
Lanjutan...
Penderitaanku belum selesai.
“Buka mulutmu, Elly”, perintah Arman sambil menyorotkan handycamnya ke mulutku.
“Perlahan!”, perintahnya lagi.
Aku mulai membuka mulutku perlahan, dan Arman terus menyorot mulutku.
“Bagus”, katanya dengan puas.
Aku malu sekali, pasti aku terlihat layaknya seorang wanita nakal dalam handycam itu. Tak lama kemudian tubuhku terguncang guncang, rupanya Seto mulai menikmati liang vaginaku. Dengan bersemangat ia menggenjot liang vaginaku, sementara aku tak tahu bagaimana sekarang raut wajahku saat menahan malu dan nikmat dan disorot oleh handycam milik Arman. Panas sekali wajahku rasanya, untungya Arman kemudian ganti menyorot tubuhku bagian bawah. Kini aku tinggal memusatkan perhatianku pada si Seto.
Diam diam aku melakukan gerakan kegel, sejenis gerakan menahan buang air kecil, sambil pura pura merintih keenakan, supaya Seto cepat ejakulasi dan semua ini segera berakhir. Sesuai harapanku, tak lama kemudian Seto yang terangsang habis habisan, melolong lolong dan meneriakkan namaku.
“Aaaaarrrrghh… Bu Ellyyyyy…”, jeritnya dan kemudian ia menarik penisnya, tentu saja setelah di dalam sana liang vaginaku dibasahi lahar panasnya.
Arman dengan giat terus menyorot liang vaginaku yang tentunya tak mampu menampung sperma kedua pemerkosaku ini. Jari tangannya ditusukkan ke liang vaginaku mengorek sisa sperma Anto dan Seto. Seto sendiri segera beranjak ke arah wajahku, aku tahu ia hendak menagih jatah servis oral dariku.
Seperti tadi, Arman yang buru buru mengarahkan handycamnya ke wajahku memberikan instruksi instruksi padaku hingga membuatku kembali terlihat seperti pelacur. Tapi aku hanya bisa menurutinya, walaupun dengan hati pedih.

“Arman, sudah, lepaskan aku… please”, aku memohon.
Tapi Arman tak menjawab, malah ia dengan bernafsu melihat ke arah payudaraku.
Aku langsung tersadar dan teringat keinginan Arman tadi, yaitu ingin merasakan air susuku lagi.
Dan memang benar, Arman segera melumat puting susuku, ia menyedot susuku sepuas puasnya. Aku mendesah keenakan, memang rasanya nikmat sekaligus amat merangsangku. Aku menggigit bibir, apalagi Anto ikutan melakukan hal yang sama pada puting susuku yang sebelah. Kini dua orang dewasa menyusu pada kedua payudaraku seperti bayi, dan aku hanya bisa memejamkan mata berharap mereka segera selesai.
Aku melamunkan suamiku… maafkan aku Albert… aku bahkan sempat orgasme ketika diperkosa adikmu…
Tak terasa sampai si Seto juga sudah puas menyusu, dan akhirnya ikatanku dilepaskan. Lega rasanya, walaupun terasa sakit pada bekas ikatan di kedua pergelangan tanganku. Aku duduk dan mengurut kedua pergelangan tanganku, dan aku memandang Arman dengan benci sekaligus takut, karena dengan rekaman handycam itu, ia pasti akan menggunakannya untuk mengancamku agar menurutinya kelak kalau ia menginginkan tubuhku lagi. Ia tersenyum dengan penuh kemenangan ketika bersama dua kacungnya melihat hasil rekaman film porno tadi.
Aku malu sekali, dan aku mencari cari pakaian luarku yang ternyata berserakan tak jauh dari tempat aku digangbang tadi.
“Sudah puas kalian?”, bentakku dengan jengkel dan menahan tangis.

Aku menarik wajahku ke belakang untuk melepaskan diri dari ciumannya, lalu aku menamparnya, keras sekali.
“Bajingan kamu Arman! Kamu tega sekali melakukan ini semua… sekarang antarkan aku pulang!”, kataku lirih, sambil menangis.
Arman mengelus pipinya yang baru kutampar keras itu dan memandangku dengan aneh. Aku bergidik ditatap oleh Arman seperti itu. Lalu Arman melangkah ke arah luar diikuti oleh kedua kacungnya. Aku mengikuti mereka, dan dengan tegang aku masuk ke dalam mobil Kijang Innova pembawa petaka itu. Aku duduk di kursi penumpang depan, Arman yang menyetir, sementara Anto dan Seto duduk di belakang.
Dalam perjalanan, kami semua diam, sedangkan aku sendiri dalam ketegangan yang luar biasa, karena aku berada semobil dengan para pemerkosaku. Tapi untungnya mereka tak melecehkanku lebih lanjut, dan mobil sialan ini mengarah ke rumahku.
Ketika aku turun dari mobil, aku mendengar Arman berkata, “Elly, sampai ketemu lagi, kapan kapan kita main main lagi ya”.

Aku segera melihat anakku. Agak lega melihatnya masih tertidur pulas.
Aku segera mandi dan keramas, membersihkan tubuhku yang sudah ternoda oleh adik iparku yang bejat itu, yang tega menyerahkanku pada dua kacungnya. Aku memang rindu bermain cinta, tapi itu adalah dengan suamiku sendiri, bukan dengan Arman, bukan dengan mereka ini. Apalagi diperkosa seperti tadi, sakit sekali hatiku rasanya. Tanpa sadar aku kembali menangis.
Aku tahu hari ini adalah hari pertama aku mengalami penghinaan seperti ini, dan ini bukan hari terakhir.
Terbukti dua hari kemudian, aku mendapat kiriman DVD dari Arman, yang berisi rekaman pemerkosaan terhadap diriku oleh dua kacungnya itu, dengan sebuah surat bertuliskan “Elly, lain kali kita bermain tanpa ikatan pada kedua tanganmu… kamu pasti akan lebih menikmatinya”.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar