Cerita Plus Plus

Cerita Seks dan 17 Plus Plus Cerita Panas Cerita Dewasa Cerita Ngentot Pengalaman ML Pengalaman Sex Pengalaman Seks Meniduri Pembantu

window.open('http://graizoah.com/afu.php?zoneid=3334601')

Jumat, 07 Februari 2014

Rejeki Nomplok

Semasa SMU aku dikenal sebagai kutu buku
yang bercita-cita tinggi, yang tak bisa
memegang bola basket, minder terhadap
urusan cewek dan tak punya pacar. Sehingga
hampir setiap sabtu teman-teman
melantunkan lagu Koes Plus untukku, "Sabtu
malam kusendiri..." Namun ketika kami
mengadakan reuni sepuluh tahun kemudian,
ternyata teman-temanku justru terlihat seperti
suami yang hidup di bawah bayang-bayang
istri dan mertua, sedangkan aku justru
mendapat pengalaman-pengalaman seks yang
berkesan. Tanpa sepengetahuan mereka,
pengalaman pertamaku terjadi justru ketika
aku masih mereka kenal sebagai kutu buku.
Berawal dari kepindahan tugas ayahku ke kota
lain, aku si rangking satu di sekolah diminta
kepala sekolah untuk tidak ikut pindah dan
menyelesaikan sekolahku di SMU itu, karena
ada undangan dari Perguruan Tinggi Negeri
ternama di Indonesia agar rangking pertama
dari SMU-ku kuliah di sana. Demi masa depan,
orang tuaku setuju dan menitipkanku di
rumah temannya yang kebetulan anaknya,
Budi, adalah teman sekelasku, sehingga aku
menghabiskan kelas tiga SMU seribu kilometer
jauhnya dari keluarga yang kucintai. Kamar
kost-ku tidak berada di ruang utama
bangunan, tetapi cukup strategis untuk
memonitor penghuni dan tamu yang keluar
masuk rumah itu. Malam minggu itu seluruh
keluarga temanku menghadiri pesta
pernikahan sepupunya, meninggalkan aku si
kutu buku asyik belajar sendiri. Untuk
menghilangkan kantuk, aku menuju dapur di
bangunan utama bermaksud membuat
secangkir kopi dan semangkok mie instan.
Tiba-tiba terdengar pintu pagar terbuka,
rupanya Yumul, adik Budi, pulang lebih awal
ditemani pacarnya Wadi. Mereka sudah
pacaran setahun lebih dan kelihatannya telah
direstui oleh kedua orang tuanya, karena Wadi
meskipun baru berusia 21 tahun tetapi sudah
hampir menyelesaikan kuliahnya dan Yumul
berusia 17 tahun menjelang kelas tiga SMU.
"Tuh liat, kamarnya si kutu buku lagi terang.
Seperti biasa, paling-paling dia lagi asyik
ngapalin rumus-rumus yang njelimet, jadi kita
aman di sini," terdengar suara Yumul. Selang
beberapa menit setelah mie dan kopiku siap
hidang, aku beranjak menuju kamarku,
namun aku terkesima karena di ruang tamu
kulihat pemandangan yang jauh berbeda
dengan rumus matematika yang sedang
berputar di otakku. Yumul sedang merem-
melek karena buah dadanya sedang dikulum
Wadi. Karena khawatir mereka tahu
kehadiranku bila kuteruskan langkahku maka
aku berhenti, dan dengan hati berdegup
terpaksa kuikuti lakon itu. Wadi terus
menghisap kedua puting dari bukit mini
namun ranum langsat, sembari tangannya
menyusup ke dalam gaun pesta Yumul, dan
seketika membuat Yumul menggeliat lirih,
"Aahh.. uhh.." Berdasarkan ilmu biologi, jari
tangan Wadi menemukan klitoris sensitif
Yumul. Sambil mendesah, tangan Yumul
mencoba melakukan serangan balasan dengan
mencari persembunyian meriam Wadi,
meskipun harus bersusah payah melepas ikat
pinggang, membuka reitsleting, memelorotkan
celana panjang dan menyusup ke dalam
benteng terakhir celana dalam. Wadi yang
sudah tahu arah serangan, tetap saja tersentak
dan mengerang sambil menekan pantatnya ke
depan. Yumul terlihat lebih cekatan,
mengeluarkan meriam Wadi dan
mengulumnya hingga menekan tenggorokan.
Wadi yang sempat terkesima sesaat, tergopoh-
gopoh menyusun posisi untuk dapat
memelorotkan celana dalam Yumul dan
melahap kemaluan yumul dengan rakus
sambil jari tengahnya merogoh ke dalam liang
kewanitaan Yumul. Sambil berbaring mereka
membentuk posisi enam sembilan dan
terdengar duet alunan merdu. "Mmmh.. nyam-
nyam.. sluurrp.. yessshh.." Setelah merasa puas
tiba-tiba Wadi berdiri, dan Yumul bagai telah
hapal akting selanjutnya, juga ikut berdiri.
Mereka berdekapan erat, berpagutan bibir, dan
menggoyangkan pantat saling bertabrakan.
"Astaga, mereka bersengggama," pikirku
sambil menelan ludah dan mengusap keringat
saking menghayati ketegangan adegan. Entah
telah berapa puluh kali mereka saling
menghunjam, tiba-tiba kudenggar Yumul
berkata lirih, "Mas, kali ini dimasukkin
beneran yach, jangan cuma dioles-oles."
"Kamu nggak takut," tanya Wadi dan dijawab
dengan gelengan kepala Yumul. "Nanti kamu
nyesel," tanya Wadi dan sekali lagi Yumul
menggeleng sambil berkata, "Khan kata Papa
kita akan menikah dua tahun lagi, yang
penting jangan sampai hamil dulu." Wadi
menghentikan goyangannya dan menatap
Yumul dalam-dalam, "Jangan sekarang, kita
beli kondom dulu." Yumul menggelayut manja
dan merengek, "Yumul nggak tahan, pinginnya
sekarang, nanti maninya mas jangan
dikeluarin di dalam tapi di luar saja, seperti
biasa." Meskipun adegan makin menegangkan,
namun aku menghela napas lega, "Ah
syukurlah, mereka belum bersenggama, tapi
mereka akan... bagaimana cara mencegahnya?"
Pikiranku buntu untuk bisa menghentikan
mereka, karena jantungku terlalu kencang
berdegup tak memberi kesempatan otakku
berputar, sedangkan ujangku ikut-ikutan
tegang tanda setuju adegan selanjutnya. Nun
jauh disana, Wadi telah menidurkan Yumul di
atas karpet, Yumul membuka gerbang
kangkangan kaki, dan laras torpedo Wadi
mulai diarahkan, perlahan maju, mendekati
liang, menempel dan.. tiba-tiba Wadi
menghentikan gerakannya, menatap Yumul,
sambil menelan ludah berkata, "Sebaiknya
Kamu yang di atas, biar menekannya hati-hati,
biar nggak terlalu sakit, soalnya kata orang
hubungan yang pertama sakit buat
perempuan." Yumul yang sedari tadi
memejamkan mata menghitung mundur saat
terobosan pertama, kaget dan menjawab,
"Yumul sudah merasakan sakitnya waktu Mas
memasukkan jari ke memek Yumul." Wadi
belum mengerti maksudnya tapi kurang lebih
Wadi harus tetap di atas dan menekan
meriamnya ke dalam liang kewanitaan Yumul.
Maka sekali lagi Wadi mengambil ancang-
ancang, meluruskan, perlahan menekan dan
akhirnya... "Kriingg..." suara telepon berdering,
Wadi dan Yumul terkejut dan setelah sadar itu
suara telepon mereka saling tersenyum, "Oo
cuma telepon.. tapi bagaimana kalau si kutu
buku mendengar dering telepon dan datang ke
sini mau ngangkat telepon? Cepat Mas angkat
dulu teleponnya biar nggak berdering terus,"
Kata Yumul. Dengan mengendap Wadi
mengangkat telepon, sesaat wajahnya serius,
menutup telepon, sekonyong-konyong
mengenakan kembali celana dan pakaiannya
dan tergesa-gesa berkata, "Aku harus pergi,
Mama sakit keras.." seraya menuju pintu
keluar. Yumul yang berharap dapat
melanjutkan adegan penerobosan pertama
hanya terbengong tanpa sempat melakukan
sesuatu kecuali mengucapkan, "Salam buat
Mama, semoga lekas sembuh!" Terkesima oleh
pembatalan sepihak yang dilakukan sekejap,
Yumul hanya dapat memandangi tubuhnya
yang telah bugil. Perlahan tangannya
membelai bibir kemaluannya seolah
membujuk agar tidak sedih. Lalu Yumul
memutuskan untuk menghibur diri dengan
mempermainkan klitorisnya sendiri. Aku yang
merasa drama telah berakhir bermaksud
menyelinap ke kamarku, namun Yumul
menangkap ada gerakan di dekat dapur. Sambil
menutup tubuh seadanya ia menghampiri
dapur dan memergokiku berdiri di sana.
Yumul kaget dan terpaku, akupun gemetar tak
mampu mengucap maaf. Antara malu,
menangis, marah dan tertawa Yumul berkata,
"Bang Obi dari tadi melihat kami?" Aku
menunduk, tak berani menatap dan berkata
lirih, "Maaf..." Sejenak hening, lalu tiba-tiba
Yumul tesenyum simpul, "Hi, ada burung apa
di celana Bang Obi.." Rupanya meriamku
belum turun dan menyembul diantara celana
hawaiku, karena memang kebetulan aku tidak
pernah memakai celana dalam bila menjelang
tidur. Belum hilang kagetku, tiba-tiba Yumul
maju menangkap burungku dan mengelus,
sementara aku tak bisa mundur meskipun
ingin, karena kakiku terlalu gemetar. Melihat
aku tak berdaya bagai patung, Yumul
memelorotkan celanaku sehingga burungku
tak bersangkar lagi, dan seperti telah kulihat
sebelumnya, Yumul mulai menjilati dan
mengulum batang kejantananku. Aku semakin
gemetar dan gagu serta tak mampu
menghindar dari wanita birahi yang belum
sempat terlampiaskan dengan Wadi. Yumul
menarik pundakku turun lalu mendorong
untuk merebahkanku. Di hadapanku
terpampang gadis manis berambut ikal yang
selama ini hanya kukenal keayuan wajahnya,
kini memamerkan kemulusan tubuhnya.
Lehernya yang jenjang menyatu dengan
pundaknya yang lebar. Sembulan dua gunung
kecil dengan puting centil merah muda, padat
menantang selaras lekukan pinggul. Bulu-bulu
halus di selangkangannya tak mampu
menyembunyikan bibir tebal liang
kewanitaannya dan mancungnya klitoris yang
masih sedikit memerah akibat gesekan meriam
dan jari Wadi. Bidadari 17 tahun itu
melangkahkan kaki jenjangnya berdiri
mengangkangiku dan perlahan turun. Sambil
memegang batang kejantananku Yumul
meluruskan liang kewanitaannya. Tak ingin
menyia-nyiakan kesempatan, Yumul langsung
menekan.., "Blesss..." mulai terjadi penetrasi,
aku merasakan sempit dan seretnya. "Yumul.."
hanya itu yang keluar dari mulutku tak tahu
apa lanjutan kalimatnya. Yumul berhenti
sejenak, mengatupkan mulutnya rapat-rapat,
sedikit menutup matanya. Antara nikmat dan
sakit, perlahan Yumul menekan lebih dalam...,
"Blesss..." aku merasakan batang kejantananku
didekap dan diremas hangat oleh liang
kewanitaannya. Yumul berhenti lagi sejenak,
menengadahkan wajahnya sambil menggigit
bibirnya sendiri dan memejamkan mata. Lalu
kembali perlahan Yumul menekan..., "Blesss..."
terus menekan perlahan hingga selangkangan
kami beradu, Yumul menghentikan
tekanannya. Ah, burungku telah bersangkar di
dalam liang kewanitaan Yumul dan merasakan
pijatan dinding kewanitaannya. Yumul
menatapku sambil tersenyum, akupun
berusaha tersenyum sementara detak
jantungku sudah tak beraturan dan keringatku
mengalir dimana-mana. Yumul
menggoyangkan pantatnya kekiri kekanan dan
berputar, stress-ku mulai mengendur dan
mulai merasakan nikmatnya pijatan nikmat
terhadap batang kejantananku. Lalu perlahan
Yumul menaikkan dan menurunkan kembali
pantatnya, semakin lama semakin cepat.
Berulang naik turun, kiri kanan, berputar.
Ketika melihat senyumnya yang menandakan
kepuasannya, tanpa sadar akupun ikut
menaikturunkan pantatku seirama dengan
gerakannya. "Uhhh, mentok Bang.. enaak."
Karena batang kejantananku memang sudah
tegang lama, maka tak lama kemudian
kurasakan sesuatu mendesak untuk
dimuncratkan. "Uhh.. aku mau keluar Yumul,
uhh.." kataku tak jelas. "Iya.. hh.. tapi.. hh..
jangan dulu Bang, hh.. tunggu Yumul, hh..
nanti dikeluarinnya Bang.. hhh diluar saja.."
kata Yumul sambil mempercepat goyangannya.
Aku tak tahu bagaimana cara menahan
pancaran yang siap mendesak keluar, hingga
akhirnya, "Aaahh..." dan "Crottt.. crottt.." aku
mengeluarkan maniku di dalam liang
kewanitaan Yumul. Meskipun tahu aku sudah
ejakulasi, Yumul terus bergoyang, seolah tak
peduli atau mungkin karena iapun sedang
menuju puncak. Tiba-tiba Yumul berteriak
panjang dan keras sekali, "Aaahhhww..." dan
terkulai lemas di atasku. "Sssttt.." kataku,
karena takut terdengar entah oleh siapa.
Tanganku yang sedari tadi berperan sebagai
penonton, memberanikan diri mendekapnya
dan beberapa saat kami berpelukan erat. Aku
penasaran dan tak menyia-nyiakan
kesempatan untuk meraba buah dadanya, dan
Yumul sedikit mengangkat badannya memberi
kesempatan dan ruang gerak bagi tanganku
agar leluasa meremas dan bahkan
mempermainkan putingnya. Dan mulutku tak
mau ketinggalan jatah, ikut mencium,
mengulum dan mengisap puting yang baru
mekar di bukit yang kenyal. Sementara
dibagian bawah, batang kejantananku terus
bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul,
namun semakin lama semakin lunglai dan
akhirnya keluar dari lubangnya, "Plup.."
Yumul menatapku dan berkata, "Bang Obi, tadi
ngeluarinnya di dalam yaa.." Aku mengangguk
pelan. "Bagaimana kalau Yumul hamil, Bang?"
tanyanya. "Yumul tetap dalam posisi tegak atau
di atas, dan biarkan maniku mengalir keluar
kemaluanmu sesuai gravitasi bumi," entah
teori apa yang kukatakan tapi Yumul menurut.
Setelah Yumul yakin bahwa maniku telah
keluar semua ia beranjak dan berkata, "Kalau
Bang Obi melaporkan hubunganku dengan
Mas Wadi yang sudah cukup jauh, Yumul juga
akan laporkan pada orang tua Bang Obi dan
Guru bahwa Bang Obi telah menggauli Yumul,
dan masa depan kita sama-sama hilang,"
Yumul setengah mengancam dan segera
beranjak dari tubuhku. Yumul memperhatikan
betapa banyak semprotan yang keluar dari
liang kewanitaannya dan betapa banyak
maniku yang mengalir kembali keluar dari
liang kewanitaannya dan membasahi batang
kejantananku. Selintas Yumul tersenyum
namun tiba-tiba ia terkejut karena di batang
kejantananku ada darah merah cukup banyak.
"A..Aku masih perawan?!, oh.. kukira aku
sudah tidak perawan karena tusukan jari Mas
Wadi." ia tampak menyesal dan segera meraih
gaun pesta, celana dalam dan bra-nya serta
berlari menuju kamarnya. Sayup-sayup
terdengar gemercik air siraman mandi Yumul,
lalu senyap. Ketika keluarganya pulang dari
undangan, aku sedang membersihkan
keringat, bercak-bercak mani dan darah yang
berserakan di lantai. Kukatakan bahwa mie
instanku tertumpah. "Yumul sudah tidur, tadi
pulang diantar Mas Wadi," kataku ketika
mereka menanyakan Yumul. Keesokan
harinya kudengar Yumul seharian mengurung
diri di kamarnya dan hanya sesekali keluar
untuk makan. Karena aku memang jarang
ngomong sama Yumul tak ada yang curiga
kalau Yumul sama sekali enggan ngomong
denganku. Aku menyesal telah membuat
Yumul menjadi pendiam dan aku berdoa agar
dia dapat ceria kembali. Rupanya doaku
terkabul. Tiga minggu kemudian kulihat ia
sangat ceria, dan pada suatu kesempatan ia
menghampiriku. "Maafkan Yumul ya Bang dan
Bang Obi juga sudah Yumul maafka," bisiknya
mesra. "Koq?" aku tulalit. Seolah mengerti
maksud pertanyaanku, Yumul menjawab, "Aku
telah bersetubuh dengan Mas Wadi, dan dia
yakin bahwa perawanku telah hilang saat dia
masukkan jarinya padaku, dan keluargaku
yakin murungku selama ini adalah karena
mamanya mas Wadi diopname, jadi masa
depanku cerah lagi." Hanya itu yang dikatakan
dan ia berlalu dengan ceria, gaya manja khas
belia 17 tahun.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar