yang berwarna hitam karena posisiku yang benar-benar terekspos.
Aku masih berlama-lama merapikan letak braku, dengan kaki kananku masi diatas paha kiri Nanang. Kali ini dia lebih berani menatap langsung ke arah daerah intimku. Aku yakin kalau saja aku memakai celana dalam berwarna terang dia pasti sudah melihat vaginaku yang sudah basah!
“Awas tu mata copot tar loh! Hihihi!” Aku kembali mengagetkannya tapi kali ini dia tersenyum menanggapi celetukanku, yang aku tidak siap adalah saat mendengar kata-katanya..
“Abis teteh cantik sih.. Seumur-umur saya ga pernah ngimpi bisa liat teteh nu kos kiyeu..”
Kedua tangan kurus itu kali ini mulai bergerak, dan lucunya dia masih terus berbicara sambil mengurut telapak kakiku yang memang sudah kepayahan dari siksaan high heels setiap harinya.
“Dari semua karyawan di sini, saya mah paling idola ka teh Nita, panggeulisna pokona mah, hehehe!” Sepertinya Nanang makin nyaman sampai-sampai dia lancar berbicara padaku.
Aku iseng menanyakan sesuatu yang selama ini selalu jadi pertanyaan dalam hatiku,
“Kan ada teh Rani, teh Indri, belom lagi teller-teller yang lain kan banyak Nang, gombal lo mah! Hahaha!”
Akupun ternyata semakin nyaman, kedua tanganku tidak lagi berusaha menutupi apa yang ada diantara kedua pahaku, entah kenapa feelingku mengatakan laki-laki ini sepertinya benar-benar tidak berbahaya.
“Ah yang lainnya mah tebel di bedak hungkul teh! Saya pernah ningali ada yang sapuluh menit mekapan hungkul teh! Hahaha!”
“Lagian… Aura teteh mah lain… Kumaha kitu pokona mah! Hahaha!”
Aku sendiri terjebak ingin memburu semakin banyak pujian dari mulut Nanang yang semakin lancar nyerocos sambil terus mengurut betisku.
“Terus? Sekarang gimana? Auw! Pelan Nang di betis gueh! Sekarang lo nilai gue gimana?” Aku mendapati diriku tidak sabaran menanti jawaban dari Nanang..
“Teteh… Seksi…” Aku sedikit terkejut mendengarnya.. Aku tidak pernah menganggap diriku seksi selama ini, apalagi kalau dibandingkan dengan senior-seniorku yang bohay dengan lekukan-lekukan yang diidamkan cowok-cowok!
Tapi tak urung wajahku kembali hangat mendengar pujian polos Nanang, aku yakin dia bisa melihat pipiku yang bersemu merah!
Tapi buru-buru dia menambahkan, “lain seksi nakal loh teh, maksud Nanang mah.. Ah kitulah pokona mah! Hahaha!”
Ketidaksanggupannya mencari kata-kata untuk melengkapi kalimatnya malah jadi semacam pujian tak terduga untukku.
Kubulatkan keputusanku untuk memberikan reward pada Nanang. Tapi dalam bentuk apa.. Aku sendiri masih ragu hadiah apa yang cocok untuk laki-laki kurus dihadapanku..
Kedua tangan kurus itu kali ini mulai bergerak, dan lucunya dia masih terus berbicara sambil mengurut telapak kakiku yang memang sudah kepayahan dari siksaan high heels setiap harinya.
“Dari semua karyawan di sini, saya mah paling idola ka teh Nita, panggeulisna pokona mah, hehehe!” Sepertinya Nanang makin nyaman sampai-sampai dia lancar berbicara padaku.
Aku iseng menanyakan sesuatu yang selama ini selalu jadi pertanyaan dalam hatiku,
“Kan ada teh Rani, teh Indri, belom lagi teller-teller yang lain kan banyak Nang, gombal lo mah! Hahaha!”
Akupun ternyata semakin nyaman, kedua tanganku tidak lagi berusaha menutupi apa yang ada diantara kedua pahaku, entah kenapa feelingku mengatakan laki-laki ini sepertinya benar-benar tidak berbahaya.
“Ah yang lainnya mah tebel di bedak hungkul teh! Saya pernah ningali ada yang sapuluh menit mekapan hungkul teh! Hahaha!”
“Lagian… Aura teteh mah lain… Kumaha kitu pokona mah! Hahaha!”
Aku sendiri terjebak ingin memburu semakin banyak pujian dari mulut Nanang yang semakin lancar nyerocos sambil terus mengurut betisku.
“Terus? Sekarang gimana? Auw! Pelan Nang di betis gueh! Sekarang lo nilai gue gimana?” Aku mendapati diriku tidak sabaran menanti jawaban dari Nanang..
“Teteh… Seksi…” Aku sedikit terkejut mendengarnya.. Aku tidak pernah menganggap diriku seksi selama ini, apalagi kalau dibandingkan dengan senior-seniorku yang bohay dengan lekukan-lekukan yang diidamkan cowok-cowok!
Tapi tak urung wajahku kembali hangat mendengar pujian polos Nanang, aku yakin dia bisa melihat pipiku yang bersemu merah!
Tapi buru-buru dia menambahkan, “lain seksi nakal loh teh, maksud Nanang mah.. Ah kitulah pokona mah! Hahaha!”
Ketidaksanggupannya mencari kata-kata untuk melengkapi kalimatnya malah jadi semacam pujian tak terduga untukku.
Kubulatkan keputusanku untuk memberikan reward pada Nanang. Tapi dalam bentuk apa.. Aku sendiri masih ragu hadiah apa yang cocok untuk laki-laki kurus dihadapanku..
“Naik lagi Nang, ke atas dikit lagi.. Iya.. Hmm.. Iya disitu..” Entah setan mana yang menggerakan mulutku tadi!
Efeknya instan, jemari Nanang merambat naik dari betis.. terus melewati lututku lalu berhenti di daerah pahaku, hanya beberapa senti dari ujung rok yang sudah semakin tersingkap..
Jemarinya yang kontras dengan warna kulitku menari-nari lincah mengurut pahaku..
Aku hanya bisa memejamkan mata dan badanku semakin rileks menerima sentuhan-sentuhan Nanang. Sesekali jarinya mengurut jauh sampai ke balik rokku, yang efeknya seperti aliran listrik yang merambat perlahan naik ke vaginaku yang semakin basah!
“Ssshhss.. Ufff.. Jago banget si lo Nang.. Bisa-bisa gue ketagihan ni..”
“Greek!” Nanang menggeser kursinya lebih maju, ditekuknya kakiku, otomatis semakin terbuka daerah kewanitaanku jadi pemandangan gratis untuk sang OB! Dan kini telapak kaki kananku bertumpu pada ujung paha kirinya, sangat dekat dengan..
Ooppss! Sepertinya aku merasakan ada yang bergerak di dekat telapak kakiku..
Kuamati Nanang yang masih asyik mengurut pahaku tanpa ada perubahan pada raut wajahnya.
Sesaat kemudian..
Nah! Ada yang menggeliat rupanya dibalik celana Nanang dan aku bisa melihat ada gundukan kecil yang mulai terbentuk di celananya..
“Lo nakal juga ya Nang.. Kenapa kaki gue lo buka gini si.. Hmmm.. Kan jadi keliatan..”
Kali ini dia memandangku tajam.. Sinar matanya tidak lagi menunjukkan keragu-raguan, bibirnya tersenyum tipis..
“Keliatan apanya teh? Saya ga paham..” Dia kembali asyik dengan pijatannya pada pahaku, menekan-nekan titik yang memang terasa pegal..
Sialan juga ni anak, pura-pura bego, minta gue yang nyebutin sendiri..
Tapi aku ikuti dulu permainannya..
“Ini.. Punya gue Nang..”
“MEMEK teteh maksudnya? Engga ah.. Kan masi ada celana dalem teteh.. Tapi kayaknya mah udah basah banget tu teh.. Sampe kacium wangina.. Hehehe!”
Efeknya instan, jemari Nanang merambat naik dari betis.. terus melewati lututku lalu berhenti di daerah pahaku, hanya beberapa senti dari ujung rok yang sudah semakin tersingkap..
Jemarinya yang kontras dengan warna kulitku menari-nari lincah mengurut pahaku..
Aku hanya bisa memejamkan mata dan badanku semakin rileks menerima sentuhan-sentuhan Nanang. Sesekali jarinya mengurut jauh sampai ke balik rokku, yang efeknya seperti aliran listrik yang merambat perlahan naik ke vaginaku yang semakin basah!
“Ssshhss.. Ufff.. Jago banget si lo Nang.. Bisa-bisa gue ketagihan ni..”
“Greek!” Nanang menggeser kursinya lebih maju, ditekuknya kakiku, otomatis semakin terbuka daerah kewanitaanku jadi pemandangan gratis untuk sang OB! Dan kini telapak kaki kananku bertumpu pada ujung paha kirinya, sangat dekat dengan..
Ooppss! Sepertinya aku merasakan ada yang bergerak di dekat telapak kakiku..
Kuamati Nanang yang masih asyik mengurut pahaku tanpa ada perubahan pada raut wajahnya.
Sesaat kemudian..
Nah! Ada yang menggeliat rupanya dibalik celana Nanang dan aku bisa melihat ada gundukan kecil yang mulai terbentuk di celananya..
“Lo nakal juga ya Nang.. Kenapa kaki gue lo buka gini si.. Hmmm.. Kan jadi keliatan..”
Kali ini dia memandangku tajam.. Sinar matanya tidak lagi menunjukkan keragu-raguan, bibirnya tersenyum tipis..
“Keliatan apanya teh? Saya ga paham..” Dia kembali asyik dengan pijatannya pada pahaku, menekan-nekan titik yang memang terasa pegal..
Sialan juga ni anak, pura-pura bego, minta gue yang nyebutin sendiri..
Tapi aku ikuti dulu permainannya..
“Ini.. Punya gue Nang..”
“MEMEK teteh maksudnya? Engga ah.. Kan masi ada celana dalem teteh.. Tapi kayaknya mah udah basah banget tu teh.. Sampe kacium wangina.. Hehehe!”
Seharusnya kutampar laki-laki yang mulai kurang ajar itu, tapi yang ada wajahku malah semakin terasa panas dan va.. bukan.. Memekku semakin basah mendengar kata-kata kasarnya!
Kuputuskan untuk membalasnya, telapak kaki bergeser sedikit demi sedikit dan ujung jempol kakiku menyentuh sesuatu yang keras dan berkedut-kedut!
Kuputuskan untuk membalasnya, telapak kaki bergeser sedikit demi sedikit dan ujung jempol kakiku menyentuh sesuatu yang keras dan berkedut-kedut!
Pijatannya berhenti..
Pandangan kami bertemu, saling adu lama, tidak ada yang mau mengalah!
Jempolku bergerak menggesek ujung benda keras di antara paha Nanang,
Gantian kali ini Nanang yang merem melek menerima sentuhan kakiku di batang penisnya!
Pandangan kami bertemu, saling adu lama, tidak ada yang mau mengalah!
Jempolku bergerak menggesek ujung benda keras di antara paha Nanang,
Gantian kali ini Nanang yang merem melek menerima sentuhan kakiku di batang penisnya!
“Iya Nang.. memek gue basah banget nih.. Mau nolongin gue lagi ga?”
It’s time to give him what he deserves..
“I want you to masturbate in front of me Nang..”
Huuff.. Mau copot jantung gueeeeh ngomong gituu!
Nanang memandangku kosong..
Hilang tatapan nakal yang tadi sempat kulihat..
Wajahnya seperti kebingungan..
Huuff.. Mau copot jantung gueeeeh ngomong gituu!
Nanang memandangku kosong..
Hilang tatapan nakal yang tadi sempat kulihat..
Wajahnya seperti kebingungan..
“Ehmm… Teh.. Naon eta teh artina??”
Spontan tepok jidat gue..
Spontan tepok jidat gue..
“Hadooooh Naaaaaaang lo tuh yeeeeeeeee!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar