Lanjutan...
“glek.. glekk.. glekkk…” aku menelan sperma mang Nurdin, aroma sperma semakin menyengat saat aku berusaha menarik nafas, jari telunjuk dan ibu jari kanannya menekan kedua sisi pipiku , ia memaksa untuk membuka mulutku.
“gitu dongg, nih sisanya abisin,he he”
Tangan kanannya mengurut-ngurut ujung penisnya, lelehan pejunya yang tersisa masuk kebdalam mulutku, dan aku kembali menelan peju mang Nurdin.
“sudah mangggg…cukup…” aku merintih lirih saat ia membalikkan tubuhku.
“iyaaa.., sudahhh…, mang Nurdin cuma mau mijitin aja koq, Feby pasti cape..”
Ia menduduki bokongku, telapak tangannya bergerak mengurut lembut dari pinggang ke punggung, ahh, rasa pegalku sedikit terobati, aku menari nafasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan sesuai dengan instruksi Mang Nurdin.
“enak ?? “
“emmm.., enak manggggg…, “
Jari jempolnya menusuk daerah antara pinggang dan gundukan pantatku, kemudian menekan dan memijit-mijit disekitar situ dengan teratur, kedua mataku terpejam-pejam menikmati pijatan – pijatan Mang Nurdin yang merambat mulai dari bokong, pinggang, punggul, lengan, kaki dan merambat naik kembali ke atas ke arah punggung, rasa pegalku yang menyiksa tubuhku terusir oleh pijatannya.
“He he he.., Mangggg….” aku terkekeh saat sambil memijat bibir mang Nurdin menggeluti tengkukku
Aku merasa nyaman ketika mang Nurdin menindihku dari belakang, entah kenapa aku merasakan rasa aman berada di bawah tindihan tubuhnya yang tinggi besar. Kata-kata kotor dan mesum dibisikkan di telingaku. Kedua tangannya mencari dan menangkap sepasang payudaraku, aku memejamkan mataku menikmati remasan-remasan lembut mang Nurdin. Kami berdua tertidur kelelahan, hari itu terasa begitu indah, hari pertamaku berbugil ria bersama mang Nurdin, polos tanpa selembar benangpun yang menempel di tubuhku dan tubuhnya yang tinggi besar. Aku membalikkan tubuhku dan membalas pelukan mang Nurdin, aku tertidur di bawah tindihan tubuhnya. Aku gelagapan saat HPku berbunyi dengan nyaring, kugeliatkan tubuhku dibalik bed cover, hatiku terasa hangat, sehangat tubuhku ?? ehh.., astaga ada orang yang menindihku, ahhh, gila…,rupanya Mang Nurdin masih menindihku, kutepuk-tepuk pipinya, sambil berbisik keras.
“mangg , BANGUNG MANGG…”
“euhhh…, emmmhhh..hoaaammm. MMMFFHHH….”
“pssstttt. Mangggg…, jangan keras-keras nguapnya…”
Kututup mulutnya dengan tanganku, ia menepiskan tanganku kemudian melumat bibirku, sementara tanganku yang satu mulai menggapai-gapai berusaha meraih HPku di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur. Mang Nurdin melepaskan bibirku agar aku dapat menerima telepon.
“Hallooo…”
“Hi…Feb, lagi ngapain niyy…”
“lagi belajar….”
“hahh ? ngak salah…?? Shanti terkejut mendengar jawabanku.
“ha ha ha…“ aku hanya tertawa.
“ada apa nih Shan, jadi curiga he he he..”
Shanti tertawa lepas kemudian menjawab pertanyaanku.
“gini Febb…, besok aku sama Airin main ke rumahmu ya…”
“mo ngapain ??”
“biasa, pinjem internet, he he he he”
Aku tersenyum, sambil mendorong kepala mang Nurdin dari dadaku.
“yawdahh, jangan lupa ya.., bawa cemilan…”
“oceh, siap bossss, si u…thaa”
“tha..”
Aku buru-buru menutup Hpku.
“manggg, Geli tauuuu….”
Tangan mang Nurdin menekan Kedua tanganku ke atas kepala, bibirnya mencumbui lekukan ketiakku, menjilat, memangut dan melumatinya. Aku mendesah dan merintih saat batang lidahnya menari menggelitiki ketiakku.
“duhhh Feby manisss, mang Nurdin ngaceng lagi nihhh…”
“mang , ini sudah malammm…”
“justru itu.., tanggung…, mang Nurdin mau sekalian nginep aja ya..”
“TOKK.. TOKKK.. TOKKKK… Febyyy, bangun sayanggg, makan malam dulu..”
“iyaaa mahhhh, sebentar aku turunn…”
Dengan wajah ketakutan mang Nurdin merayap dan bersembunyi ke kolong ranjang, setelah mengenakan pakaian. Aku merapikan rambutku dan menyemprotkan sedikit perfume di bajuku. Aku menahan tawa sambil menutupkan pintu kamarku, entah kenapa geli sekali rasanya melihat mang Nurdin yang menatapku dengan tatapan hornynya dari kolong tempat tidurku
Aku turun kebawah menuju ke ruang makan, Papa, mama dan ciciku sudah menungguku, diselingi canda tawa, kami sekeluarga menghabiskan makan malam, obrolanpun berlanjut hingga jam 11.30 malam, jam 11.45, mama mengingatkan kami untuk tidur karena sudah terlalu malam. Aku membawa roti isi keju kedalam kamar, tak lupa kubawa sebotol minuman dingin dari dalam lemari es, dengan lahap mang Nurdin menyantap roti yang kubawa untuknya, glukk. Glukk glukk glukkk, ia menghabiskan sebotol pulpy orangeku.

“sudah cukupp, kenyang…”
“mang , Feby mau tidurrr., ngantuk nihhh…”
“sebentarrr…, temani mang Nurdin dulu ya…”
Mang Nurdin melucuti pakaianku dan kembali menindih tubuhku yang bugil, dengan malas akibat mengantuk aku membalas lumatan-lumatan bibirnya Aku mendesakkan payudaraku ke atas saat ia melakukan hisapan-hisapannya pada puncak payudaraku. Gairahku kembali bergejolak, tangan kiriku mengelus-ngelus belakang kepala mang Nurdin yang tengah asik menyusu di buah dadaku yang sekal ranum sementara tangan kananku memeluk lehernya.
“ohhhh… mangggg, enakkkk….” aku mendesah sambil membenamkan ke-10 jari kuku-ku pada punggungnya
“mamang numpang nyelipin kontol dikit ya…”
“tapi jangan dimasukin mang…”
“tenang aja.., mang Nurdin janji…”
“nggak ..bolehh..!!, harus sumpah dulu….!!”
“iya mang Nurdin sumpah, hari ini cuma nyelip dikit dan nyolok bool, besok lusa masukin dikit..ke memek, setelah itu baru mamang ngentotin Feby he he he he”
“idihh.., mang Nurdin jorok…”
“nah sekarang, sekarang Non ngangkang…,dikit lagi, yang lebar.. nahhh”
Aku membuka kedua kakiku mengangkang, aku terperanjat sambil mendorong pinggul mang Nurdin saat merasakan desakan batang penisnya. Ia hanya tersenyum berusaha untuk memberikan rasa tenang untukku sambil merenggangkan kedua kakiku. Kepala penisnya kembali berusaha berendam dalam cepitan bibir vaginaku, lumayan lama ia berkutat dengan batang besarnya, ada rasa geli saat kepala penisnya mengulek-ngulek bibir vaginaku.
“ohhhhh…… “
Dengan spontan kedua kakiku menjepit pinggangnya saat ujung penisnya berhasil memasuki rekahan bibir vaginaku. Ada rasa hangat yang berkedutan dengan nikmat, tubuhku menggelepar nikmat, demikian pula tubuh mang Nurdin. Rasa nikmat ini jauh melebihi indahnya khayalan – khayalan mesumku selama ini, terlalu nikmat untuk kunikmati, begitulah perasaanku saat merasakan kedutan-kedutan alat kelamin kami yang menyatu.
“mmm-mmhanggggg…” suaraku gemetar menahan rasa nikmat.
“napa sayangg, enak ya ??” ia tersenyum saat aku mengangguk.
“pofffhhh….”
Ia menggerakkan penisnya seperti sedang mencokel vaginaku.
“ohhhhh….. “ aku kelojotan seiring dengan suara letupan alat kelamin kami yang terlepas.
“poc-pockkk.. cpoccckkk…” suara letupan alat kelamin kami berdua terdengar mirip seperti suara orang yang membuka tutup sebotol anggur merah, nafasku tertahan setiap mang Nurdin menyelipkan dan mencokel rekahan vaginaku, kedua mataku membeliak saat ia menggerakkan batangnya, memutar searah jarum jam.
“nnnggggghhh crrutttt. Crrrrr…….cruttt”
“nonn, kita cobain anal sex yuk…”
Aku terdiam saat ia membalikkan tubuhku, tangannya menarik buah pinggulku.
“nhhh. Nnnhhh.. “
Berkali-kali tubuhku terdesak kuat saat ia berusaha menjejalkan kepala penisnya.
“aaa…!!j-jangan dimasukin semua mangggg…”
Kedua tangannya begitu kuat mencengkram pinggulku.
“tenang manisss, cuma ujungnya doanng koq he he he”
“cabut mangggh.., cabuttthhh, periiihhhh!!”
“nggak perih segitu mah atuh..!!, ditahan sayang, jangan manja he he” ia berbisik di telingaku
Sekujur tubuhku mengejang hebat menahan rasa sakit yang mendera anusku, perih, pedih dan panas, sakit sekali rasanya saat batang yang besar dan panjang itu diamblaskan masuk kedalam liang duburku. Aku menggigit bantalku untuk melampiaskan rasa sakit yang bukan kepalang, apalagi saat mang Nurdin menghentakkan penis besarnya untuk melonggarkan jalan yang terlalu peret.
“pelan-pelan manggggg, saki..iitt.., sakitt sekali.. hkk hk.”
“jangan nangis sayanggg , nanti kedengeran gimana ??”
Mataku membeliak , penis besar itu semakin dalam merojok liang anusku.
“HEGGHHHH… ?? !!! unnggghhhhhhh AKHHHH…!!“
+/- 15 menit kemudian buah pantatku berdesakan dengan selangkangannya. Aku tidak sanggup lagi untuk menungging, tenagaku habis akibat menahan rasa sakit itu. Buah pantatku merosot turun, payudaraku mendarat di atas ranjang, aku terlungkup tanpa daya dibawah tindihan tubuh mang Nurdin, tangannya mengelus-ngelus punggungku dan juga rambutku yang hitam indah.
“hssshhhh.. hssssshhhhh…” aku mendesis dan meringis menahan rasa sakit saat batang besar itu mulai memompa liang anusku, pandangan mataku dikaburkan oleh linangan air mata
Mang Nurdin membenamkan wajahku pada bantal untuk meredam suara isak tangisku yang terdengar semakin keras , ia berbisik ditelingaku tentang betapa nikmatnya liang anusku, lidahnya terayun lembut menjilati belakang telingaku.
“pokkk.. pokkk.. pokkk…hhhhhhh.. pokk pokk pokkk pokkkkhh”
Kudengar suara helaan nafasnya, kemudian suara tepukan itupun kembali berlanjut memenuhi kamarku. Fantasi liarku menjadi kenyataan, aku mencoba untuk menepiskan rasa sakit dan pedih yang semakin memudar, kukuatkan hatiku untuk menikmati setiap sodokan-sodokan batang penis mang Nurdin, kudesakkan buah pantatku ke atas, aku berusaha menungging di atas kaki dan tanganku.
“nahhh.. gitu dongg, sipp lahh, Feby memang hebaaattt!”
“ahhh ahhh ahhh…..”
“Pokkk pokkkk pokkk…”
Tubuhku terdesak maju mundur mengikuti helaan batang penis Mang Nurdin, payudaraku yang terayun-ayun merangsang syaraf-syarat didadaku memberikan rasa nikmat tersendiri , aku merintih lirih merasakan lingkaran otot anusku yang rasanya seperti tertarik keluar dengan nikmatnya saat Mang Nurdin menarik batang itu lalu tertekan masuk kedalam saat ia membenamkan seluruh batangnya sekaligus hingga selangkangannya membentur buah pantatku yang bulat padat dengan keras dan menimbulkan suara “Plak…!!”, kesakitan yang nikmat, seperti itulah rasanya pengalaman pertamaku melakukan anal sex bersama mang Nurdin.
“aku. Ohh..,nnnhh mangggg…”
Aku semakin sulit mengendalikan luapan nafsuku saat kedua tangan mang Nurdin menggapai payudaraku yang menggantung dan melakukan remasan-remasan lembut, nafasku terhembus-hembus keluar saat batang besar mang Nurdin berkali-kali merojoki liang anusku.
“aawwmmhmmmmpphh crr crrutt cruttt…”
Dengan cepat mang Nurdin menjambak dan menarik rambutku ke samping bawah kiri hingga kepalaku terangkat tengadah ke samping kanan atas. Mulut Mang Nurdin membekap mulutku untuk meredam suara pekikanku, pompaannya semakin kuat dan pangutan-pagutannya semakin liar memanguti bibirku. Ia menghentak-hentakkan batang penisnya dengan liar, brutal sekali tusukan-tusukannya. Batang besarnya meledak di dalam anusku.
“Utsshhhh.. OUGHHH..!! CROTTT.. CROTTTT…”
Aku membalikkan tubuhku, mang Nurdin tersenyum puas, ia menarik bed cover untuk menyembunyikan tubuhku dan tubuhnya yang telanjang bulat. Suara nafasku bersahutan dengan nafasnya, aku benar-benar kecapaian, kubaringkan kepalaku di dadanya dan kupejamkan mataku. Ada rasa nyaman yang kurasakan saat kedua tangannya yang kekar memeluk tubuhku yang mungil dan mengusap keringat dipungungku, aku tertidur kelelahan.
“emmhhh…, “
Aku menggeliat di dalam bedcoverku, kugeliatkan tubuhku yang terasa remuk, terutama di bagian pinggang, bokong, dan akhhhh…! Aduhhhh…!! Anusku terasa perih saat aku mencoba untuk duduk, dengan menahan rasa pedih aku tertatih-tatih melangkah ke depan cermin besar di dalam kamar. Hari itu hari minggu, masih subuh. Cici dan kedua orang tuaku masih tertidur pulas di kamar masing-masing, kuperhatikan tubuhku ada bekas cupangan di leherku, dan juga bekas – bekas gigitan di puncak payudaraku. Aku terdiam didepan bayangan tubuhku, hanya diam, pikiranku pun kosong.
“hssshhh…,aduh…,hhhssshh, aaa”
Aku mencoba untuk melangkah dengan normal sambil menahan rasa sakit dianusku, kunyalakan kran shower, air hangat mulai mengucur. Kubasuhkan sabun cair merek Dove ke seluruh tubuhku. Tubuhku mulai bergerak erotis sambil mengusap-ngusapkan buih-buih sabun itu, aku tersenyum dikulum, membayangkan mang Nurdin yang pasti pulang dari rumahku dengan hati puas. Setelah selesai mandi aku mengintip dari jendela, becak mang Nurdin sudah menghilang dari depan pagar rumahku. Kedua orang tuaku tidak curiga karena mang Nurdin sudah sering merantai dan menitipkan becaknya di depan rumahku.
Jam 02.00 siang..
“Feb, koq berdiri mulu sih…?? duduk napa ??” Shanti bertanya dengan suara tak jelas, mulutnya penuh dengan pizza.
“ah.., ngak usah…, aku sambil berdiri aja…, nyamm..” aku menggigit pizza ditanganku.
“agak anek kalo makan sambil berdiri.., kaya kuda…, sini duduk..” Airin menggeser duduknya memberikan ruang untukku.
“kebanyakan duduk.., pegel…” aku mencari-cari alasan
kupaksakan memasang senyum sambil menahan rasa sakit yang kembali menyengat dianusku, percakapan mulai memanas saat menyempret gambar-gambar panas didunia maya, aku memakai kaus sweater abu muda dengan kerah tinggi untuk menutupi bekas cupangan dileherku.
*END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar