Cerita Plus Plus

Cerita Seks dan 17 Plus Plus Cerita Panas Cerita Dewasa Cerita Ngentot Pengalaman ML Pengalaman Sex Pengalaman Seks Meniduri Pembantu

window.open('http://graizoah.com/afu.php?zoneid=3334601')

Senin, 03 Desember 2012

Cucuku Tujah Duburku

Sejak kematian suamiku, aku tingal sendiri di rumah. Sunyi sekali. Hingga suatu hari, datanglah keponakanku. Sebenarnya, keponakan akmarhum suamiku. Rudi namanya. Umurnya baru 16 tahun dan mau masuk ke SMU di tempatku. Aku senang sekali, selain ada menemaniku, dia boleh bersekolah dengan biayaku. Sejak kecil, Rudi memang manja sekali padaku. Aku juga juga senag akan kejenakaannya.

Dalam usiaku ke 51 tahun, sesekali aku ingin juga bertetubuh. Aku terkadang iri melihat kemesraan anak muda yang selalu berciuman di belakang rumahku. Dibelakang rumahku memang ada halaman kecil dan ada sebatang pohon ceri dan tempat duduk. Setiap malam minggu aku selalu melihat bergantian sepasang anak muda berpacaran di sana dan pasti akhirnya berciuman dan saling meraba. Naik juga birahiku, walau aku sudah hampir setahun menopause.

Minggu, sehabis kami bersih-bersih rumah, aku tidur-tiduran di ambenan dekat dapur rumah. Letih sekali membersihkan rumah. Aku sadar usiaku yang sudah tua, sering juga aku merasa lelah. Rudi pun menghampiriku dan tiduran dekatku. Aku membelakanginya dengan memakai daster pendekku. Diraiknya sedikit bantalku dan aku pun berbagai bantal denganya. Dia hanya memakai celana pendek saja, tanpa baju karena hari memang panas dan membuat tubuh menjadi gerah. Aku diam saja, ketika dia memelukku dari belakang.
"Nenek letih, ya?" sapanya denganmanja.
"Ya. Letih sekali."
"Aku pijati ya nek," dia kembali memecah kesunyian kami. Aku diam saja. Rudi mulai memijati pinggangku, karena aku selalu mengeluhkan pinggangku. Kemudian tanganya memijati pantatku. Makin lama, terasa pijatannya bukan lagi pijatan, melainkan elusan. Ah... aku baru sadar, kalau aku tidak memakai celana dalam. Setelah mandi, aku buru-buru memakai daster. Kalautidak memakai bra, itu sudah biasa, kalau aku merasa gerah. Tapi kali ini, kok bisa-bisanya aku tanpa bra dan celana dalam.

Lama-lama aku merasakan, dasterku semakin naik. Ingin rasanya aku menurunkannya, tapi aku malu. Pura-pura saja aku tidak tau dan tidak sadar. Tapai... tangan Rudi bukan lagi memijati pantatku, justru sudah mengelus-elus pahaku. Makin lama makin naik. Dan darahku pun berdesir. Bulu kudukku merinding. Lagi-lagi aku membiarkannya. Mungkin Rudi tidak sengaja.

Saat kurasakan tubuh Rudi semakin menempel ke tubuhku di bagian belakang, aku merasakan, terasa kemaluannya menempel di tubuhku dan membuat aku kembali berdesir. Mungkin Rudi...?
Kini bauah pantatku yang dielus-elus oleh Rudi. Aku merasakan celah-celah pantatku sudah disapunya pakai tangannya. Aku terbatuk kecil, sekedar ingin tau reaksi Rudi. Melihat aku hanya terbatuk kecil dan tidak melarangnya, mungkin pikiran Rudi batuk kecilku itu sebagai lampu hijau dan memerintahnya untuk melakukan yang lebih jauh lagi.

Terasa olehku kemaluannya sudah menempel di celah pantatku. Kembali aku berdesir. Bukankah ini yang kuinginkan. Lagi-lagi aku diam. Ujung kemaluannya sudah berada di ujung lubang duburku. Aku masih merapatkan kledua kakiku. Aku rasakan desahan nafasnya semakin tidak teratur. Aku memastikan kalau Rudi sudah benar-benar bernafsu. Ditekannya kemaluannya untuk menembus lubang duburku. Duburku yang masih kesat itu, terasa olehku sebuah kenikmatan. Kemaluan Rudi belum bisa masuk juga dan aku mendengar nafasnya seperti orang ngos-ngosnya. Tangannya sudah memelukku dan meraba tetekku.

"Kamu mau apa, Rud," bisikku perlahan, agar dia tidak tersingung dan tidak malu.
"Aku mau... mau..."
Langsung aku bangun dan memposisikan diriku menungging. Bagaimana pun dia inginkan duburku. Kalau tidak dia pasti menusuk memekku.
"Ayolah kalau kamu mau. Tapi kamu harus menjaga rahasia," kataku. Dia tersenyu dan langsung bangkit. Dia cucukkan kemaluannya ke dalam lubang duburku. Perlahan aku menikmatinya. Tapi saat semakin kuat dia memasukan kemaluannya, aku merasa kesakitan.
"Sakit Rud..." kataku. Dia lalu menahannya.
"Sebentar aku ambilkan minyak makan," kataku. Cepat aku ke dapur dan mengambil minyak makan dan menuangkannya ke dalam piring kecil. Aku kembali ke amben. Kulihat Rudi sudah menungu dengan kemaluannya yang menegang keras. Kutangkap kemaluannya dan kulumuri minyak makan. Aku mengeluskan sedikit ke lubang duburku.

Aku belum pernah melakukan ini. Tapi instingku mengatakan, kalau semakin licin, pasti masuknya semakin mudah, dan aku tidak akan merasaka kesakitan.
"Perlahan ya Rud..." kataku tanpa malu. Rudi mencecahkan ujung kemaluannya ke lubang Duburku. Perlahan dia menekannya. Sedikit aku merasa sakit. Rudi terus menekannya sampai semua habis ke dalam duburku.

"Sabar Rud. BIar aja dulu," kataku. Rudi mengikutiku. Setelah satu menit, Rudi mencabut kemaluannya perlahan-lahan. Aku merasakan sensasi ketika kemaluannya berjalan keluar. Perlahan pula dia mencucuknya kebali ke dalam. Aku juga merasakan ada sesuatu yang lain daripada yang lain. Suamiku memangh pernah melaukannya sekali, tapi langsung aku damprat, karean aku merasakan sakit. Sejak itu, suamiku tak pernah membujukku untuk meminta duburku lagi.

OH... makin lama, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kemaluan Rudi keluar masuk dalam duburku dan aku pun menikmatinya dengan sangat luar biasa. Sebelah tangannya mengelus-elus klentitku dan sebelah meremas tetekku, sedang tubuhnya menempel di piunggungku. Oh indah sekali rasanya.
Makin lama, kemaluan Rudi keluar masuk semakin cepat dan cepat. Aku pun merasakan kenikmatan luar biasa. Rudi menetasi lagi minyak makan di kemaluannya, hingga kemaluan itu semakin licin. Akhirnya Rudio memelukku kuat dari belakang dan melepaskan spermanya dalam duburku berkali-kali dan tanganya meremas-remas klitorisku. Tak lama kemaluannya pun keluar sendiri dari duburku.


Rudi tersenyum dan aku juga. Kuturunkan dasterku dan Rudi memakai celanaya kembali.
"Kamu suka Rud..." tanyaku halus dan lembut. Rudi mengangguk kepalanya dan tersenyum.
"Mana lebih suka dubur atau memek?" tanyaku.
"Lebih suka dubur, Nek."
"Apa kamu sudah pernah rasakan memek?"
"Udah, Nek."
"Memeknya siapa sayang?" tanyaku merayunya sembari terus tiduran dan mengelus-elus kepalanya.
"Memek Nek MInah," katanya berterus terang.
Aku sangat terkejut. Yang dia sebutkan Nek Minmah itu, adalah kakak kandungku yang berdekatan rumah dengan rumah orangtua Rudi. Gila bisik hatiku.
"Apa nenekmu yang mengajari kamu bersetubuh, sayang," pancingku lagi." Rudi mengangguk.
"Kalau begitu, yang ajari kamu maindubur juga pasti Nek Minah, kan" tanyaku. Rudi lagi-lagi mengangguk.
"Tak apa-apa. Tapi amu tak boleh beritahu kepad asiapapun ya. Termasuk kepada nek Minah mu itu. Kamu harusberjanji dulu. Kalau tidak, kamu tak boleh tinggal di rumah ini," ancamku. Rudi menatapku sejenak dan kemudian diaberjanji bahkan bersumpah, tidak akan bercerita pada siapapun juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar