Namaku Nazril Irham atau lebih populer dengan panggilan Ariel Peterpan. Aku adalah vokalis dari grup musik Peterpan. Dikaruniai wajah ganteng, tenar dan menjadi pentolan band papan atas, membuatku sering menjadi sasaran godaan wanita.
Statusku yang duda satu anak, tidak meruntuhkan pesonaku itu. Tidak terhitung berapa banyak selebritis tanah air yang telah kupacari, bahkan kutiduri. Mulai dari yang muda macam Andhara Early, Bunga Citra Lestari, Aura Kasih, hingga yang telah bersuami macam Cut Tari, Alya Rohali, dll. Aku bagaikan rock star yang bisa gonta-ganti wanita seenaknya.
Tahun 2005, aku menikah dengan Sarah Amalia, gadis cantik asal Semarang yang masih sepupunya Ayu, kekasih Indra (bassis Peterpan). Aku berkenalan dengannya saat Peterpan tampil dalam acara ulang tahun SMA 3 Semarang. Sejak itu kami akrab, Lia sering menemaniku di sela-sela kesibukan tur.
Suatu hari, sehabis konser live yang disiarkan langsung salah satu TV swasta, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Lia, sekedar mengistirahatkan badan dan pikiranku yang sedang capek.
“Lia, sebentar lagi aku ke rumahmu,” kataku lewat telepon.
“Eh, iya Bang. Aku tunggu,” suara Lia yang merdu terdengar.
Tak lama, aku pun sudah muncul di depan rumahnya. ”Orang tuamu tidak ada kan?” aku bertanya. Lia mengangguk mengiyakan. “Kunci pintunya,” perintahku.
Lia tersenyum genit kemudian mengunci pintu rumahnya. Hari itu dia tampak anggun dengan pakaian yang sopan. Dengan baju longgar dan rok selutut, ditambah dengan jepit manis yang bertengger di rambutnya membuatnya makin tambah cantik. Asyiknya, meski mengenakan baju longgar seperti itu, buah dadanya yang besar masih tampak menonjol indah, tidak tersembunyi sama sekali. Aku sangat menyukainya.
“Tumben abang mampir?” tanyanya pura-pura tidak tahu maksud kedatanganku.
“Wah, kamu kok kelihatan beda ya? Pakaianmu kok nggak sesexy biasanya?” godaku ketika ia telah berada dihadapanku.
“Iya, bang. Saya baru pulang dari sekolah,” jawab Lia sambil duduk di kursi di depanku.
“Tapi kamu tetap tampak cantik kok,” godaku.
“Ah, abang bisa saja.” Lia tersipu.
“Ayo, duduk di sini saja.” perintahku sambil menunjuk ke arah pangkuanku.
Lia tersenyum manis kemudian bangkit dari kursinya dan duduk di atas pangkuanku. “Abang lagi horny ya?” tanyanya saat merasakan tonjolan di selangkanganku.
“Iya, sayang. Setiap kali melihatmu, aku pasti horny. Habis kamu cantik banget sih.” rayuku sambil mulai mengelus-elus pahanya.
Lalu kudekatkan bibirku ke wajahnya, dan Lia langsung menyambutnya dengan penuh gairah. Beberapa saat kami melakukan french kiss, sambil tanganku membuka kancing bajunya satu persatu. Tampak buah dadanya yang besar masih terbungkus oleh BH-nya yang berwarna hitam. Kuciumi belahan dadanya sambil tanganku membuka pengait BH-nya.
Buah dada Lia pun meloncat keluar, bergoyang-goyang indah menggemaskan. Langsung kuciumi dan kujilati benda bulat yang kenyal itu berikut putingnya yang dengan cepat mengeras menahan gairah.
“Ahh.. sst.. Bang.. shh..” erang Lia ketika aku menikmati satu per satu buah dadanya secara bergantian.
“Enak, Lia?” tanyaku.
“Enak, bang.. ahh..” jawab Lia di tengah erangan kenikmatannya.
“Ayo buka pakaianmu, sayang.” perintahku setelah aku puas menikmati dadanya.
Lia pun bangkit dan membuka pakaiannya satu persatu.
“Aku pengin kamu yang sepenuhnya aktif kali ini. Badanku sedang capek dan aku cuma mau duduk saja di sini. Mengerti, Sayang?” tanyaku sambil tersenyum.
“Ih, abang curang.” rengutnya manja. Tapi tidak menolak. Lia tinggal mengenakan celana dalam mini di depanku. Dia mengelus-elus buah dadanya sendiri, menggodaku.
“Jangan dibuka, lebih seksi begitu.” kataku ketika dia akan membuka celana dalamnya. “Pakai juga sepatumu.” perintahku.
Lia pun kemudian menghampiriku dengan hanya mengenakan celana dalam mini dan sepatu sekolahnya. Penampilannya tambah sensual dengan dasi panjang melingkar di lehernya yang jenjang. Dia kembali duduk di atas pangkuanku. Kuciumi kembali bibirnya sambil meremas-remas bukit buah dadanya yang padat menjulang itu.
Lia kemudian bangkit dan berjongkok di depan kursiku. Dibukanya resleting celanaku. Aku membantunya dengan membuka sepatuku dan sedikit berdiri, agar dia dapat mudah membuka celanaku. Tak lama celana dalamku pun telah dibukanya. Kemaluanku pun langsung mencuat di depan wajahnya yang cantik jelita itu.
“Wah, sudah tegang banget nih, bang,” godanya sambil kemudian menjilati kemaluanku. Ditelusurinya benda itu dan dihisap-hisapnya buah zakarku bergantian.
“Kamu suka, Lia?” tanyaku lagi.
“Siapa sih yang nggak suka. Besar banget...” katanya terputus karena kemudian dengan lahap dia sudah mengulum kepala penisku. Rasa nikmat menjalar dengan cepat ke seluruh tubuhku. Lia dengan rakus menghisap-hisapnya.
“Ehm.. Ehm..” gumamnya ketika mulutnya memberikan kenikmatan luar biasa pada syaraf-syaraf kemaluanku.
Aku hanya bisa duduk di kursi sambil mencengkeram bahunya menahan kenikmatan. Sesekali kusibakkan rambutnya agar aku dapat melihat kemaluanku yang menjejali mulutnya. Tampak pipi Lia yang putih bersih menggelembung disesaki kemaluanku. Setelah puas dihisap, aku suruh dia untuk berdiri.
“Ayo, sayang. Menghadap ke pintu.” perintahku.
Lia pun kemudian menaiki pangkuanku dengan tubuhnya membelakangiku. Disibaknya celana dalam yang ia kenakan, kemudian Lia mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang sudah basah oleh gairah mudanya.
“Ahh.. Yaahh..” jeritnya tertahan ketika kemaluanku mulai menerobos liang senggamanya. Lia pun kemudian menggerakkan pantatnya naik turun sementara aku memegangi pinggangnya yang ramping.
“Oh, bang.. Enak bang.. Terus.. Oh My god..” Lia mulai meracau menahan kenikmatan yang diberikan kemaluanku yang memang ukurannya di atas rata-rata ini.
Lia terus bergoyang di atas pangkuanku, sambil tangannya meremas-remas buah dadanya sendiri. “Bang.. Enak sekali.. Oh.. Lia hampir sampai, bang..” erangnya lagi.
Tak lama badannya menegang sambil dia menjerit tertahan. Aku merasa kemaluanku semakin basah oleh cairan vaginanya. Rupanya dia telah orgasme. Setelah orgasme, dia menghentikan goyangannya.
“Lia, kok berhenti sih? Aku belum puas nih!” kataku memprotes.
“Bentar, bang, Lia pengin minum sperma abang. Lia suka. Boleh khan?” pintanya genit.
“Hmm, boleh nggak ya..” godaku.
“Please.. Please..” dia merengek sambil menciumi pipiku.
“OK deh. Karena aku sedang baik hati.. Boleh deh..” kataku.
Lia pun kemudian kembali jongkok dan kembali kemaluanku menjejali mulutnya. Setelah beberapa menit dijilat dan dihisap, akupun mengalami ejakulasi di dalam mulut kekasihku ini. Seperti biasa, dia menjilat bersih seluruh kemaluanku.
“Lia, kau memang luar biasa. Terima kasih ya. Aku mau kembali kerja lagi nih.” kataku setelah kami mengenakan pakaian masing-masing.
Liapun tersenyum dan mengantarku keluar dari rumahnya. Begitulah hubunganku dengan Sarah Amalia, dia langsung bisa kutiduri begitu pertama kenal. Karena tubuhnya memang montok dan pelayanannya sangat memuaskan, dia akhirnya jadi ’langgananku’. Sampai akhirnya Lia hamil. Sebenarnya aku juga tidak yakin kalau itu anakku, itulah kenapa dulu aku terkesan enggan bertanggungjawab.
Dari pernikahan kami, lahir seorang puteri bernama Alleia Anata. Tapi pada 2008, setelah aku bosan dengan tubuhnya, dia kugugat cerai. Pengadilan agama Jakarta Barat mengabulkan gugatanku pada Mei 2008.
Sebelum dengan Lia, aku juga sempat menjalin hubungan dekat dengan Luna Maya, model cantik kelahiran Denpasar, 26 Agustus 1983. Kami berkenalan lewat telepon dan baru berjumpa di acara MTV di Ancol, Jakarta. Sejak saat itu hubungan kami semakin dekat. Tapi aku juga sempat putus dengannya saat aku memutuskan menikahi Lia. Baru setelah aku bercerai, Luna kembali menjalin hubungan denganku. Dia kini mulai berusaha beradaptasi dengan putriku, Alleia Anata.
Sama seperti Lia yang mudah kuajak naik ke tempat tidur, Luna juga begitu. Bahkan dia yang mengajak lebih dulu. Setelah kuperawani di tepi pantai, Luna pun resmi jadi mainan baruku. Kapan dan dimanapun aku ngaceng, dia akan dengan senang hati melayaniku. Rupanya, dia juga ketagihan dengan penis superku ini.
Dan ternyata bukan dia saja yang tertarik, Cut Tari atau lengkapnya Cut Tari Aminah Anasya, perempuan kelahiran Jakarta, 1 November 1977, yang dikenal sebagai presenter, aktris sinetron dan layar lebar, juga jatuh ke dalam pelukanku. Saat dia tengah ada masalah dengan biduk rumah tangganya, aku yang berpura-pura bersimpati, pelan-pelan merayunya. Dan tak butuh waktu lama, dia sudah bisa kuboyong ke tempat tidur. Pada dasarnya, Tari sendiri juga nakal, dia haus akan sentuhan laki-laki muda sepertiku.
Tapi kenakalanku itu harus terhenti pada bulan Juni 2010, aku terlibat skandal rekaman video mesum berisi adegan persetubuhan yang melibatkan diriku dengan Luna dan Cut Tari. Di luar sempat beredar kabar kalau korbanku bukan hanya mereka berdua. Masih banyak artis-artis lain yang jadi teman tidurku, mulai dari Andara Early, Bunga Citra Lestari, Aura kasih, dll. Aku marah! Berita itu bohong! Sebagai seorang Ariel, aku merasa dilecehkan. Tahu nggak sih... korbanku lebih banyak lagi! Hahaha...
Tapi nanti saja kuceritakan tentang artis-artis itu, akan kubeberkan satu per satu. Kalian pasti akan kaget melihat siapa saja yang terlibat! Sekarang fokus pada Luna dan Cut Tari dulu. Kenapa? Karena di balik kasus ini, tersembunyi peristiwa yang menarik.
Pada 14 Juni 2010, Tari memenuhi panggilan Bareskrim Polri. Dia datang didampingi suaminya yang setia, Yusuf Subrata. Dengan berlinang air mata, Tari mengakui kalau memang betul dirinya lah yang ada di dalam video tersebut. Yang hebat - atau aneh? - Suami Cut Tari, Johannes Yusuf Subrata berkata bahwa ia tidak akan menceraikan sang istri. Benar-benar seorang suami yang berhati lapang. Walaupun tahu istrinya telah berselingkuh denganku, dia tetap teguh untuk mempertahankan rumah tangganya. Aku salut. Dia benar-benar pintar berakting.
Di media massa, tersiar kabar kalau Yusuf melakukan itu karena dia seorang gay. Aku tertawa saja mendengarnya. Darimana wartawan mendapat berita murahan seperti itu? Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan tidak cuma tahu, aku juga terlibat langsung. Tanpa bantuanku, rumah tangga Cut Tari pasti sudah kandas sekarang.
Mau tahu apa itu? Simak terus ya.
Di sela-sela penyelidikan polisi, sebelum aku ditetapkan sebagai tersangka, Cut Tari meneleponku. Dia merundingkan suatu hal yang nantinya akan membuatnya berani berterus terang soal video itu di depan media. ”Kalau kamu tidak mau, entah cara apalagi yang harus kupakai, Riel?” katanya waktu itu.
Aku yang sudah kepalang basah, tentu saja tidak keberatan dengan rencananya itu. Yang kupikirkan cuma Luna, mau nggak dia mendukung rencana ini.
”Tenang saja, biar nanti aku yang ngatur. Yang penting, kamu ajak Luna week end di Villaku akhir minggu ini. Bagaimana, bisa kan?” tanya Cut Tari. Aku pun menyanggupinya. Entah apa yang sudah direncanakan oleh sepasang suami istri itu.
Jadilah sabtu pagi aku berangkat bersama Luna. Dia sebenarnya agak enggan, takut kalau suami Cut Tari akan marah dan menganiaya diriku. Tapi setelah kukatakan kalau yang mengajak adalah mereka, Luna jadi agak tenang.
”Aneh ya, bukannya marah, malah mengundang selingkuhan istrinya liburan bareng?” tanya Luna saat mobil kami meluncur di jalan tol.
”Kamu juga nggak marah tahu aku selingkuh dengan Tari?” sahutku.
”Laki-laki itu seperti teko, biar aja isinya tumpah kemana-mana, yang penting tekonya pulang ke rumah, itu prinsipku.” balas Luna. ”Aku nggak masalah kamu main dengan wanita lain, asalkan hatimu tetap untukku.” tambahnya.
”Trims ya, sayang.” kukecup bibirnya sebagai rasa sayang.
Tak lama, kami sampai di villa-nya Tari. Meski tidak terlalu mewah, namun villa ini cukup luas dan cukup nyaman untuk beristirahat di akhir pekan. Tari dan suaminya menyambut kami dengan ramah. Setelah bertegur sapa dan ngobrol sebentar, mereka pun mengantarkan kami ke kamar. Disitu aku sempat main sebentar dengan Luna.
Siangnya, sekitar jam 2, aku yang sedang tidur pulas dibangunkan oleh Luna. ”Bangun, sayang. Kita makan dulu. Kata mbak Tari sudah siap.” bisiknya. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Begitu juga dengan Luna. Cut Tari dan Suaminya sudah menunggu di meja makan, kami segera makan bareng. Lauknya ikan pepes kesukaanku. Sampai saat itu aku masih belum tahu apa yang mereka rencanakan.
Selesai makan, kami tiduran nonton TV di ruang tengah sambil ngobrol kesana kemari. Kami tidak menyinggung sama sekali soal kasus yang sedang kami hadapi. Pokoknya hari itu full buat senang-senang. Di sela-sela acara, Cut Tari masuk ke kamarnya untuk berganti baju. Dia mengganti baju terusannya dengan daster tidur yang amat tipis, tanpa BH dan celana dalam. Ini terlihat jelas dari bayangan tubuhnya di balik gaun itu. Aku ngaceng melihatnya.
Kulihat dia sangat atraktif mempertontonkan tubuhnya di depanku dan di depan Luna. Kulihat Yusuf acuh saja melihat tingkah istrinya. Dia terus menonton TV sambil tiduran. Luna dan Tari berbaring berdampingan di tengah, sedangkan aku dan Yusuf berada di pinggir, disamping pasangan masing-masing. Acara TV terasa membosankan, mungkin karena aku tidak bisa konsentrasi, aku lebih terpesona menikmati tubuh molek menggairahkan milik Cut Tari. Itu membuat adik kecilku yang berada dibalik celana mulai menggeliat.
“Pa, puterin film yang hot dong, bosen nih lihat sinetron melulu.” seru Cut Tari. Ada juga ya artis sinetron bosan lihat sinetron!
Aku tahu kalau yang dimaksud olehnya adalah film porno. Luna tampaknya juga mengerti, ia memandangku untuk mencari pembenaran. Kuanggukkan kepalaku, menyuruhnya agar tetap diam dan mengikuti permainan sepasang suami istri itu. Kurangkul erat tubuhnya agar Luna merasa terlindungi.
Sebelum beranjak pergi, Yusuf basa-basi meminta ijinku. “Riel, muter film blue ya?” tanyanya.
“Terserah aja,” jawabku pura-pura acuh tak acuh.
Sementara Tari berbisik pada Luna, ”Kita hangatkan suasana sore ini, Na. Biar nggak dingin.” katanya. Luna hanya menanggapi dengan senyum.
Di Luar dugaan, filmnya ternyata cukup bagus. Adegan sexnya tidak vulgar, alur ceritanya bagus. Aku jadi cepat terhanyut. Perlahan gairahku mulai bangkit. Tonjolan di celanaku terlihat semakin terdongkrak ke atas. Kulihat Tari tersenyum-senyum melihatnya dan tanpa malu-malu mencuri pandang ke arah situ. Aku memang sengaja tidak menyembunyikannya, toh dia sudah melihat isinya berulang kali. Lagian, ini kan yang mengajak mereka, jadi kenapa mesti malu. Kulihat Yusuf juga melakukan hal yang sama, bahkan lebih parah, dia menyuruh sang istri untuk mengusap-usap tonjolannya pelan dari luar celana. Sementara Luna, yang sepertinya juga mulai terangsang, dengan muka agak jengah memindahkan kepalanya di atas lenganku dan jari tangannya meremas-remas jari tanganku. Aku sudah hafal sekali, ini tanda kalau dia sudah sangat bergairah.
Di TV, adegan film terlihat semakin panas. Begitu juga dengan pasangan suami istri yang ada di sebelahku. Tanpa malu-malu, Yusuf dan Tari sekarang sudah berpelukan erat. Tangan Yusuf kulihat asyik mengusap-usap dan memenceti payudara Tari dari luar baju tidurnya, sesekali diciumnya bibir sang istri dalam-dalam. Sementara itu, kaki kanan Tari ditekuk dan pahanya menindih paha Luna, sehingga tanpa bisa dihindarkan, baju tidurnya yang memang sangat pendek, makin tersingkap. Aku jadi lebih leluasa melahap pahanya yang putih mulus itu, bahkan sebagian rambut di pangkal pahanya juga kelihatan.
“Lun, aku jadi pengen nih.” Tari bicara kepada Luna.
“Ya nggak apa apa, mbak. Langsung minta aja sama mas Yusuf.” Luna menyahut sambil tersenyum penuh arti.
Aku makin terangsang. Kumiringkan tubuhku agar aku bisa melihat paha mulus Tari lebih jelas, kuselusupkan tanganku di balik kaos tipis Luna yang tidak ber-BH dan kuremas-remas buah dadanya yang tidak begitu besar pelan-pelan. Sementara tangan Luna sendiri sudah masuk ke dalam celanaku dan mengelus-elus penisku yang sudah berdiri keras. Ia menutup tanganku yang sedang bergerilya di dadanya dengan bantal sehingga tidak terlihat oleh Yusuf dan Tari, rupanya dia masih malu. Walaupun sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan, karena pasangan suami istri di sebelah sudah tidak memperhatikan kami lagi, keduanya sudah mulai tenggelam dalam percintaan yang panas dan membara.
Tari melepas seluruh pakaiannya hingga bugil. Dia juga mencopoti baju sang suami hingga sama-sama bugil. Yusuf menggeser posisinya merapat ke arah Luna. Luna yang risih, merapatkan diri ke tubuhku. Aku segera memeluknya agar dia tidak ketakutan. Sedangkan Tari yang sudah sangat bergairah, kini berbaring di sebelah kanan sang suami. Kini posisi kami selang-seling dengan Yusuf berada di sebelah Luna.
Pasangan suami istri itu berciuman sangat panas, dengan tangan saling mengelus penuh nafsu. Yusuf menghisap bibir tipis Tari kuat-kuat sambil tangannya meremas-remas payudara sang istri yang putih mulus. Dia memencet dan memilin-milin putingnya yang kemerahan hingga membuat Tari melenguh kegelian. Sebagai balasan, Tari menyambar batang penis Yusuf yang sudah menegang besar, dan mengocoknya cepat.
Kulihat Luna melirik mereka dengan muka memerah, tampak mulai terhanyut dengan adegan panas yang persis berada satu jengkal disampingnya. Film bokep di TV sudah tidak lagi ia perhatikan. Kuremas-remas payudaranya semakin kencang. Kurasakan puting mungil Luna sudah mulai mengeras dan menegang.
Tiba-tiba Cut Tari menghentikan pergulatan dengan Yusuf. Dia duduk dan mencondongkan tubuh melewati sang suami. Payudaranya yang bulat sedang tampak menggantung indah saat ia melakukan itu. Putingnya yang mungil kemerahan sudah basah dan mengkilat akibat jilatan Yusuf. Tari menyingkirkan bantal yang menutupi tubuh Luna lalu menarik kaos tipis Luna ke atas.
“Biar adil, Lun. Masa kita sudah telanjang, kamunya belum.” katanya sambil terus menarik kaos Luna hingga terlepas. Kulihat Luna ingin protes, tapi melihat suasana yang sudah begitu ’panas’, ditambah aku yang tidak menghalangi tindakan Tari, membuat dia akhirnya menyerah. Dengan mudah Tari melucuti seluruh pakaian Luna, termasuk celana panjang dan CD-nya. Sekelebat kulihat mata Yusuf melahap tubuh bugil Luna penuh nafsu. Ada kilatan ingin memiliki disana. Bahkan ia segera mengeser posisinya agar bisa lebih merapat ke tubuh Luna yang mulus dan indah. Luna yang terjepit, tidak bisa lari kemana-mana. Dia tidak bisa menolak saat lengan Yusuf mulai menempel di pinggiran payudaranya.
”Riel,” Luna memanggilku, meminta pertolongan. Aku hanya mengangguk, tersenyum, dan langsung melumat bibirnya yang tipis dengan rakus. ”Hmph!” membuat Luna melenguh dan tak bisa berkata-kata lagi.
”Riel, copot juga dong bajumu.” Tari mengelus penisku yang sudah menegang dahsyat dari luar celana. Dia tampak merindukannya. Dengan bantuannya, kucopoti seluruh bajuku hingga kami semua bugil sekarang.
Tari lalu kembali pada sang suami, mereka berpelukan dan berciuman mesra. Begitu juga denganku. Kurengkuh tubuh mulus Luna, kulumat bibirnya yang tipis dengan rakus. Tanganku yang satu memenceti payudaranya, sementara yang lain mengelus vaginanya yang sudah lembab membasah.
“Oughh… Riel!” Luna mendesis-desis keenakan, tangan kanannya mendekap punggungku erat-erat, sedangkan tangan kirinya tertindih lengan Yusuf.
Kurasakan elusan lembut sebuah tangan halus menelusuri bokongku, kemudian mengarah ke selangkanganku dan mengelus buah zakarku. Aku sudah menduga siapa pemilik tangan itu. Sambil mulutnya menciumi mulut sang suami, Cut Tari mengelus-elus batang penisku,. Aku yakin Yusuf melihat tangan sang istri yang kini sedang bergerilya di selangkanganku, tapi dia tampak acuh saja. Tentu saja dia tidak peduli karena kini Yusuf lebih sibuk menggesek-gesekkan lengannya ke bulatan payudara Luna daripada memperhatikan tingkah sang istri. Luna yang menyadari perbuatan Yusuf, pura-pura tidak tahu dan memalingkan wajahnya ke arahku, minta untuk dicium lagi. Aku segera melumatnya. Luna juga tidak marah melihat tari yang kini sudah mengocok penisku cepat.
Permainan menjadi semakin panas. Tari yang sudah begitu bernafsu, melepaskan penisku dan bangkit berdiri. Dengan posisi setengah duduk di paha sang suami, dia membuka selangkangannya lebar-lebar hingga terlihat lah vagina merah basah miliknya yang sangat indah. Benda itu masih sama bentuknya seperti saat terakhir kali aku melihatnya 3 bulan yang lalu. Apakah rasanya juga tetap sempit dan menggigit? Akan aku cari tahu nanti. Sepertinya permainan ini akan mengarah kesana.
Dengan tangan kanannya, Tari menggosok-gosokkan kemaluan Yusuf ke klitorisnya, sementara buah dadanya yang menggantung indah diremas- remas oleh laki-laki itu. Kuperhatikan, batang Yusuf tidak sebesar punyaku, begitu juga panjangnya, punyaku lebih unggul. Ehm, pantas saja Tari selingkuh, wanita mana yang akan puas dengan penis seperti itu? Luna tampaknya juga tidak tertarik. Dia sama sekali tidak meliriknya, apalagi memegangnya. Luna lebih suka mengocok penisku yang panjang dan besar daripada punya Yusuf yang ukurannya nanggung.
Melihat mata Luna yang sudah sayu dan pahanya yang sudah direntangkan lebar, aku tahu bahwa Luna sudah terangsang berat. Dia menuntun penisku ke arah lubang vaginanya yang sudah merah merekah, minta untuk ditusuk. Aku segera melakukannya. Pelan, kumajukan pinggulku. Kumasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya. ”Aghhh...” Luna merintih saat aku berhasil menembusnya. Dalam tempo singkat, aku sudah melayang menikmati jepitan lubang memeknya. Rasanya tetap seret dan nikmat meski aku sudah sering menggunakannya.
Sementara aku mengocok, Luna mendesis-desis keenakan. Dia sudah tidak peduli lagi meski sekarang Yusuf meraba dan meremas-remas payudaranya penuh nafsu. Yang ada di pikirannya cuma bagaimana melampiaskan hasrat yang begitu menggelora saat ini. Sebagai balasan, aku ganti mengelus dan memenceti buah dada Tari yang bergoyang-goyang indah seiring genjotan pinggulnya yang naik turun, mengocok batang penis sang suami yang sudah melesak masuk ditelan liang kenikmatannya. Sesekali tangan Tari juga meremas bokong indah Luna yang terpampang jelas di sebelahnya.
”Ahh... terus, Riel! Terus!” Luna makin merintih saat makin kupercepat kocokanku. Beberapa kali Yusuf mencium bibirnya saat ia mendesis-desis, Luna terlihat tidak peduli. Ia tampak sangat menikmati sekali genjotanku di atas tubuh sintalnya.
Entah kenapa aku tidak cemburu melihatnya diciumi oleh suami Cut Tari itu, malah yang ada aku jadi makin bergairah. Begitu juga dengan Luna, rangsangan Yusuf dan Tari membuatnya makin terangsang. Kurasakan gerakan dan nafasnya mendengus kencang, tidak seperti biasanya. Menunjukkan kalau Luna sangat bergairah sekali.
Dalam waktu singkat, gerakan Luna menjadi kian tidak terkendali, bahkan ia membalas ciuman Yusuf dengan menghisap bibir laki-laki itu penuh nafsu. Bersamaan dengan itu, tubuhnya menghentak-hentak keras. Pinggulnya yang sedang menerima tusukanku, mengejang ke atas. Mulutnya melumat bibir Yusuf kuat-kuat sambil merintih. ”Oughhh... Riel, aku...” Dari dalam vaginanya, menyembur cairan cinta yang amat banyak, membasahi penisku yang masih menancap dalam. Luna orgasme. Ini di luar kebiasaan, dia biasanya cukup tahan lama. Tapi kali ini dia cepat selesai, padahal aku merasa masih belum apa-apa. Aneh!
Kuhentikan kocokanku dan kucabut penisku. Aku masih tanggung, tetapi aku memang masih belum ingin keluar sekarang. Aku berharap Luna bangkit lagi setelah ia istirahat. Kutatap wajah cantiknya yang penuh kepuasan. Disampingnya, kulihat Yusuf masih terus asyik menggengam dan mengelus-elus payudara Luna. Putingnya yang mencuat kemerahan, berkali-kali ia tarik dan pilin-pilin kecil.
Melihat aku tergeletak nganggur dengan penis yang masih tegak berdiri, Cut Tari segera menghentikan goyangan pinggulnya. Ia mencopot penis sang suami dari jepitan vaginanya dan mendekatiku. Tahu kalau aku belum ejakulasi, Tari berniat membantuku. Dia melangkahi tubuh mulus Luna yang tergeletak telentang kelelahan disampingku. Dengan menggunakan dasternya, Tari membersihkan penisku yang penuh lendir cinta dari Luna, sebelum akhirnya dia menindih dan mencium bibirku.
Aku sempat kaget, aku tak menduga Tari akan berani melakukan itu. Kulirik Yusuf, laki-laki itu hanya menonton tingkah sang istri tanpa terlihat keberatan sama sekali. Dia malah asyik meremas dan menciumi payudara Luna yang kini sepenuhnya berada dalam kekuasaannya. Luna juga hanya melirikku sekilas, kemudian kemudian memejamkan matanya kembali. Dia tampak menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda tubuh sintalnya, sambil sekalian menikmati sedotan Yusuf yang liar pada puting buah dadanya. Resmilah sudah, kami bertukar pasangan mulai detik ini!
Tanpa malu-malu lagi, kubalas ciuman Tari dengan penuh nafsu. Tangan kiriku mengelus bokongnya yang bulat, sedangkan tangan kananku meremas-remas buah dadanya yang menggantung indah. Tari menjulurkan lidahnya menyambut lidahku, sementara vaginanya yang sudah sangat basah, digesek-gesekkan ke atas penisku. Ciuman kami hanya berlangsung singkat karena Tari tampak sudah sangat terangsang sekali. Segera dia menarik badannya sehingga sekarang posisinya sekarang duduk di atas pahaku, dengan belahan kemaluan tepat berada di depan batang penisku yang rebah ke perut.
Kurasakan belahan vagina Tari yang kemerahan sudah basah oleh lendir. Tak tahan, segera kuangkat pinggangnya dengan kedua tanganku, aku ingin memasukinya. Tari cepat tanggap, sambil mengangkat pantatnya, dia mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dalam hitungan detik, kemaluanku sudah menyelusup masuk ke dalam. Tari melenguh pelan, begitu juga denganku. Kami sama-sama merasa nikmat.
Saat aku mulai menggoyang, tubuh mulus Tari langsung ambruk ke dadaku dan wajahnya menempel disamping kepalaku sambil mendesis-desis keenakan. Kuangkat pinggulku, berusaha mengocok kemaluannya lebih cepat dan lebih dalam lagi. Tari mengikuti gerakanku dengan menggoyangkan pinggulnya memutar. Kurasakan otot vaginanya menjepit erat batang penisku, hampir mencekiknya. Himpitan dan putaran pinggul Tari tidak kalah dengan Luna, membuat kenikmatan menjalar cepat ke seluruh tubuhku.
Tak sampai 5 menit, kurasakan Tari mulai mempercepat goyangannya. Dengan nafas tersengal, mulutnya bertubi-tubi menciumi bibirku, sementara lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, mengajakku untuk saling menghisap dan bertukar air liur. Aku segera mengerti bahwa ia sudah mulai masuk ke masa orgasme. Tanpa menunggu lama, segera kupercepat kocokanku. Aku sendiri juga sama, kemaluanku sudah berdenyut-denyut kencang, terasa sangat nikmat dan enak sekali.
Ketika kurengkuh bokongnya, Tari memeluk pundakku makin kencang. Dari mulutnya keluar erangan nikmat yang panjang sekali. ”Aarrgghhhhh...!” vaginanya ditekan keras ke arah kemaluanku, dia pun orgasme. Bersamaan dengan semburan deras dari liangnya, kulepas juga air maniku. Cairan kami sama-sama menyemprot dan saling bertabrakan hingga bercampur menjadi satu. Vagina Tari yang aslinya sudah lembab dan becek, menjadi tambah lengket sekarang. Ough, sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa sekali.
Walaupun permainan sudah berakhir, tetapi Tari tidak mau mencopot penisku. Dia hanya mengeser tubuhnya dari dadaku untuk meringankan tindihannya di atas tubuhku. Penisku yang mulai mengkerut dan melemah masih menancap telak di liang kemaluannya.
Perlahan, setelah beberapa detik berlalu, kesadaranku mulai pulih. Kulihat di sebelah, Luna sedang bergumul mesra dengan Yusuf. Dengan penuh nafsu, Yusuf menindih tubuh bugil Luna, mereka berciuman panas dan dalam. Sambil memagut, tangan Yusuf asyik meremas-remas buah dada Luna yang ukurannya sedikit lebih besar dari punya Tari, istrinya. Sementara Luna mengelus-elus bokong Yusuf, desahan halus mulai keluar dari bibir tipisnya, tanda kalau dia sudah mulai terangsang lagi.
Yusuf sedikit menggeser tubuhnya, tangan yang tadinya meremas tetek Luna kini turun ke bawah, ke arah kemaluan Luna yang sempit kemerahan. Luna segera mengangkat pinggulnya ketika jari tangan Yusuf mulai menggesek-gesek klitorisnya. Desahan nikmat yang keluar dari mulutnya terdengar semakin keras. Yusuf membuka paha Luna lebar-lebar agar dia makin leluasa mengerjai vaginanya.
Melihat Luna yang merintih keenakan, aku jadi terangsang kembali. Perlahan penisku yang masih menancap di liang kemaluan Tari, mengeras dan membesar. ”Wah, ngaceng lagi ya, Riel?” gumam Tari sambil mencium bibirku kuat-kuat. Tidak menjawab, segera kugenjot lagi tubuh mulusnya. Tanganku kembali menggerayangi tonjolan payudaranya untuk meremas dan mengelus-elusnya lagi.
Di sebelah, Luna menoleh ke arahku saat Yusuf sudah bersiap untuk menyetubuhinya. Matanya sayu memandangku seolah meminta persetujuan. Kupandangi dia, Luna terlihat sangat cantik ketika sedang terangsang seperti itu. Aku jadi tak tega untuk menghalangi. Lagian, aku juga sudah menikmati tubuh Cut Tari, dua kali malah karena sekarang aku kembali menggenjotnya, jadi sangat tidak fair kalau aku melarang Luna untuk bercinta dengan Yusuf. Mereka berhak melakukannya.
Kukecup bibir Luna, kuusap rambutnya sebagai tanda bahwa aku tidak keberatan. Luna pun segera membuka pahanya lebar-lebar, mempersilahkan Yusuf untuk naik ke atas tubuh mulusnya. ”Pelan-pelan,” bisik Luna melihat Yusuf yang tampak sudah tak sabar. Dengan ancang-ancang ala kadarnya, Yusuf melesakkan penisnya. Meski sudah mentok sampai ke pangkal, Luna cuma mendesah saja, dia tidak menjerit keenakan seperti kalau aku yang melakukannya. Ukuran penis kami memang beda sih, mungkin saat ini penis Yusuf cuma bisa menjangkau setengah dari kedalaman liang vagina Luna.
Meski tampak tidak puas, tapi saat Yusuf mulai menggoyang, tak urung Luna tetap merintih dan mengerang juga. Dia memejamkan mata dan meremas-remas payudaranya sendiri untuk menambah kenikmatannya. Sambil menggenjot, tak henti-hentinya Yusuf menciumi bibir, pipi, leher, atau mana saja bagian tubuh Luna yang dapat ia jangkau. Jepitan vagina Luna rupanya terlalu nikmat buatnya karena tak lama kemudian kulihat Yusuf sudah mendesis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak tahan. Dahinya berkerut, sementara giginya menggigit bibir bawahnya. Dia memejamkan mata saat menusukkan penisnya dalam-dalam ke liang vagina Luna dan meledak disana.
“Lun, aarrgghhhh... aku… eghh... eegghh…” tubuh Yusuf terkejang-kejang saat dia melepaskan air maninya. Setelah beberapa detik, ketika dia mencabut penisnya, kulihat sisa sperma meleleh keluar dari bibir vagina Luna yang mengkilat kemerahan.
Luna yang masih belum puas segera bangkit dan menyerbu ke arahku. Dia ingin bergabung denganku, menuntut untuk dipuaskan. Luna meraih dan membimbing kedua tanganku untuk mengenggam bulatan payudaranya yang menggantung bebas di depan wajahku. ”Riel, peras susu gue ya?” pintanya nakal.
Aku dengan senang hati melakukannya. Kuremas-remas kedua susunya seperti memerah susu sapi hingga Luna merintih-rintih keenakan. ”Ahh… ahh... auw… ahh… terus, Riel... enak banget! Ughhh… enak banget! Terus!” kalau sedang terangsang seperti ini, payudara Luna terasa sangat legit dan kenyal. Beda dengan biasanya yang lunak dan sedikit kendor. Aku sangat menyukainya.
Sekarang, aku merasa seperti raja yang dilayani oleh dua wanita cantik : Tari yang sedang bergoyang di atas tubuhku, dan Luna yang merintih-rintih keenakan di depanku. Aku jadi merinding dibuatnya. Nikmatnya tidak terlukiskan. Apalagi saat tak lama kemudian Tari menghentikan genjotannya dan memekik. ”Riel, aku keluar! Argghhhhh...!” tubuh mulusnya terhentak-hentak saat kurasakan cairan cinta menyembur lagi dari dalam liang kemaluannya. Vagina Tari yang sempit terasa berdenyut-denyut saat dia orgasme.
Aku yang keenakan, menggoyang kembali pinggulku. Tanganku yang dari tadi beraksi di payudara Luna kini beralih memenceti payudara Tari. “Ahh… Riel, udahan dulu dong!” kata Tari lemas. Dia ambruk di atas tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal rasanya. Nafasnya hangat menerpa wajahku
”Kok cepet banget keluarnya?” tanyaku sambil menarik penisku keluar.
”Uaah, aku kelewat nafsu sih.” Tari membela diri.
”Oke deh, kamu istirahat saja. Sekarang giliranku sama Luna.” kulirik Luna yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dia asyik menjilati penisku yang basah dan lengket, kotor oleh cairan vagina Cut Tari.
Tari segera menyingkir, dia bangkit dan merebahkan diri di sebelah sang suami. ”Gimana, Pa, enak?” tanyanya mesra.
Yusuf mencium bibir Tari dan menjawab. “Enak banget, Ma.”
“Berarti papa nggak jadi menceraikan aku donk?” tanya Cut Tari.
Yusuf mengangguk. ”Tapi aku mau melakukan ini sekali lagi.” katanya.
”Papa ketagihan ya sama memek Luna?” Tari tersenyum. Sekali lagi Yusuf mengangguk, dan ikut tersenyum. Mereka selanjutnya berpelukan mesra.
Sementara itu, aku asyik meraba-raba kemaluan Luna hingga aku menemukan daging kenikmatannya. Kucubit pelan hingga Luna mendesah perlahan. Kugunakan jari jempol dan telunjukku untuk memainkan daging tersebut, sementara jari manisku kugunakan untuk mengorek liang senggamanya. Desahan Luna semakin jelas terdengar jelas. Kemaluannya terasa begitu basah.
Aku yang sudah tak tahan segera membalik posisi tubuhku, Sekarang aku menindih Luna yang telentang pasrah di bawah tubuhku. Kugunakan jari-jariku untuk mengobok-obok vaginanya. Kugosok-gosok klitorisnya hingga Luna mengerang keras. Kujilati dan kugigit lembut bulatan payudaranya, kanan dan kiri. Putingnya yang mencuat mungil, kuhisap dan kugigit berkali-kali. Luna meremas rambutku, nafasnya terengah-engah dan memburu.
Setelah kurasakan cukup merangsangnya, langsung kusodok lubang senggama Luna dengan batang kemaluanku. Luna yang nampaknya sudah siap menerima seranganku, segera membuka pahanya lebar-lebar, memberiku jalan untuk menerobos masuk ke dalam lubang vaginanya yang sudah basah kuyup. Dia mendesis pendek saat proses penetrasi berlangsung, lalu menghela nafasnya setelah seluruh penisku masuk. Kudiamkan beberapa saat untuk menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina Luna. Hangat sekali, lebih hangat dari milik Cut Tari. Setelah itu kumulai menyodok Luna maju mundur.
Luna melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Dia mengeluarkan jeritan-jeritan kecil selama aku menggenjot tubuh mulusnya. Luna memang berisik sekali! Teriakan-teriakannya terus terdengar kencang. Tapi aku suka juga mendengarnya. Kedua payudara Luna yang tidak begitu besar bergelantungan indah di dadanya, benda itu bergerak liar seiring dengan gerakan kami. Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka kuraih saja kedua danging kenyal tersebut dan langsung kuremas-remas sepuasnya. Nafsuku semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat Luna semakin keras mengeluarkan suara. ”Ahh… ahh… ahh...” dengan lantang. Sampai akhirnya ia berteriak kencang saat mencapai puncak kenikmatannya, “Arghhhh… aku keluar, Riel!” jeritnya parau.
Setelah bergetar-getar beberapa saat, Luna kemudian terkulai lemas, sementara aku terus menyetubuhinya. Vaginanya yang banjir terasa semakin nikmat membungkus penisku. Beberapa saat kemudian, aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan. ”Sayang, aku juga mau keluar nih…” bisikku.
Luna segera menarik keluar penisku dan mengulumnya. Dia melakukannya hingga aku memuntahkan sperma di dalam mulutnya. Seperti biasa, Luna segera menelannya sampai habis tanpa tersisa sedikit pun.
Aku berbaring. Capek, nikmat dan puas bercampur menjadi satu. Cut Tari berbaring di sisiku. Payudaranya terasa lembut dan hangat menyentuh lengan kananku. Sementara Luna masih membersihkan batang kemaluanku dengan mulutnya.
”Gimana, Riel, puas?” Tari bertanya.
”Puas banget. Otakku ringan sekali rasanya.” jawabku sambil mencium bibirnya. Di sebelahnya, kulihat Yusuf sudah tertidur kelelahan. Penisnya tampak mengkerut mungil seperti bayi, kasihan sekali.
”Aku mandi dulu ya?” Luna memotong pembicaraan kami, lalu beranjak menuju kamar mandi.
“Aku mau jujur sama kamu, Riel...” Tari berbisik, takut didengar oleh Luna.
”Aku tahu, mas Yusuf kan yang meminta ini. Dia tidak akan menceraikan mbak kalau mbak bisa membuatnya tidur dengan Luna.” aku berkata.
Cut Tari tampak terperangah. ”B-bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya.
”Naluri lelaki, mbak. Aku pasti juga akan berbuat sama kalau berada di posisi mas Yusuf.” sahutku.
”Bener, Riel. Maafkan aku!” Tari tampak menyesal sekali.
Aku segera memeluknya. ”Sst, buat apa minta maaf? Aku juga menikmatinya kok, begitu juga dengan Luna. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini.” sekali lagi kukecup bibirnya.
”Iya, Riel. Makasih ya, dengan begini rumah tanggaku bisa terselamatkan.” Tari membalas mesra ciumanku.
Begitulah, semalam suntuk kami pesta seks di villa itu. Aku menyetubuhi Luna dan Tari bergantian, begitu juga dengan Yusuf, tak bosan-bosannya dia naik ke atas tubuh mulus Luna dan sang istri. Kami melakukannya di kamar, dapur, kamar mandi, bahkan di kolam belakang saat pagi mulai menjelang. Yusuf tampak sangat puas sekali.
END
Statusku yang duda satu anak, tidak meruntuhkan pesonaku itu. Tidak terhitung berapa banyak selebritis tanah air yang telah kupacari, bahkan kutiduri. Mulai dari yang muda macam Andhara Early, Bunga Citra Lestari, Aura Kasih, hingga yang telah bersuami macam Cut Tari, Alya Rohali, dll. Aku bagaikan rock star yang bisa gonta-ganti wanita seenaknya.
Tahun 2005, aku menikah dengan Sarah Amalia, gadis cantik asal Semarang yang masih sepupunya Ayu, kekasih Indra (bassis Peterpan). Aku berkenalan dengannya saat Peterpan tampil dalam acara ulang tahun SMA 3 Semarang. Sejak itu kami akrab, Lia sering menemaniku di sela-sela kesibukan tur.
Suatu hari, sehabis konser live yang disiarkan langsung salah satu TV swasta, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Lia, sekedar mengistirahatkan badan dan pikiranku yang sedang capek.
“Lia, sebentar lagi aku ke rumahmu,” kataku lewat telepon.
“Eh, iya Bang. Aku tunggu,” suara Lia yang merdu terdengar.
Tak lama, aku pun sudah muncul di depan rumahnya. ”Orang tuamu tidak ada kan?” aku bertanya. Lia mengangguk mengiyakan. “Kunci pintunya,” perintahku.
Lia tersenyum genit kemudian mengunci pintu rumahnya. Hari itu dia tampak anggun dengan pakaian yang sopan. Dengan baju longgar dan rok selutut, ditambah dengan jepit manis yang bertengger di rambutnya membuatnya makin tambah cantik. Asyiknya, meski mengenakan baju longgar seperti itu, buah dadanya yang besar masih tampak menonjol indah, tidak tersembunyi sama sekali. Aku sangat menyukainya.
“Tumben abang mampir?” tanyanya pura-pura tidak tahu maksud kedatanganku.
“Wah, kamu kok kelihatan beda ya? Pakaianmu kok nggak sesexy biasanya?” godaku ketika ia telah berada dihadapanku.
“Iya, bang. Saya baru pulang dari sekolah,” jawab Lia sambil duduk di kursi di depanku.
“Tapi kamu tetap tampak cantik kok,” godaku.
“Ah, abang bisa saja.” Lia tersipu.
“Ayo, duduk di sini saja.” perintahku sambil menunjuk ke arah pangkuanku.
Lia tersenyum manis kemudian bangkit dari kursinya dan duduk di atas pangkuanku. “Abang lagi horny ya?” tanyanya saat merasakan tonjolan di selangkanganku.
“Iya, sayang. Setiap kali melihatmu, aku pasti horny. Habis kamu cantik banget sih.” rayuku sambil mulai mengelus-elus pahanya.
Lalu kudekatkan bibirku ke wajahnya, dan Lia langsung menyambutnya dengan penuh gairah. Beberapa saat kami melakukan french kiss, sambil tanganku membuka kancing bajunya satu persatu. Tampak buah dadanya yang besar masih terbungkus oleh BH-nya yang berwarna hitam. Kuciumi belahan dadanya sambil tanganku membuka pengait BH-nya.
Buah dada Lia pun meloncat keluar, bergoyang-goyang indah menggemaskan. Langsung kuciumi dan kujilati benda bulat yang kenyal itu berikut putingnya yang dengan cepat mengeras menahan gairah.
“Ahh.. sst.. Bang.. shh..” erang Lia ketika aku menikmati satu per satu buah dadanya secara bergantian.
“Enak, Lia?” tanyaku.
“Enak, bang.. ahh..” jawab Lia di tengah erangan kenikmatannya.
“Ayo buka pakaianmu, sayang.” perintahku setelah aku puas menikmati dadanya.
Lia pun bangkit dan membuka pakaiannya satu persatu.
“Aku pengin kamu yang sepenuhnya aktif kali ini. Badanku sedang capek dan aku cuma mau duduk saja di sini. Mengerti, Sayang?” tanyaku sambil tersenyum.
“Ih, abang curang.” rengutnya manja. Tapi tidak menolak. Lia tinggal mengenakan celana dalam mini di depanku. Dia mengelus-elus buah dadanya sendiri, menggodaku.
“Jangan dibuka, lebih seksi begitu.” kataku ketika dia akan membuka celana dalamnya. “Pakai juga sepatumu.” perintahku.
Lia pun kemudian menghampiriku dengan hanya mengenakan celana dalam mini dan sepatu sekolahnya. Penampilannya tambah sensual dengan dasi panjang melingkar di lehernya yang jenjang. Dia kembali duduk di atas pangkuanku. Kuciumi kembali bibirnya sambil meremas-remas bukit buah dadanya yang padat menjulang itu.
Lia kemudian bangkit dan berjongkok di depan kursiku. Dibukanya resleting celanaku. Aku membantunya dengan membuka sepatuku dan sedikit berdiri, agar dia dapat mudah membuka celanaku. Tak lama celana dalamku pun telah dibukanya. Kemaluanku pun langsung mencuat di depan wajahnya yang cantik jelita itu.
“Wah, sudah tegang banget nih, bang,” godanya sambil kemudian menjilati kemaluanku. Ditelusurinya benda itu dan dihisap-hisapnya buah zakarku bergantian.
“Kamu suka, Lia?” tanyaku lagi.
“Siapa sih yang nggak suka. Besar banget...” katanya terputus karena kemudian dengan lahap dia sudah mengulum kepala penisku. Rasa nikmat menjalar dengan cepat ke seluruh tubuhku. Lia dengan rakus menghisap-hisapnya.
“Ehm.. Ehm..” gumamnya ketika mulutnya memberikan kenikmatan luar biasa pada syaraf-syaraf kemaluanku.
Aku hanya bisa duduk di kursi sambil mencengkeram bahunya menahan kenikmatan. Sesekali kusibakkan rambutnya agar aku dapat melihat kemaluanku yang menjejali mulutnya. Tampak pipi Lia yang putih bersih menggelembung disesaki kemaluanku. Setelah puas dihisap, aku suruh dia untuk berdiri.
“Ayo, sayang. Menghadap ke pintu.” perintahku.
Lia pun kemudian menaiki pangkuanku dengan tubuhnya membelakangiku. Disibaknya celana dalam yang ia kenakan, kemudian Lia mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang sudah basah oleh gairah mudanya.
“Ahh.. Yaahh..” jeritnya tertahan ketika kemaluanku mulai menerobos liang senggamanya. Lia pun kemudian menggerakkan pantatnya naik turun sementara aku memegangi pinggangnya yang ramping.
“Oh, bang.. Enak bang.. Terus.. Oh My god..” Lia mulai meracau menahan kenikmatan yang diberikan kemaluanku yang memang ukurannya di atas rata-rata ini.
Lia terus bergoyang di atas pangkuanku, sambil tangannya meremas-remas buah dadanya sendiri. “Bang.. Enak sekali.. Oh.. Lia hampir sampai, bang..” erangnya lagi.
Tak lama badannya menegang sambil dia menjerit tertahan. Aku merasa kemaluanku semakin basah oleh cairan vaginanya. Rupanya dia telah orgasme. Setelah orgasme, dia menghentikan goyangannya.
“Lia, kok berhenti sih? Aku belum puas nih!” kataku memprotes.
“Bentar, bang, Lia pengin minum sperma abang. Lia suka. Boleh khan?” pintanya genit.
“Hmm, boleh nggak ya..” godaku.
“Please.. Please..” dia merengek sambil menciumi pipiku.
“OK deh. Karena aku sedang baik hati.. Boleh deh..” kataku.
Lia pun kemudian kembali jongkok dan kembali kemaluanku menjejali mulutnya. Setelah beberapa menit dijilat dan dihisap, akupun mengalami ejakulasi di dalam mulut kekasihku ini. Seperti biasa, dia menjilat bersih seluruh kemaluanku.
“Lia, kau memang luar biasa. Terima kasih ya. Aku mau kembali kerja lagi nih.” kataku setelah kami mengenakan pakaian masing-masing.
Liapun tersenyum dan mengantarku keluar dari rumahnya. Begitulah hubunganku dengan Sarah Amalia, dia langsung bisa kutiduri begitu pertama kenal. Karena tubuhnya memang montok dan pelayanannya sangat memuaskan, dia akhirnya jadi ’langgananku’. Sampai akhirnya Lia hamil. Sebenarnya aku juga tidak yakin kalau itu anakku, itulah kenapa dulu aku terkesan enggan bertanggungjawab.
Dari pernikahan kami, lahir seorang puteri bernama Alleia Anata. Tapi pada 2008, setelah aku bosan dengan tubuhnya, dia kugugat cerai. Pengadilan agama Jakarta Barat mengabulkan gugatanku pada Mei 2008.
Sebelum dengan Lia, aku juga sempat menjalin hubungan dekat dengan Luna Maya, model cantik kelahiran Denpasar, 26 Agustus 1983. Kami berkenalan lewat telepon dan baru berjumpa di acara MTV di Ancol, Jakarta. Sejak saat itu hubungan kami semakin dekat. Tapi aku juga sempat putus dengannya saat aku memutuskan menikahi Lia. Baru setelah aku bercerai, Luna kembali menjalin hubungan denganku. Dia kini mulai berusaha beradaptasi dengan putriku, Alleia Anata.
Sama seperti Lia yang mudah kuajak naik ke tempat tidur, Luna juga begitu. Bahkan dia yang mengajak lebih dulu. Setelah kuperawani di tepi pantai, Luna pun resmi jadi mainan baruku. Kapan dan dimanapun aku ngaceng, dia akan dengan senang hati melayaniku. Rupanya, dia juga ketagihan dengan penis superku ini.
Dan ternyata bukan dia saja yang tertarik, Cut Tari atau lengkapnya Cut Tari Aminah Anasya, perempuan kelahiran Jakarta, 1 November 1977, yang dikenal sebagai presenter, aktris sinetron dan layar lebar, juga jatuh ke dalam pelukanku. Saat dia tengah ada masalah dengan biduk rumah tangganya, aku yang berpura-pura bersimpati, pelan-pelan merayunya. Dan tak butuh waktu lama, dia sudah bisa kuboyong ke tempat tidur. Pada dasarnya, Tari sendiri juga nakal, dia haus akan sentuhan laki-laki muda sepertiku.
Tapi kenakalanku itu harus terhenti pada bulan Juni 2010, aku terlibat skandal rekaman video mesum berisi adegan persetubuhan yang melibatkan diriku dengan Luna dan Cut Tari. Di luar sempat beredar kabar kalau korbanku bukan hanya mereka berdua. Masih banyak artis-artis lain yang jadi teman tidurku, mulai dari Andara Early, Bunga Citra Lestari, Aura kasih, dll. Aku marah! Berita itu bohong! Sebagai seorang Ariel, aku merasa dilecehkan. Tahu nggak sih... korbanku lebih banyak lagi! Hahaha...
Tapi nanti saja kuceritakan tentang artis-artis itu, akan kubeberkan satu per satu. Kalian pasti akan kaget melihat siapa saja yang terlibat! Sekarang fokus pada Luna dan Cut Tari dulu. Kenapa? Karena di balik kasus ini, tersembunyi peristiwa yang menarik.
Pada 14 Juni 2010, Tari memenuhi panggilan Bareskrim Polri. Dia datang didampingi suaminya yang setia, Yusuf Subrata. Dengan berlinang air mata, Tari mengakui kalau memang betul dirinya lah yang ada di dalam video tersebut. Yang hebat - atau aneh? - Suami Cut Tari, Johannes Yusuf Subrata berkata bahwa ia tidak akan menceraikan sang istri. Benar-benar seorang suami yang berhati lapang. Walaupun tahu istrinya telah berselingkuh denganku, dia tetap teguh untuk mempertahankan rumah tangganya. Aku salut. Dia benar-benar pintar berakting.
Di media massa, tersiar kabar kalau Yusuf melakukan itu karena dia seorang gay. Aku tertawa saja mendengarnya. Darimana wartawan mendapat berita murahan seperti itu? Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan tidak cuma tahu, aku juga terlibat langsung. Tanpa bantuanku, rumah tangga Cut Tari pasti sudah kandas sekarang.
Mau tahu apa itu? Simak terus ya.
Di sela-sela penyelidikan polisi, sebelum aku ditetapkan sebagai tersangka, Cut Tari meneleponku. Dia merundingkan suatu hal yang nantinya akan membuatnya berani berterus terang soal video itu di depan media. ”Kalau kamu tidak mau, entah cara apalagi yang harus kupakai, Riel?” katanya waktu itu.
Aku yang sudah kepalang basah, tentu saja tidak keberatan dengan rencananya itu. Yang kupikirkan cuma Luna, mau nggak dia mendukung rencana ini.
”Tenang saja, biar nanti aku yang ngatur. Yang penting, kamu ajak Luna week end di Villaku akhir minggu ini. Bagaimana, bisa kan?” tanya Cut Tari. Aku pun menyanggupinya. Entah apa yang sudah direncanakan oleh sepasang suami istri itu.
Jadilah sabtu pagi aku berangkat bersama Luna. Dia sebenarnya agak enggan, takut kalau suami Cut Tari akan marah dan menganiaya diriku. Tapi setelah kukatakan kalau yang mengajak adalah mereka, Luna jadi agak tenang.
”Aneh ya, bukannya marah, malah mengundang selingkuhan istrinya liburan bareng?” tanya Luna saat mobil kami meluncur di jalan tol.
”Kamu juga nggak marah tahu aku selingkuh dengan Tari?” sahutku.
”Laki-laki itu seperti teko, biar aja isinya tumpah kemana-mana, yang penting tekonya pulang ke rumah, itu prinsipku.” balas Luna. ”Aku nggak masalah kamu main dengan wanita lain, asalkan hatimu tetap untukku.” tambahnya.
”Trims ya, sayang.” kukecup bibirnya sebagai rasa sayang.
Tak lama, kami sampai di villa-nya Tari. Meski tidak terlalu mewah, namun villa ini cukup luas dan cukup nyaman untuk beristirahat di akhir pekan. Tari dan suaminya menyambut kami dengan ramah. Setelah bertegur sapa dan ngobrol sebentar, mereka pun mengantarkan kami ke kamar. Disitu aku sempat main sebentar dengan Luna.
Siangnya, sekitar jam 2, aku yang sedang tidur pulas dibangunkan oleh Luna. ”Bangun, sayang. Kita makan dulu. Kata mbak Tari sudah siap.” bisiknya. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Begitu juga dengan Luna. Cut Tari dan Suaminya sudah menunggu di meja makan, kami segera makan bareng. Lauknya ikan pepes kesukaanku. Sampai saat itu aku masih belum tahu apa yang mereka rencanakan.
Selesai makan, kami tiduran nonton TV di ruang tengah sambil ngobrol kesana kemari. Kami tidak menyinggung sama sekali soal kasus yang sedang kami hadapi. Pokoknya hari itu full buat senang-senang. Di sela-sela acara, Cut Tari masuk ke kamarnya untuk berganti baju. Dia mengganti baju terusannya dengan daster tidur yang amat tipis, tanpa BH dan celana dalam. Ini terlihat jelas dari bayangan tubuhnya di balik gaun itu. Aku ngaceng melihatnya.
Kulihat dia sangat atraktif mempertontonkan tubuhnya di depanku dan di depan Luna. Kulihat Yusuf acuh saja melihat tingkah istrinya. Dia terus menonton TV sambil tiduran. Luna dan Tari berbaring berdampingan di tengah, sedangkan aku dan Yusuf berada di pinggir, disamping pasangan masing-masing. Acara TV terasa membosankan, mungkin karena aku tidak bisa konsentrasi, aku lebih terpesona menikmati tubuh molek menggairahkan milik Cut Tari. Itu membuat adik kecilku yang berada dibalik celana mulai menggeliat.
“Pa, puterin film yang hot dong, bosen nih lihat sinetron melulu.” seru Cut Tari. Ada juga ya artis sinetron bosan lihat sinetron!
Aku tahu kalau yang dimaksud olehnya adalah film porno. Luna tampaknya juga mengerti, ia memandangku untuk mencari pembenaran. Kuanggukkan kepalaku, menyuruhnya agar tetap diam dan mengikuti permainan sepasang suami istri itu. Kurangkul erat tubuhnya agar Luna merasa terlindungi.
Sebelum beranjak pergi, Yusuf basa-basi meminta ijinku. “Riel, muter film blue ya?” tanyanya.
“Terserah aja,” jawabku pura-pura acuh tak acuh.
Sementara Tari berbisik pada Luna, ”Kita hangatkan suasana sore ini, Na. Biar nggak dingin.” katanya. Luna hanya menanggapi dengan senyum.
Di Luar dugaan, filmnya ternyata cukup bagus. Adegan sexnya tidak vulgar, alur ceritanya bagus. Aku jadi cepat terhanyut. Perlahan gairahku mulai bangkit. Tonjolan di celanaku terlihat semakin terdongkrak ke atas. Kulihat Tari tersenyum-senyum melihatnya dan tanpa malu-malu mencuri pandang ke arah situ. Aku memang sengaja tidak menyembunyikannya, toh dia sudah melihat isinya berulang kali. Lagian, ini kan yang mengajak mereka, jadi kenapa mesti malu. Kulihat Yusuf juga melakukan hal yang sama, bahkan lebih parah, dia menyuruh sang istri untuk mengusap-usap tonjolannya pelan dari luar celana. Sementara Luna, yang sepertinya juga mulai terangsang, dengan muka agak jengah memindahkan kepalanya di atas lenganku dan jari tangannya meremas-remas jari tanganku. Aku sudah hafal sekali, ini tanda kalau dia sudah sangat bergairah.
Di TV, adegan film terlihat semakin panas. Begitu juga dengan pasangan suami istri yang ada di sebelahku. Tanpa malu-malu, Yusuf dan Tari sekarang sudah berpelukan erat. Tangan Yusuf kulihat asyik mengusap-usap dan memenceti payudara Tari dari luar baju tidurnya, sesekali diciumnya bibir sang istri dalam-dalam. Sementara itu, kaki kanan Tari ditekuk dan pahanya menindih paha Luna, sehingga tanpa bisa dihindarkan, baju tidurnya yang memang sangat pendek, makin tersingkap. Aku jadi lebih leluasa melahap pahanya yang putih mulus itu, bahkan sebagian rambut di pangkal pahanya juga kelihatan.
“Lun, aku jadi pengen nih.” Tari bicara kepada Luna.
“Ya nggak apa apa, mbak. Langsung minta aja sama mas Yusuf.” Luna menyahut sambil tersenyum penuh arti.
Aku makin terangsang. Kumiringkan tubuhku agar aku bisa melihat paha mulus Tari lebih jelas, kuselusupkan tanganku di balik kaos tipis Luna yang tidak ber-BH dan kuremas-remas buah dadanya yang tidak begitu besar pelan-pelan. Sementara tangan Luna sendiri sudah masuk ke dalam celanaku dan mengelus-elus penisku yang sudah berdiri keras. Ia menutup tanganku yang sedang bergerilya di dadanya dengan bantal sehingga tidak terlihat oleh Yusuf dan Tari, rupanya dia masih malu. Walaupun sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan, karena pasangan suami istri di sebelah sudah tidak memperhatikan kami lagi, keduanya sudah mulai tenggelam dalam percintaan yang panas dan membara.
Tari melepas seluruh pakaiannya hingga bugil. Dia juga mencopoti baju sang suami hingga sama-sama bugil. Yusuf menggeser posisinya merapat ke arah Luna. Luna yang risih, merapatkan diri ke tubuhku. Aku segera memeluknya agar dia tidak ketakutan. Sedangkan Tari yang sudah sangat bergairah, kini berbaring di sebelah kanan sang suami. Kini posisi kami selang-seling dengan Yusuf berada di sebelah Luna.
Pasangan suami istri itu berciuman sangat panas, dengan tangan saling mengelus penuh nafsu. Yusuf menghisap bibir tipis Tari kuat-kuat sambil tangannya meremas-remas payudara sang istri yang putih mulus. Dia memencet dan memilin-milin putingnya yang kemerahan hingga membuat Tari melenguh kegelian. Sebagai balasan, Tari menyambar batang penis Yusuf yang sudah menegang besar, dan mengocoknya cepat.
Kulihat Luna melirik mereka dengan muka memerah, tampak mulai terhanyut dengan adegan panas yang persis berada satu jengkal disampingnya. Film bokep di TV sudah tidak lagi ia perhatikan. Kuremas-remas payudaranya semakin kencang. Kurasakan puting mungil Luna sudah mulai mengeras dan menegang.
Tiba-tiba Cut Tari menghentikan pergulatan dengan Yusuf. Dia duduk dan mencondongkan tubuh melewati sang suami. Payudaranya yang bulat sedang tampak menggantung indah saat ia melakukan itu. Putingnya yang mungil kemerahan sudah basah dan mengkilat akibat jilatan Yusuf. Tari menyingkirkan bantal yang menutupi tubuh Luna lalu menarik kaos tipis Luna ke atas.
“Biar adil, Lun. Masa kita sudah telanjang, kamunya belum.” katanya sambil terus menarik kaos Luna hingga terlepas. Kulihat Luna ingin protes, tapi melihat suasana yang sudah begitu ’panas’, ditambah aku yang tidak menghalangi tindakan Tari, membuat dia akhirnya menyerah. Dengan mudah Tari melucuti seluruh pakaian Luna, termasuk celana panjang dan CD-nya. Sekelebat kulihat mata Yusuf melahap tubuh bugil Luna penuh nafsu. Ada kilatan ingin memiliki disana. Bahkan ia segera mengeser posisinya agar bisa lebih merapat ke tubuh Luna yang mulus dan indah. Luna yang terjepit, tidak bisa lari kemana-mana. Dia tidak bisa menolak saat lengan Yusuf mulai menempel di pinggiran payudaranya.
”Riel,” Luna memanggilku, meminta pertolongan. Aku hanya mengangguk, tersenyum, dan langsung melumat bibirnya yang tipis dengan rakus. ”Hmph!” membuat Luna melenguh dan tak bisa berkata-kata lagi.
”Riel, copot juga dong bajumu.” Tari mengelus penisku yang sudah menegang dahsyat dari luar celana. Dia tampak merindukannya. Dengan bantuannya, kucopoti seluruh bajuku hingga kami semua bugil sekarang.
Tari lalu kembali pada sang suami, mereka berpelukan dan berciuman mesra. Begitu juga denganku. Kurengkuh tubuh mulus Luna, kulumat bibirnya yang tipis dengan rakus. Tanganku yang satu memenceti payudaranya, sementara yang lain mengelus vaginanya yang sudah lembab membasah.
“Oughh… Riel!” Luna mendesis-desis keenakan, tangan kanannya mendekap punggungku erat-erat, sedangkan tangan kirinya tertindih lengan Yusuf.
Kurasakan elusan lembut sebuah tangan halus menelusuri bokongku, kemudian mengarah ke selangkanganku dan mengelus buah zakarku. Aku sudah menduga siapa pemilik tangan itu. Sambil mulutnya menciumi mulut sang suami, Cut Tari mengelus-elus batang penisku,. Aku yakin Yusuf melihat tangan sang istri yang kini sedang bergerilya di selangkanganku, tapi dia tampak acuh saja. Tentu saja dia tidak peduli karena kini Yusuf lebih sibuk menggesek-gesekkan lengannya ke bulatan payudara Luna daripada memperhatikan tingkah sang istri. Luna yang menyadari perbuatan Yusuf, pura-pura tidak tahu dan memalingkan wajahnya ke arahku, minta untuk dicium lagi. Aku segera melumatnya. Luna juga tidak marah melihat tari yang kini sudah mengocok penisku cepat.
Permainan menjadi semakin panas. Tari yang sudah begitu bernafsu, melepaskan penisku dan bangkit berdiri. Dengan posisi setengah duduk di paha sang suami, dia membuka selangkangannya lebar-lebar hingga terlihat lah vagina merah basah miliknya yang sangat indah. Benda itu masih sama bentuknya seperti saat terakhir kali aku melihatnya 3 bulan yang lalu. Apakah rasanya juga tetap sempit dan menggigit? Akan aku cari tahu nanti. Sepertinya permainan ini akan mengarah kesana.
Dengan tangan kanannya, Tari menggosok-gosokkan kemaluan Yusuf ke klitorisnya, sementara buah dadanya yang menggantung indah diremas- remas oleh laki-laki itu. Kuperhatikan, batang Yusuf tidak sebesar punyaku, begitu juga panjangnya, punyaku lebih unggul. Ehm, pantas saja Tari selingkuh, wanita mana yang akan puas dengan penis seperti itu? Luna tampaknya juga tidak tertarik. Dia sama sekali tidak meliriknya, apalagi memegangnya. Luna lebih suka mengocok penisku yang panjang dan besar daripada punya Yusuf yang ukurannya nanggung.
Melihat mata Luna yang sudah sayu dan pahanya yang sudah direntangkan lebar, aku tahu bahwa Luna sudah terangsang berat. Dia menuntun penisku ke arah lubang vaginanya yang sudah merah merekah, minta untuk ditusuk. Aku segera melakukannya. Pelan, kumajukan pinggulku. Kumasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya. ”Aghhh...” Luna merintih saat aku berhasil menembusnya. Dalam tempo singkat, aku sudah melayang menikmati jepitan lubang memeknya. Rasanya tetap seret dan nikmat meski aku sudah sering menggunakannya.
Sementara aku mengocok, Luna mendesis-desis keenakan. Dia sudah tidak peduli lagi meski sekarang Yusuf meraba dan meremas-remas payudaranya penuh nafsu. Yang ada di pikirannya cuma bagaimana melampiaskan hasrat yang begitu menggelora saat ini. Sebagai balasan, aku ganti mengelus dan memenceti buah dada Tari yang bergoyang-goyang indah seiring genjotan pinggulnya yang naik turun, mengocok batang penis sang suami yang sudah melesak masuk ditelan liang kenikmatannya. Sesekali tangan Tari juga meremas bokong indah Luna yang terpampang jelas di sebelahnya.
”Ahh... terus, Riel! Terus!” Luna makin merintih saat makin kupercepat kocokanku. Beberapa kali Yusuf mencium bibirnya saat ia mendesis-desis, Luna terlihat tidak peduli. Ia tampak sangat menikmati sekali genjotanku di atas tubuh sintalnya.
Entah kenapa aku tidak cemburu melihatnya diciumi oleh suami Cut Tari itu, malah yang ada aku jadi makin bergairah. Begitu juga dengan Luna, rangsangan Yusuf dan Tari membuatnya makin terangsang. Kurasakan gerakan dan nafasnya mendengus kencang, tidak seperti biasanya. Menunjukkan kalau Luna sangat bergairah sekali.
Dalam waktu singkat, gerakan Luna menjadi kian tidak terkendali, bahkan ia membalas ciuman Yusuf dengan menghisap bibir laki-laki itu penuh nafsu. Bersamaan dengan itu, tubuhnya menghentak-hentak keras. Pinggulnya yang sedang menerima tusukanku, mengejang ke atas. Mulutnya melumat bibir Yusuf kuat-kuat sambil merintih. ”Oughhh... Riel, aku...” Dari dalam vaginanya, menyembur cairan cinta yang amat banyak, membasahi penisku yang masih menancap dalam. Luna orgasme. Ini di luar kebiasaan, dia biasanya cukup tahan lama. Tapi kali ini dia cepat selesai, padahal aku merasa masih belum apa-apa. Aneh!
Kuhentikan kocokanku dan kucabut penisku. Aku masih tanggung, tetapi aku memang masih belum ingin keluar sekarang. Aku berharap Luna bangkit lagi setelah ia istirahat. Kutatap wajah cantiknya yang penuh kepuasan. Disampingnya, kulihat Yusuf masih terus asyik menggengam dan mengelus-elus payudara Luna. Putingnya yang mencuat kemerahan, berkali-kali ia tarik dan pilin-pilin kecil.
Melihat aku tergeletak nganggur dengan penis yang masih tegak berdiri, Cut Tari segera menghentikan goyangan pinggulnya. Ia mencopot penis sang suami dari jepitan vaginanya dan mendekatiku. Tahu kalau aku belum ejakulasi, Tari berniat membantuku. Dia melangkahi tubuh mulus Luna yang tergeletak telentang kelelahan disampingku. Dengan menggunakan dasternya, Tari membersihkan penisku yang penuh lendir cinta dari Luna, sebelum akhirnya dia menindih dan mencium bibirku.
Aku sempat kaget, aku tak menduga Tari akan berani melakukan itu. Kulirik Yusuf, laki-laki itu hanya menonton tingkah sang istri tanpa terlihat keberatan sama sekali. Dia malah asyik meremas dan menciumi payudara Luna yang kini sepenuhnya berada dalam kekuasaannya. Luna juga hanya melirikku sekilas, kemudian kemudian memejamkan matanya kembali. Dia tampak menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda tubuh sintalnya, sambil sekalian menikmati sedotan Yusuf yang liar pada puting buah dadanya. Resmilah sudah, kami bertukar pasangan mulai detik ini!
Tanpa malu-malu lagi, kubalas ciuman Tari dengan penuh nafsu. Tangan kiriku mengelus bokongnya yang bulat, sedangkan tangan kananku meremas-remas buah dadanya yang menggantung indah. Tari menjulurkan lidahnya menyambut lidahku, sementara vaginanya yang sudah sangat basah, digesek-gesekkan ke atas penisku. Ciuman kami hanya berlangsung singkat karena Tari tampak sudah sangat terangsang sekali. Segera dia menarik badannya sehingga sekarang posisinya sekarang duduk di atas pahaku, dengan belahan kemaluan tepat berada di depan batang penisku yang rebah ke perut.
Kurasakan belahan vagina Tari yang kemerahan sudah basah oleh lendir. Tak tahan, segera kuangkat pinggangnya dengan kedua tanganku, aku ingin memasukinya. Tari cepat tanggap, sambil mengangkat pantatnya, dia mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dalam hitungan detik, kemaluanku sudah menyelusup masuk ke dalam. Tari melenguh pelan, begitu juga denganku. Kami sama-sama merasa nikmat.
Saat aku mulai menggoyang, tubuh mulus Tari langsung ambruk ke dadaku dan wajahnya menempel disamping kepalaku sambil mendesis-desis keenakan. Kuangkat pinggulku, berusaha mengocok kemaluannya lebih cepat dan lebih dalam lagi. Tari mengikuti gerakanku dengan menggoyangkan pinggulnya memutar. Kurasakan otot vaginanya menjepit erat batang penisku, hampir mencekiknya. Himpitan dan putaran pinggul Tari tidak kalah dengan Luna, membuat kenikmatan menjalar cepat ke seluruh tubuhku.
Tak sampai 5 menit, kurasakan Tari mulai mempercepat goyangannya. Dengan nafas tersengal, mulutnya bertubi-tubi menciumi bibirku, sementara lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, mengajakku untuk saling menghisap dan bertukar air liur. Aku segera mengerti bahwa ia sudah mulai masuk ke masa orgasme. Tanpa menunggu lama, segera kupercepat kocokanku. Aku sendiri juga sama, kemaluanku sudah berdenyut-denyut kencang, terasa sangat nikmat dan enak sekali.
Ketika kurengkuh bokongnya, Tari memeluk pundakku makin kencang. Dari mulutnya keluar erangan nikmat yang panjang sekali. ”Aarrgghhhhh...!” vaginanya ditekan keras ke arah kemaluanku, dia pun orgasme. Bersamaan dengan semburan deras dari liangnya, kulepas juga air maniku. Cairan kami sama-sama menyemprot dan saling bertabrakan hingga bercampur menjadi satu. Vagina Tari yang aslinya sudah lembab dan becek, menjadi tambah lengket sekarang. Ough, sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa sekali.
Walaupun permainan sudah berakhir, tetapi Tari tidak mau mencopot penisku. Dia hanya mengeser tubuhnya dari dadaku untuk meringankan tindihannya di atas tubuhku. Penisku yang mulai mengkerut dan melemah masih menancap telak di liang kemaluannya.
Perlahan, setelah beberapa detik berlalu, kesadaranku mulai pulih. Kulihat di sebelah, Luna sedang bergumul mesra dengan Yusuf. Dengan penuh nafsu, Yusuf menindih tubuh bugil Luna, mereka berciuman panas dan dalam. Sambil memagut, tangan Yusuf asyik meremas-remas buah dada Luna yang ukurannya sedikit lebih besar dari punya Tari, istrinya. Sementara Luna mengelus-elus bokong Yusuf, desahan halus mulai keluar dari bibir tipisnya, tanda kalau dia sudah mulai terangsang lagi.
Yusuf sedikit menggeser tubuhnya, tangan yang tadinya meremas tetek Luna kini turun ke bawah, ke arah kemaluan Luna yang sempit kemerahan. Luna segera mengangkat pinggulnya ketika jari tangan Yusuf mulai menggesek-gesek klitorisnya. Desahan nikmat yang keluar dari mulutnya terdengar semakin keras. Yusuf membuka paha Luna lebar-lebar agar dia makin leluasa mengerjai vaginanya.
Melihat Luna yang merintih keenakan, aku jadi terangsang kembali. Perlahan penisku yang masih menancap di liang kemaluan Tari, mengeras dan membesar. ”Wah, ngaceng lagi ya, Riel?” gumam Tari sambil mencium bibirku kuat-kuat. Tidak menjawab, segera kugenjot lagi tubuh mulusnya. Tanganku kembali menggerayangi tonjolan payudaranya untuk meremas dan mengelus-elusnya lagi.
Di sebelah, Luna menoleh ke arahku saat Yusuf sudah bersiap untuk menyetubuhinya. Matanya sayu memandangku seolah meminta persetujuan. Kupandangi dia, Luna terlihat sangat cantik ketika sedang terangsang seperti itu. Aku jadi tak tega untuk menghalangi. Lagian, aku juga sudah menikmati tubuh Cut Tari, dua kali malah karena sekarang aku kembali menggenjotnya, jadi sangat tidak fair kalau aku melarang Luna untuk bercinta dengan Yusuf. Mereka berhak melakukannya.
Kukecup bibir Luna, kuusap rambutnya sebagai tanda bahwa aku tidak keberatan. Luna pun segera membuka pahanya lebar-lebar, mempersilahkan Yusuf untuk naik ke atas tubuh mulusnya. ”Pelan-pelan,” bisik Luna melihat Yusuf yang tampak sudah tak sabar. Dengan ancang-ancang ala kadarnya, Yusuf melesakkan penisnya. Meski sudah mentok sampai ke pangkal, Luna cuma mendesah saja, dia tidak menjerit keenakan seperti kalau aku yang melakukannya. Ukuran penis kami memang beda sih, mungkin saat ini penis Yusuf cuma bisa menjangkau setengah dari kedalaman liang vagina Luna.
Meski tampak tidak puas, tapi saat Yusuf mulai menggoyang, tak urung Luna tetap merintih dan mengerang juga. Dia memejamkan mata dan meremas-remas payudaranya sendiri untuk menambah kenikmatannya. Sambil menggenjot, tak henti-hentinya Yusuf menciumi bibir, pipi, leher, atau mana saja bagian tubuh Luna yang dapat ia jangkau. Jepitan vagina Luna rupanya terlalu nikmat buatnya karena tak lama kemudian kulihat Yusuf sudah mendesis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak tahan. Dahinya berkerut, sementara giginya menggigit bibir bawahnya. Dia memejamkan mata saat menusukkan penisnya dalam-dalam ke liang vagina Luna dan meledak disana.
“Lun, aarrgghhhh... aku… eghh... eegghh…” tubuh Yusuf terkejang-kejang saat dia melepaskan air maninya. Setelah beberapa detik, ketika dia mencabut penisnya, kulihat sisa sperma meleleh keluar dari bibir vagina Luna yang mengkilat kemerahan.
Luna yang masih belum puas segera bangkit dan menyerbu ke arahku. Dia ingin bergabung denganku, menuntut untuk dipuaskan. Luna meraih dan membimbing kedua tanganku untuk mengenggam bulatan payudaranya yang menggantung bebas di depan wajahku. ”Riel, peras susu gue ya?” pintanya nakal.
Aku dengan senang hati melakukannya. Kuremas-remas kedua susunya seperti memerah susu sapi hingga Luna merintih-rintih keenakan. ”Ahh… ahh... auw… ahh… terus, Riel... enak banget! Ughhh… enak banget! Terus!” kalau sedang terangsang seperti ini, payudara Luna terasa sangat legit dan kenyal. Beda dengan biasanya yang lunak dan sedikit kendor. Aku sangat menyukainya.
Sekarang, aku merasa seperti raja yang dilayani oleh dua wanita cantik : Tari yang sedang bergoyang di atas tubuhku, dan Luna yang merintih-rintih keenakan di depanku. Aku jadi merinding dibuatnya. Nikmatnya tidak terlukiskan. Apalagi saat tak lama kemudian Tari menghentikan genjotannya dan memekik. ”Riel, aku keluar! Argghhhhh...!” tubuh mulusnya terhentak-hentak saat kurasakan cairan cinta menyembur lagi dari dalam liang kemaluannya. Vagina Tari yang sempit terasa berdenyut-denyut saat dia orgasme.
Aku yang keenakan, menggoyang kembali pinggulku. Tanganku yang dari tadi beraksi di payudara Luna kini beralih memenceti payudara Tari. “Ahh… Riel, udahan dulu dong!” kata Tari lemas. Dia ambruk di atas tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal rasanya. Nafasnya hangat menerpa wajahku
”Kok cepet banget keluarnya?” tanyaku sambil menarik penisku keluar.
”Uaah, aku kelewat nafsu sih.” Tari membela diri.
”Oke deh, kamu istirahat saja. Sekarang giliranku sama Luna.” kulirik Luna yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dia asyik menjilati penisku yang basah dan lengket, kotor oleh cairan vagina Cut Tari.
Tari segera menyingkir, dia bangkit dan merebahkan diri di sebelah sang suami. ”Gimana, Pa, enak?” tanyanya mesra.
Yusuf mencium bibir Tari dan menjawab. “Enak banget, Ma.”
“Berarti papa nggak jadi menceraikan aku donk?” tanya Cut Tari.
Yusuf mengangguk. ”Tapi aku mau melakukan ini sekali lagi.” katanya.
”Papa ketagihan ya sama memek Luna?” Tari tersenyum. Sekali lagi Yusuf mengangguk, dan ikut tersenyum. Mereka selanjutnya berpelukan mesra.
Sementara itu, aku asyik meraba-raba kemaluan Luna hingga aku menemukan daging kenikmatannya. Kucubit pelan hingga Luna mendesah perlahan. Kugunakan jari jempol dan telunjukku untuk memainkan daging tersebut, sementara jari manisku kugunakan untuk mengorek liang senggamanya. Desahan Luna semakin jelas terdengar jelas. Kemaluannya terasa begitu basah.
Aku yang sudah tak tahan segera membalik posisi tubuhku, Sekarang aku menindih Luna yang telentang pasrah di bawah tubuhku. Kugunakan jari-jariku untuk mengobok-obok vaginanya. Kugosok-gosok klitorisnya hingga Luna mengerang keras. Kujilati dan kugigit lembut bulatan payudaranya, kanan dan kiri. Putingnya yang mencuat mungil, kuhisap dan kugigit berkali-kali. Luna meremas rambutku, nafasnya terengah-engah dan memburu.
Setelah kurasakan cukup merangsangnya, langsung kusodok lubang senggama Luna dengan batang kemaluanku. Luna yang nampaknya sudah siap menerima seranganku, segera membuka pahanya lebar-lebar, memberiku jalan untuk menerobos masuk ke dalam lubang vaginanya yang sudah basah kuyup. Dia mendesis pendek saat proses penetrasi berlangsung, lalu menghela nafasnya setelah seluruh penisku masuk. Kudiamkan beberapa saat untuk menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina Luna. Hangat sekali, lebih hangat dari milik Cut Tari. Setelah itu kumulai menyodok Luna maju mundur.
Luna melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Dia mengeluarkan jeritan-jeritan kecil selama aku menggenjot tubuh mulusnya. Luna memang berisik sekali! Teriakan-teriakannya terus terdengar kencang. Tapi aku suka juga mendengarnya. Kedua payudara Luna yang tidak begitu besar bergelantungan indah di dadanya, benda itu bergerak liar seiring dengan gerakan kami. Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka kuraih saja kedua danging kenyal tersebut dan langsung kuremas-remas sepuasnya. Nafsuku semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat Luna semakin keras mengeluarkan suara. ”Ahh… ahh… ahh...” dengan lantang. Sampai akhirnya ia berteriak kencang saat mencapai puncak kenikmatannya, “Arghhhh… aku keluar, Riel!” jeritnya parau.
Setelah bergetar-getar beberapa saat, Luna kemudian terkulai lemas, sementara aku terus menyetubuhinya. Vaginanya yang banjir terasa semakin nikmat membungkus penisku. Beberapa saat kemudian, aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan. ”Sayang, aku juga mau keluar nih…” bisikku.
Luna segera menarik keluar penisku dan mengulumnya. Dia melakukannya hingga aku memuntahkan sperma di dalam mulutnya. Seperti biasa, Luna segera menelannya sampai habis tanpa tersisa sedikit pun.
Aku berbaring. Capek, nikmat dan puas bercampur menjadi satu. Cut Tari berbaring di sisiku. Payudaranya terasa lembut dan hangat menyentuh lengan kananku. Sementara Luna masih membersihkan batang kemaluanku dengan mulutnya.
”Gimana, Riel, puas?” Tari bertanya.
”Puas banget. Otakku ringan sekali rasanya.” jawabku sambil mencium bibirnya. Di sebelahnya, kulihat Yusuf sudah tertidur kelelahan. Penisnya tampak mengkerut mungil seperti bayi, kasihan sekali.
”Aku mandi dulu ya?” Luna memotong pembicaraan kami, lalu beranjak menuju kamar mandi.
“Aku mau jujur sama kamu, Riel...” Tari berbisik, takut didengar oleh Luna.
”Aku tahu, mas Yusuf kan yang meminta ini. Dia tidak akan menceraikan mbak kalau mbak bisa membuatnya tidur dengan Luna.” aku berkata.
Cut Tari tampak terperangah. ”B-bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya.
”Naluri lelaki, mbak. Aku pasti juga akan berbuat sama kalau berada di posisi mas Yusuf.” sahutku.
”Bener, Riel. Maafkan aku!” Tari tampak menyesal sekali.
Aku segera memeluknya. ”Sst, buat apa minta maaf? Aku juga menikmatinya kok, begitu juga dengan Luna. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini.” sekali lagi kukecup bibirnya.
”Iya, Riel. Makasih ya, dengan begini rumah tanggaku bisa terselamatkan.” Tari membalas mesra ciumanku.
Begitulah, semalam suntuk kami pesta seks di villa itu. Aku menyetubuhi Luna dan Tari bergantian, begitu juga dengan Yusuf, tak bosan-bosannya dia naik ke atas tubuh mulus Luna dan sang istri. Kami melakukannya di kamar, dapur, kamar mandi, bahkan di kolam belakang saat pagi mulai menjelang. Yusuf tampak sangat puas sekali.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar